Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Remunerasi jajaran Pimpinan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sebagai superholding BUMN, diperkirakan mencapai Rp 500 juta. Beberapa pengamat mengatakan remunerasi atau gaji mereka berada di atas gaji jajaran direktur utama BUMN strategis seperti PT Pertamina (Persero). Angka itu juga mengacu dari Indonesia Salary Guide 2025 yang menyebut gaji seseorang di level chief executive officer (CEO) mencapai Rp 519 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyebut besaran gaji jajaran direksi Danantara masih menjadi tanda tanya. Namun, ia memperkirakan nilainya bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan direksi BUMN pada umumnya. "Gaji direktur Pertamina saja kalau enggak salah sekitar Rp 200 juta per bulan. Pasti (jajaran pengurus Danantara) jauh dari itu. Danantara kan superholding, jadi harusnya jauh di atasnya," ujar Esther saat dihubungi pada Rabu, 12 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, sebagai superholding yang mengelola aset sebesar Rp 14 ribu triliun, kompleksitas kerja direksi Danantara akan lebih tinggi dibandingkan BUMN biasa. Hal ini berimplikasi pada remunerasi yang lebih besar. "Jobdesk-nya lebih kompleks, pengelolaannya lebih banyak, harusnya gajinya jauh di atas direktur BUMN biasa," ujarnya.
Sebagai perbandingan, Temasek Holdings Singapura mencatatkan angka remunerasi manajemen dalam laporan keuangan mereka secara transparan. Khazanah Nasional Malaysia juga menjadi acuan karena memiliki sistem yang serupa. Namun, hingga saat ini belum ada laporan resmi terkait besaran gaji yang akan diterima direksi Danantara.
Esther menambahkan jika sistem penggajian Danantara tidak transparan dan mengacu pada tata kelola yang baik, khawatirnya akan muncul permasalahan konflik kepentingan. Belum lagi jajaran direksi Danantara akan melibatkan mantan kepala negara dan pejabat aktif semakin menimbulkan tanda tanya. "Kalau supervisinya mantan presiden, lalu CEO-nya Menteri Investasi, ini bagaimana pengawasannya? Harusnya kan ada batasan tegas, bukan malah tumpang tindih jabatan," kata Esther.
Dengan nilai aset yang besar, Esther menekankan pentingnya pengelolaan yang akuntabel agar Danantara tidak menjadi skandal keuangan seperti kasus 1MDB di Malaysia. "Harus dikelola secara benar karena ini menyangkut uang negara. Kalau gagal, bisa jadi skandal besar yang merugikan negara dan masyarakat," kata dia.
Diketahui susunan direksi Danantara yang telah diungkap ke publik mencakup jajaran pimpinan/kepala pelaksana terdiri dari Rosan Roeslani sebagai CEO, Dony Oskaria sebagai COO, dan Pandu Sjahrir sebagai CIO. Kemudian ada struktur Dewan Pengawas yang terdiri atas Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas, Muliaman Hadad sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas, dan Sri Mulyani Indrawati serta Tony Blair keduanya sebagai Anggota Dewan Pengawas. Kemudian, ada juga dua mantan presiden, yaitu Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Ke-7 Joko Widodo sebagai Dewan Penasihat.
Pilihan Editor: Dampak Fluktuasi Rupiah dan Naiknya Utang Pemerintah