Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berburu Pembisik Sampai ke Houston

SKK Migas meminta bantuan pakar eksternal untuk melihat kewajaran biaya pengembangan Masela. Unit pemeriksa internal mempertanyakan kapasitas mereka.

22 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Stewart Elliott (kiri) dan Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar (tengah), November 2018./energyworldcorp.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keputusan Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jaffee Suardin mendatangkan empat pakar gas alam cair dari luar negeri berbuntut pemeriksaan. Unit pemeriksa internal SKK Migas melihat keputusan itu tidak biasa. Baru kali itu SKK Migas harus mengundang pakar asing untuk menilai kewajaran dokumen rencana pengembangan pertama (plan of development I) proyek minyak dan gas.

Pemeriksaan ini bermula setelah Jaffee mengabari Indonesia Inpex Masela Ltd tentang penunjukan dua tenaga ahli melalui surat tertanggal 15 Januari 2019. Pakar tersebut akan meninjau hal teknis dalam perencanaan pengembangan Lapangan Abadi wilayah kerja Masela. Mereka adalah Kepala Teknologi Sofec Inc Arun Duggal dan Sanjai Jatar dari Great Circle Offshore & Marine LLC. “Lingkup pembahasan tinjauan teknis pengembangan Lapangan Abadi adalah semua, dari metocean sampai desain FPSO (Hull dan Stationkeeping) dan OLNG,” kata Jaffee dalam suratnya. 

Dua pekan kemudian, Jaffee kembali menyurati Inpex. Dalam suratnya, Buyung—sapaan Jaffee—memberi tahu bahwa ada tambahan dua pakar. Mereka adalah Stewart Elliott, Direktur Utama Energy World Corporation (EWC), dan K.P. Wong, direktur eksekutif perusahaan yang sama. EWC adalah kontraktor kontrak kerja sama blok gas alam Sengkang di Wajo, Sulawesi Selatan. Berbeda dengan dua pakar sebelumnya, Elliott dan Wong hanya ditugasi meninjau rencana fasilitas kilang darat gas alam Masela (OLNG).

Sanjai Jatar dari Great Circle Offshore & Marine LLC./energyworldcorp.com

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebenarnya sudah mengumumkan keterlibatan pakar asing untuk menilai pre-front-end engineering design (pre-FEED) Blok Masela, yang cadangan gas alamnya mencapai 10,2 triliun kaki kubik. Namun Dwi merinci alasan di balik penunjukan itu belakangan. “Kami baru sadar bahwa kami kekurangan tenaga ahli untuk bisa menghadapi proyek besar,” tutur Dwi di Jakarta, Kamis, 21 Maret lalu. 

Inpex, pemegang share 65 persen di Blok Masela, memaparkan dokumen pre-FEED pengembangan Masela di depan SKK Migas pada Oktober 2018. Dalam dokumen itu terdapat estimasi biaya proyek sebesar US$ 25 miliar atau Rp 354 triliun dengan kurs Rp 14 ribu—yang belakangan turun menjadi US$ 20,3 miliar atau Rp 288 triliun. Menurut Dwi, saat memelototi rincian desain pengembangan itulah SKK Migas menyadari kekurangannya. “Di titik inilah, jujur, SKK Migas membutuhkan bantuan ahli dari luar,” ujarnya. 

Menurut Dwi, Buyung kemudian mencari informasi di Houston, Amerika Serikat, pusat berkumpulnya pakar dan pekerja migas dunia. “Dia kan tahu ahli di sana siapa saja dan yang memungkinkan untuk dipakai,” ucap Dwi. Estimasi Forbes pada Agustus 2018, ada 175 ribu pekerja sektor migas yang berbasis di Houston. Sebelum balik ke Indonesia, Buyung dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar juga membangun karier di sana. 

Dari penelusuran di Houston, SKK Migas menemukan dua nama, yakni Arun Duggal dan Sanjai Jatar. Adapun dari dalam negeri terpilih dua nama petinggi EWC: Stewart Elliott dan K.P. Wong. “Orang-orang ini pengalamannya banyak di luar negeri,” ujar Dwi. 

Belakangan, penunjukan empat pakar itu dipermasalahkan. Pemeriksa internal SKK Migas mempertanyakan kapasitas dua petinggi EWC dalam menilai pre-FEED Blok Masela. 

Sejumlah pejabat di SKK Migas menyatakan pemeriksa internal ragu karena EWC di Indonesia hanya mengelola Blok Sengkang, yang cadangan gas terbuktinya sebesar 800 miliar kaki kubik dengan sumber daya gas 2 triliun kaki kubik. Padahal sumber daya gas alam Masela mencapai 10,2 TCF. “Sengkang itu kecil, tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk Masela,” kata seorang sumber. Proyek kilang darat Sengkang pun sedang berhenti karena tersandung masalah hutan lindung.   

Pemeriksa internal, sumber tersebut melanjutkan, juga merunut kapasitas dua ahli lain dari Houston. Hasilnya serupa. Kapasitas dua pakar itu diragukan. “Ada indikasi pakar ini tidak paham apa yang dievaluasi dalam pre-FEED,” tutur sumber yang mengetahui pemeriksaan para ahli itu. 

Pemeriksa internal juga memeriksa keterkaitan keempat pakar dengan konsorsium-konsorsium yang biasa menggarap proyek offshore dan onshore gas alam cair (LNG) dunia. Tim hendak mengetahui ada-tidaknya konflik kepentingan. Selain itu, tim menyelisik ada-tidaknya pengarahan untuk menggunakan teknologi tertentu dalam proyek Masela. 

Dengan melihat dokumen pre-FEED, para pakar tersebut mengetahui jeroan proyek Masela. Kondisi ini sangat menguntungkan bila mereka kelak mengikuti tender dalam proyek. “Sejauh ini mereka tidak terafiliasi dengan konsorsium penggarap proyek LNG,” ujar seseorang yang mengetahui temuan pemeriksa internal SKK Migas. “Tapi nanti mereka juga tidak boleh terlibat dalam tender pengerjaan proyek Masela.”     

Dimintai konfirmasi tentang pemeriksaan internal tersebut, Kepala Unit Pengawas Internal SKK Migas Taslim Yunus enggan memberikan tanggapan. Adapun Buyung, yang dihubungi pekan lalu, tak merespons upaya konfirmasi Tempo.   

Konfirmasi datang dari Dwi Soetjipto. Ia membenarkan ada pemeriksaan internal. Namun ia memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam keterlibatan empat pakar itu, apalagi sampai pengarahan penggunaan teknologi tertentu dalam proyek Masela. “Tidak sampai ke arah sana,” tuturnya. 

Dwi sepakat Blok Sengkang terlalu kecil bila dibandingkan dengan Masela. Namun bukan berarti dua ahli yang didatangkan dari EWC tidak layak dijadikan pakar. Menurut Dwi, pelibatan dua petinggi EWC dan dua pakar dari Houston hanya bertujuan meyakinkan SKK Migas bahwa angka-angka yang disodorkan Inpex dalam pre-FEED sudah masuk akal. “Mengarah pada angka kewajaran capital expenditure saja,” ucapnya. “Mereka tidak sampai menghitung angka sendiri. Kami yang menghitung.”   

Angka belanja modal pengembangan Masela memang membikin SKK Migas pening. Awalnya Inpex menyodorkan US$ 25 miliar. Angka itu kemudian turun menjadi US$ 20,391 miliar atau Rp 288 triliun. Sedangkan SKK Migas memprediksi biaya pengembangan itu semestinya bisa turun hingga di angka US$ 16,938 miliar atau Rp 239,8 triliun. Biaya ini nantinya berimbas langsung pada persentase bagi hasil dan insentif dalam kontrak cost recovery Blok Masela. 

Itu sebabnya SKK Migas kemudian meminta bantuan pakar eksternal untuk memeriksa apakah asumsi-asumsi yang disodorkan Inpex wajar atau kemahalan. Seorang petinggi di SKK Migas menyatakan keputusan melibatkan pakar eksternal ini membuat Inpex tidak nyaman. Sebab, pakar masuk setelah dokumen pre-FEED rampung disusun. “Kalau mau fair, pakar masuk sejak awal penyusunan pre-FEED, biar sama-sama tahu,” kata sumber ini. 

Dokumen pre-FEED disusun perusahaan konsultan lewat tender yang telah disupervisi SKK Migas. Tender berlangsung pada Januari 2018. Pada awal April 2018, Inpex mengumumkan pemenang tender, yakni PT KBR Indonesia serta konsorsium PT Technip Engineering Indonesia dan PT Technip Indonesia. KBR menggarap desain awal fasilitas kilang gas alam cair di darat (onshore), sementara Technip mengerjakan desain awal fasilitas produksi terapung (floating production storage and offloading).   

Inpex menyatakan tidak bisa mengomentari keterlibatan pakar eksternal yang turut mengevaluasi pre-FEED Masela. Senior Specialist Media Relations Inpex Corporation Moch. Nunung Kurniawan mengatakan Inpex saat ini hanya berfokus melanjutkan diskusi intensif dengan SKK Migas mengenai poin-poin dalam plan of development Blok Masela. “Agar proyek ini efisien dan keekonomiannya kompetitif,” ujarnya.

Proyek Tertunda Blok Masela

 

Proyek Tertunda Blok Masela

 

Proyek Tertunda Blok Masela

KHAIRUL ANAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus