Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS) mengatakan buruh di perkebunan sawit punya beban berlipat dan berpotensi terus bertambah berat dalam menjalani pekerjaannya. Koordinator TPOLS Rizal Assalam mengatakan salah satunya karena banyak buruh sawit yang masih dipekerjakan dengan status yang tidak jelas. Hal tersebut masih terjadi sepanjang tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Buruh kebun cenderung dipekerjakan secara musiman dengan status kerja yang tidak jelas," kata Rizal dalam konferensi pers catatan akhir tahun buruh perkebunan sawit 2024 pada Jumat, 27 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan status itu, Rizal mengatakan buruh perkebunan sawit tidak mendapat hak-hak sebagai pekerja, salah satunya cenderung bergelut dengan persoalan standar upah yang rendah. Pasalnya, pengusaha sawit sering menggunakan sistem upah satuan hasil dan satuan hari kerja.
"Itu memaksa buruh untuk memobilisasi anggota keluarganya, termasuk anak-anak, atau yang kita kenal sebagai masalah buruh anak," tuturnya.
Selain itu, pengurus Serikat Pekerja Sawit Indonesia Dianto Arifin mengatakan kondisi kerja buruh perkebunan sawit masih jauh dari layak membuatnya tidak mendapatkan jaminan dalam pekerjaan. Selain itu buruh juga tidak menerima pemeriksaan kesehatan yang memadai, maupun alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar.
"Padahal seharusnya disediakan secara gratis oleh perusahaan," kata Dianto.
Oleh karena itu, Dianto mengatakan Serikat Pekerja Sawit Indonesia berharap perusahaan untuk menyediakan APD dan alat kerja secara gratis demi mendukung produktivitas di perkebunan. Ia juga menyoroti minimnya pengawasan ketenagakerjaan yang jarang turun langsung untuk memeriksa kepatuhan perusahaan terhadap peraturan ketenagakerjaan.
Lebih jauh, Arifin meminta pemerintah untuk memperkuat fungsi pengawasan melalui dinas ketenagakerjaan di masing-masing wilayah. Hal tersebut agar dapat memperbaiki kondisi kerja, hubungan kerja untuk tahun-tahun mendatang bagi pekerja perkebunan sawit.
"Nah dalam 12 bulan di tahun 2024, banyak mencatat masalah dari masalah agraria, konflik lahan, konflik horisontal antara buruh dan masyarakat sekitar yang selalu dibenturkan juga diperburuk dengan masalah hubungan industrial yaitu konflik buruh dengan perusahaan," katanya.