Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Audit digeber untuk membereskan isu kewajiban pemulihan lingkungan.
Berbagai opsi dibahas agar Chevron tetap mengebor di akhir masa kontrak.
Masalah lain masih harus dibereskan Pertamina secara B2B dengan Chevron.
BABAK baru pengelolaan Blok Rokan akan segera dimulai. Pemerintah resmi menunjuk Green Corps, organisasi lingkungan hidup asal Amerika Serikat, menjadi auditor lingkungan untuk lapangan minyak dan gas bumi yang berlokasi di Riau tersebut. Perjanjian kerja sama diteken pada Ahad, 12 Juli lalu. “Sudah, kickoff meeting Senin lalu,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto kepada Tempo, Kamis, 16 Juli lalu.
Ia menjelaskan, proses pemeriksaan akan memastikan lokasi dan memperkirakan volume tanah yang terkontaminasi minyak. Selanjutnya, audit akan menghitung besaran dana cadangan untuk pemulihan pasca-penambangan (abandonment and site restoration) yang mesti disediakan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), kontraktor kontrak kerja sama Blok Rokan. Dengan begitu, segala keputusan akan dapat diaudit dan segera dibereskan sebelum CPI meninggalkan Rokan tahun depan.
Kontrak bagi hasil (production sharing contract) Chevron di Blok Rokan akan berakhir pada Agustus 2021. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak Juli 2018 menolak proposal perpanjangan kontrak CPI, yang separuh abad terakhir menggarap Rokan. Pemerintah mengalihkan pengelolaan wilayah kerja migas yang pernah menjadi primadona di Tanah Air itu kepada PT Pertamina (Persero) selama 20 tahun.
Ketika mengumumkan pengalihan pengelolaan tersebut dua tahun lalu, Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar mengatakan Pertamina menawarkan bonus tanda tangan (signature bonus) dan komitmen kerja pasti senilai total US$ 1,28 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. Angka ini jauh lebih besar dibanding tawaran Chevron. Kementerian Energi optimistis bisa meraup potensi pendapatan negara sebesar US$ 57 miliar atau sekitar Rp 825 triliun selama masa kontrak baru Pertamina yang akan berakhir pada 2041.
Namun masalah muncul belakangan. Transisi pengelolaan menemukan banyak persoalan. Pada saat yang sama, produksi Blok Rokan terus merosot. Lapangan-lapangan di dalam wilayah kerja yang dieksplorasi sejak zaman Belanda tersebut memang makin tua sehingga produksinya turun secara alami. Tapi laju penyusutannya makin kencang sejak sinyal perpanjangan kontrak Rokan tak menyala untuk Chevron.
Sepanjang tahun lalu, Chevron tak lagi mengebor sumur baru—kegiatan yang diperlukan untuk mempertahankan produksi. Tahun lalu, minyak yang dihasilkan Rokan rata-rata hanya 209 ribu barel per hari. Kini ladang ini hanya menghasilkan rata-rata 180 ribu barel minyak per hari, bahkan diprediksi bisa turun menjadi 160 ribu. Bandingkan dengan lima tahun lalu, ketika ladang minyak seluas 6.264 kilometer persegi ini bisa menyemburkan minyak rata-rata 279 ribu barel per hari.
Pemerintah berkepentingan menjaga produksi Rokan untuk mengamankan pendapatan negara, setidaknya dengan mengerem laju penurunan pengangkatan (lifting). Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi pun turun tangan mengambil alih koordinasi pembahasan Rokan di era transisi yang sebelumnya diurus Kementerian Energi dan SKK Migas.
Juru bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jodi Mahardi, mengatakan lembaganya hanya memfasilitasi sekaligus mengakselerasi agar produksi Rokan terjaga. Dengan begitu, baseline—titik awal produksi ketika Pertamina mengambil alih pengelolaan blok ini pada Agustus 2021—tidak terlalu jeblok. Jika tidak, upaya mengerek produksi Rokan bakal lebih sulit. “Saat ini fokus membahas kesepakatan agar CPI berinvestasi di masa transisi, sekaligus menjamin rehabilitasi lingkungan pasca-operasi,” tutur Jodi.
Itu sebabnya audit tambahan diperlukan di beberapa lokasi yang diminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut Jodi, CPI meminta pemerintah memberikan semacam surat pelepasan tanggung jawab (release of liability) jika perusahaan telah menunaikan kewajiban pasca-operasi dengan menyediakan sumber daya yang cukup. CPI memerlukannya sebagai bentuk kepastian.
Rehabilitasi lingkungan ini yang juga menjadi kerikil lain di masa transisi. Muncul kekhawatiran di tubuh Pertamina bahwa perseroan kudu memikul biayanya ketika efektif mengoperasikan Blok Rokan. Jika ditambah kewajiban akhir layanan para pekerja (past service liabilities), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menghitung, bebannya bisa mencapai US$ 1,8 miliar. “Jauh lebih besar dibanding nilai aset dan produksi sampai 2021 yang diperkirakan hanya US$ 600 juta,” ujar Presiden FSPPB Arie Gumilar pada Februari lalu.
Persoalannya, diteken pada 1971, kontrak bagi hasil Chevron di Blok Rokan memang tak mewajibkan pengalokasian dana cadangan untuk pemulihan pasca-penambangan. Kebijakan pemulihan area bekas tambang ini baru berlaku setelah Indonesia meratifikasi konsensus internasional dan menuangkannya dalam peraturan Menteri Pertambangan dan Energi pada 1992. Ketentuan ini baru diterapkan dalam kontrak yang diteken setelah 1996.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani mengatakan pemerintah sebenarnya tetap mewajibkan semua kontraktor memenuhi peraturan tersebut. Namun realisasinya bukan perkara mudah karena pekerjaan pemulihan lingkungan di Rokan mencakup area yang sangat luas. Wilayah kerja ini salah satu yang terluas di dunia, sepuluh kali luas Ibu Kota Jakarta. Area operasinya saja mencapai 220 kilometer persegi, setara dengan luas wilayah Jakarta Pusat plus Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Monumen pompa angguk minyak tertua di daerah Minas yang masuk dalam Blok Rokan di Riau, Agustus 2018./ ANTARA/FB Anggoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fatar mengatakan CPI bersedia menyisihkan dana pencadangan. Hitungannya akan sesuai dengan skema bagi hasil di setiap wilayah kerja. Rokan memiliki beberapa wilayah kerja dengan bagi hasil 90 persen untuk pemerintah dan 10 persen buat kontraktor.
Khusus wilayah kerja tahap lanjut yang menerapkan teknologi enhanced oil recovery (EOR), seperti Lapangan Duri, skema yang dipakai adalah 88 persen bagian negara dan 12 persen kontraktor. Artinya, pencadangan dana oleh Chevron sebesar 10-12 persen. Sisanya menjadi bagian pemerintah.
Menurut Fatar, tim audit terjun ke lapangan pada akhir pekan lalu dan ditargetkan hasilnya rampung akhir Juli ini untuk dibahas pada Agustus. Bila lancar, SKK Migas berharap CPI bisa kembali mengebor sumur pengembangan pada November nanti.
•••
BLOK Mahakam, Kalimantan Timur, menjadi pelajaran penting bagi pemerintah. Diputuskan pada 2015, pengalihan kontrak pengelolaan ladang gas raksasa di Delta Sungai Mahakam ini tertatih-tatih. Sejak Pertamina mengambil alih pengelolaan dari tangan Total E&P Indonesie pada awal 2018, produksi Mahakam terus ambles. SKK Migas mencatat, produksi gas Mahakam yang pernah mencapai 1.711 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) ketika ditangani Total jeblok menjadi tinggal 660 MMSCFD pada pertengahan 2019.
Berbagai solusi pun disiapkan untuk memastikan Rokan tak menjadi Mahakam kedua. Setidaknya empat opsi sempat dibahas. Di antaranya Chevron mengebor dengan pembiayaan sendiri, Chevron mengebor dengan biaya dari Pertamina, atau Pertamina yang mengebor sekaligus membiayainya. Satu opsi lain, yang paling ekstrem, adalah CPI menyerahkan Rokan kepada Pertamina alias handover. Menurut Jodi Mahardi, pada intinya pemerintah menginginkan pengeboran tetap berjalan di akhir masa kontrak Chevron di Rokan.
Sejak pemerintah memutuskan tidak memperpanjang kontrak, Chevron menyatakan tak berniat mengebor lagi lantaran tidak ekonomis. Presiden Direktur CPI Albert Simanjuntak dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, 20 Januari lalu, mengatakan perusahaannya terakhir kali mengebor 89 sumur pada 2018.
Menurut Albert, saat ini perusahaan mengoptimalkan kerja ulang (workover) dan perawatan sumur (well services) dengan teknologi digital. Berbagai teknologi yang sudah lama diterapkan di Rokan, seperti teknik injeksi uap (steamflood) di Lapangan Duri dan waterflood di Lapangan Minas, juga tetap digunakan untuk mengerem laju penurunan produksi.
Seperti Jodi, Dwi Soetjipto berharap Chevron kembali berinvestasi meski masa kontraknya tersisa 13 bulan. Menurut dia, sejumlah skema juga sedang disiapkan agar CPI mendapat pengembalian atas investasi tambahannya di era transisi ini. Caranya dengan memperpendek periode depresiasi. Dalam konsep cost recovery, pengembalian investasi biasanya dilakukan bertahap selama lima tahun setelah minyak diproduksi.
Pembahasan skema tersebut melibatkan Kejaksaan Agung untuk mendapat masukan dari aspek hukum. SKK Migas memerlukannya bukan hanya untuk keperluan mempercepat investasi, tapi juga jalan keluar bagi CPI dalam aspek lingkungan. Misalnya bagaimana jika ada protes dari masyarakat mengenai tanah terkontaminasi di kemudian hari, sementara ketika itu audit telah rampung dan Chevron sudah mengalokasikan dana cadangan tertentu. “Kami minta dikawal oleh Kejaksaan,” ujarnya.
Setelah urusan lingkungan ini rampung, Fatar Yani menambahkan, CPI akan memulai pengeboran sumur pengembangan secara bertahap. Totalnya sebanyak 114 sumur baru, termasuk berupa penggarapan kembali sumur lama (re-entry). Targetnya, dua anjungan (rig) bisa mengebor 14 sumur pada tahun ini. Sisanya dikebut tahun depan dengan menambah tiga rig baru. “Ini luar biasa. CPI sendiri mungkin tidak akan full menikmati hasil dari sumur-sumur tersebut, tapi akan banyak dinikmati Pertamina nanti di fase produksi,” ucap Fatar.
Bagi Fatar, skema ini dinilai sebagai win-win solution. Pemerintah akan mengupayakan CPI memperoleh pengembalian investasi lebih cepat. Di sisi lain, masalah lingkungan di Blok Rokan selesai dan potensi produksi tidak hilang. Kelak, Pertamina meneruskan kegiatan produksi ketika pengalihan pengelolaan berlaku. SKK Migas menargetkan Pertamina menambah pengeboran sehingga totalnya menjadi 200 sumur pengembangan baru di wilayah kerja Rokan pada 2021.
Pertamina telah menyatakan komitmen rencana pengeboran 44 sumur baru pada 2021 oleh PT Pertamina Hulu Rokan, anak usaha PT Pertamina Hulu Energi. Persiapannya bahkan telah dimulai, termasuk pengadaan logistik, rig, dan kru. Perseroan menargetkan produksi minyak bisa mencapai 200 ribu barel per hari saat alih kelola nanti. “Kami harus melanjutkan pengeboran sumur pada hari pertama,” kata Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip dalam diskusi virtual, Rabu, 15 Juli lalu. “Dari 175-180 ribu BPH, akan kami tingkatkan hingga 190-200 ribu BPH.”
Untuk mewujudkan ambisi itu, Pertamina praktis mesti menerapkan berbagai teknologi yang selama ini diterapkan di Rokan. Tak terkecuali teknologi chemical enhanced oil recovery berupa injeksi surfaktan yang digunakan sejak 2013. Di sini pula persoalan lain masih mengganjal. Sebab, teknologi ini menggunakan zat kimia yang dikembangkan khusus oleh Chevron tanpa menggunakan dana cost recovery.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sempat mengungkapkan kekhawatirannya atas satu komponen dalam formula EOR tersebut. Chevron tak akan memberikannya gratis kepada Pertamina. Sedangkan tanpa formula tersebut, Pertamina memerlukan waktu empat tahun untuk menerapkan EOR lantaran mesti dilakukan kajian ulang. “EOR itu spesifik, unik, untuk setiap lokasi berbeda,” tutur Nicke dalam rapat Komisi Energi DPR, 29 Januari lalu.
Dalam rapat serupa sepekan sebelumnya, Albert Simanjuntak juga menyatakan komponen kimia dalam formula EOR akan menjadi urusan bisnis Chevron dan Pertamina. “Ada formulanya, termasuk cara melaksanakannya, SOP (prosedur operasi standar) teknisnya,” kata Albert. “Chemical-nya diproduksi oleh Chevron, tentu pabriknya milik Chevron. Nanti ada pembicaraan B2B (business-to-business).”
Belum terang soal paten kimia itu, Pertamina juga kudu berurusan dengan masalah fasilitas pembangkit uap di Lapangan Duri, Kabupaten Bengkalis, yang dibangun sendiri pula oleh Chevron. Infrastruktur ini dibangun pada 1980-an, seiring dengan penerapan teknologi steamflood di Duri.
Dwi Soetjipto mengatakan SKK Migas telah menyusun daftar aset yang harus diserahkan operator Blok Rokan kepada pemerintah. Pengembalian barang-barang modal yang pengadaannya dulu menggunakan uang negara melalui skema cost recovery harus rampung sebelum CPI hengkang. Adapun pembangkit listrik yang digunakan untuk memasok setrum ke wilayah kerja Duri tak tercakup di dalamnya. “Itu punya pihak ketiga,” Dwi menjelaskan.
Seiring dengan pembahasan masa transisi, Pertamina mengaku sedang membicarakan berbagai urusan bisnis baru di Rokan. Juru bicara Pertamina, Fajriyah Usman, mencontohkan, PT Pertamina Power Indonesia—anak usaha Pertamina di bisnis pembangkitan listrik—sedang bernegosiasi dengan Chevron untuk memastikan pasokan daya wilayah kerja Rokan bisa berlanjut. “Jika bersepakat, ke depan Pertamina Power menjadi pemasok listrik dan uap ke Pertamina Hulu Rokan,” ujarnya.
Adapun soal bahan kimia pada teknologi EOR, Fajriyah memastikan Pertamina akan menghormati hak kekayaan intelektual yang dimiliki Chevron. “Kami masih terus mendiskusikan hal itu dengan Chevron seraya mencari formula chemical EOR lain yang lebih efektif biayanya untuk meningkatkan produksi Rokan,” ucapnya.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo