Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga pekan memimpin perusahaan terbuka, Budiasto Kusuma mulai merasakan mudahnya menyusun strategi untuk mengembangkan bisnisnya. Bos PT Digital Mediatama Maxima Tbk ini mengaku tak lagi dipusingkan oleh urusan duit untuk memperlebar kanal layanan iklan digital. “Yang tadinya butuh waktu untuk pendanaan, sekarang kami bisa langsung melayani,” kata Budi, Kamis, 7 November lalu.
DMMX—kode emiten Digital Mediatama—resmi tercatat di papan pengembangan Bursa Efek Indonesia pada 21 Oktober lalu. Hingga April lalu, nilai aset perusahaan sebesar Rp 73,5 miliar. Dari pelepasan saham perdana kepada publik (initial public offering/IPO) sebanyak 35 persen, perseroan meraup dana Rp 619,23 miliar. Sebanyak 75 persen dari dana itu akan dipakai untuk modal kerja, seperti penyediaan perangkat layar dan perangkat lunak serta konstruksi pemasangan. Sisanya untuk pengembangan sistem informasi dan teknologi.
Selama ini Digital Mediatama menyediakan perangkat keras hingga jasa pengelolaan konten iklan digital di toko retail, seperti Indomaret, Alfamart, Alfamidi, Lawson, FamilyMart, dan Circle K. Pengguna layanannya juga berasal dari industri perbankan. “Pendanaan ini membuat peluang kami berekspansi makin jelas,” ujar Budi.
Dia optimistis meningkatnya kemampuan perusahaan untuk berekspansi akan menggenjot pendapatan menjadi sekitar Rp 100 miliar pada akhir tahun dari sebelumnya hanya Rp 33,1 miliar. Hingga April lalu, penjualan perseroan melonjak 281 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yang hanya Rp 8,71 miliar. “Momen digitalisasi toko retail sedang hot.”
Perusahaan teknologi lain, PT Envy Technologies Tbk (ENVY), lebih dulu merasakan manisnya dana segar lewat IPO awal Juli lalu. Dalam rapat umum pemegang saham luar biasa, Rabu, 6 November lalu, Direktur Utama ENVY Dato Sri Mohd. Sopiyan bin Mohd. Rashdi mengumumkan pendapatan perusahaan per September 2019 mencapai Rp 121,41 miliar, naik 147 persen dari periode yang sama tahun lalu. Laba bersih perusahaan juga melonjak 79 persen. “Sistem integrasi informatika menjadi penyumbang pendapatan terbesar,” kata Sri Mohd. Sopiyan.
Saat ini, aset perusahaan berlipat dari Rp 170,65 miliar menjadi Rp 361 miliar. Adapun ekuitas tercatat mencapai Rp 320,4 miliar. Dengan likuiditas tinggi, perusahaan berencana memperluas jangkauan bisnisnya di bidang analisis big data, kecerdasan buatan, serta Internet of things. Perusahaan yang beroperasi sejak 2004 ini juga akan mengembangkan blockchain, jasa keamanan siber, serta layanan QR Code Indonesia Standard.
DIGITAL Mediatama dan Envy Technologies hanya dua dari sembilan perusahaan teknologi yang kini melantai di bursa. Pasar modal dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menambah pendanaan usaha, juga buat memperluas promosi layanan dan memperbaiki tata kelola perusahaan.
Pada saat yang sama, tren ekonomi digital memperbesar minat investor mengoleksi saham mereka lantaran menganggapnya memiliki prospek bisnis menggiurkan. Tak ayal, hampir semua penawaran saham perdana perusahaan teknologi mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed). “Bisnis teknologi digital memiliki peluang dan pasar yang cukup besar,” ucap Direktur Utama PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto.
Bekerja sama dengan Macquarie Capital Securities Singapore Pte Ltd, Kresna Sekuritas menjadi penjamin emisi efek DMMX. Sebelumnya, perusahaan sekuritas ini mengantarkan sejumlah perusahaan teknologi lain menjadi emiten bursa, seperti PT Kioson Komersial Indonesia Tbk, PT M Cash Integrasi Tbk, PT NFC Indonesia Tbk, dan PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk.
Hal senada diutarakan analis Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan. Saham perusahaan teknologi diprediksi laris diburu investor. Banyak perusahaan teknologi dunia telah menunjukkan kinerja yang membaik setelah menjadi perusahaan terbuka. “Investasi di saham teknologi ini berisiko tinggi, tapi imbal hasilnya juga besar,” katanya.
Belakangan, dua perusahaan digital raksasa dalam negeri juga mengumumkan niat melepas saham ke publik. PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, pengembang aplikasi Gojek, menyatakan sedang menyiapkan rencana pencatatan saham perdana di Indonesia. Namun tak tertutup kemungkinan perusahaan dengan valuasi lebih dari US$ 10 miliar ini akan mendaftarkan saham di negara lain. “Dual listing sedang dipertimbangkan karena tergantung kondisi pasar dan pro-kontra setiap negara,” kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo, Sabtu, 2 November lalu.
CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan perusahaannya masih membutuhkan beberapa tahun ke depan untuk melakukan IPO. “Mulai tahun ini disiapkan,” ujarnya, Senin, 4 November lalu. “Tata kelola harus transparan dan kuat dulu. Perusahaan harus untung tahun depan,” tutur William. Untuk merapikan tata kelola korporasi, Tokopedia telah menunjuk mantan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Menurut Octavianus, yang juga Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia, perusahaan teknologi sekelas unicorn berpeluang masuk ke bursa. Namun perusahaan digital skala jumbo ini akan mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan go public. Sebab, aksi korporasi tersebut harus mendapat persetujuan dari para investor pendahulu, yang banyak di antaranya berasal dari modal ventura. Selain itu, dengan terdaftar di bursa, perusahaan tak lagi bisa terus-menerus “bakar duit” untuk memperluas pengguna layanan dan meningkatkan valuasi. “Mereka juga harus memenuhi syarat perpajakan dan tata kelola yang bagus,” kata Octavianus.
PUTRI ADITYOWATI, FRANSISCA CRISTY ROSANA, EKO WAHYUDI
IPO Korporasi Teknologi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo