Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Negara Tidak Boleh Rugi

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

22 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Blok Masela menjadi salah satu pekerjaan besar Dwi Soetjipto, 63 tahun, sejak ia menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Mantan Direktur Utama Pertamina tersebut pernah menargetkan pengembangan blok yang menyimpan cadangan gas 10,7 triliun kaki kubik ini rampung pada awal 2019. Harapannya: operasi bisa dimulai sebelum 2027, satu tahun lebih cepat dari target awal. Namun, hingga pekan lalu, pemerintah tak kunjung menyetujui rencana pengembangan Blok Masela.

Padahal Inpex Masela Ltd sudah mengajukan revisi rencana pengembangan sejak Oktober 2018. Alotnya negosiasi menyebabkan target meleset. Salah satunya perihal tarik-ulur biaya investasi yang belum memperoleh lampu hijau, baik dari SKK Migas maupun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Karena, kalau biayanya mahal, pasti mereka minta tambah-an bagi hasil dan insentif untuk mengejar tingkat keekonomian,” kata Dwi kepada Khairul Anam dan Retno Sulistyowati dari Tempo di Jakarta, Kamis, 21 Maret lalu.

 

Kenapa persetujuan biaya pengembangan dalam revisi rencana pengembangan berlarut-larut?

Ini megaproyek yang biaya investasinya harus dikembalikan menggunakan skema cost recovery. Dalam desain proyek, di samping masalah kebutuhan peralatan dan kapasitas, pasti dimasukkan angka pengaman. Jangan memasukkan angka pengaman dengan kondisi lingkungan terlalu tinggi. Inpex, misalnya, berasumsi bahwa akan ada hurricane di wilayah itu, seperti yang terjadi di Australia. Kalau asumsi itu dipakai di Masela, tentu biaya pengembangannya akan menjadi mahal.

Sudah sampai mana prosesnya?

Beberapa desain teknis sudah mulai kami sepakati. Belakangan saya sadar harus mulai terlibat. Makanya saya mulai masuk ke hal-hal detail agar mencapai titik temu. Kami juga tengah mengecek kuantitas desain teknis yang telah disepakati sehingga mendapatkan angka tertentu. Inilah yang secara maraton kami kerjakan dalam beberapa hari terakhir. Kami akan bahas satu per satu sampai selesai. Kami bertekad merampungkannya secepat mungkin. Untuk bisa mengerucut ke arah sana memang butuh pengalaman. Di titik inilah SKK Migas membutuhkan bantuan tenaga ahli dari luar.

Apakah SKK Migas tidak punya tenaga ahli di bidang ini?

Kalau dari lingkup internal sendiri, tidak ada. Itu sebabnya SKK Migas harus bekerja sama dengan konsultan atau pakar yang hanya dipakai saat kami membutuhkan. Bentuknya seperti kerja sama dengan firma hukum. Tapi sekarang kami masih belum ada ikatan tertentu dengan konsultan dari luar.

Kenapa bisa begitu?

Saya melihat pola pikir SKK Migas selama ini adalah pengawasan. Yang mengusulkan rencana pengembangan adalah kontraktor kontrak kerja sama. Kalau ingin yakin dengan angka-angka yang mereka sodorkan, kita harus ahli di bidang itu. Bila tidak, kita setuju-setuju saja. Makanya saat ini jiwa kami bertarung. Kami sedang tekan agar biaya yang mereka ajukan bisa turun lagi. Kami harus meninjau ulang supaya dalam skema bagi hasil ini pemerintah tidak dirugikan.

Kenapa baru belakangan menunjuk langsung tenaga ahli dari luar? 

Kami baru sadar kekurangan pakar untuk bisa menilai proposal sebuah proyek besar, sementara Inpex dan Shell sudah punya ahli sendiri. Maka kami cari tenaga ahli ke Houston, Amerika Serikat, yang memahami bidang ini.

Dua dari para pakar ini bekerja di perusahaan yang menjadi kontraktor Blok Sengkang, yang tidak sebesar dan serumit Blok Masela. Apakah kompetensi mereka sepadan?

Orang-orang ini mengerjakan proyek-proyek lain dan punya banyak pengalaman di luar negeri. Mereka dipakai bukan karena Blok Sengkang kecil, tapi karena keahliannya.

Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar ikut rapat dengan para tenaga ahli. Apakah tidak cukup hanya menerima laporan dari Anda? 

Sepertinya beliau memandang perlu ikut karena ini proyek besar. Ia ingin mengecek dan mendengar langsung dari para ahli. Asalkan untuk Merah Putih kan tidak ada masalah.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus