Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Kursi Kadin-1

Kursi Ketua Umum Kadin, yang ditinggalkan M.S. Hidayat, diincar banyak kandidat. Cara ampuh menuju kursi menteri?

10 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIMPUNAN Pengusaha Muda Indonesia merapatkan barisan. Petinggi dan para mantan ketua umum berkumpul di Bimasena Club, Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin malam pekan lalu. Semua tampil necis dengan setelan jas warna gelap dan senyum lebar.

Hadir di sana, antara lain, bos Sahid Group, Hariyadi Sukamdani; pemilik kelompok usaha Ariobimo, Sharif Cicip Sutardjo; mantan Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Muhammad Lutfi; dan bos Saratoga Investama Sedaya, Sandiaga Uno. Juga CEO Bosowa Group, Erwin Aksa.

Para bos ini punya hajatan penting: membahas rencana suksesi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dalam musyawarah nasional, Agustus mendatang. Mereka tak ingin suara organisasi terbelah dalam proses pemilihan nakhoda Kadin. ”Hipmi ingin punya satu suara,” kata Cicip, mantan ketua umum dua periode 1983-1989, ketika dimintai konfirmasi Kamis pekan lalu.

Peran Hipmi memang cukup diperhitungkan. Sederet lulusannya menjadi pejabat teras di Kadin, organisasi induknya. Aburizal Bakrie, Abdul Latief, Siswono Yudohusodo, Agung Laksono, Aksa Mahmud, Hariyadi, Lutfi, Cicip, Adi Putra Tahir, juga Sandiaga adalah mantan Ketua Umum Hipmi. Di provinsi dan kabupaten, kader Hipmi juga mendominasi kepengurusan Kadin daerah.

Suksesi Kadin kali ini adalah amanat musyawarah nasional khusus di Hotel Ritz-Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 23-25 April lalu. Menurut Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat, agenda pertemuan sebenarnya merevisi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk menyelesaikan kasus rangkap jabatan yang kini dia alami. Hidayat saat ini Menteri Perindustrian di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam periode kedua ini, Hidayat masih bakal memimpin Kadin empat tahun lagi. Suara yang menginginkan Hidayat—yang pada 2008 dipilih melalui musyawarah nasional secara aklamasi—tetap duduk nyaman di kursi Kadin-1 pun terdengar. Lagi pula, tak ada larangan resmi untuk itu. ”Posisi rangkap jabatan justru strategis menjembatani kepentingan pengusaha dan pemerintah,” kata La Nyala M. Mattaliti, Ketua Kadin Jawa Timur.

Namun Mantan Ketua Umum Hipmi Jawa Barat ini merasa tidak maksimal menjaga dua kantor. Apalagi sebelumnya Presiden Yudhoyono menganjurkan Hidayat meninggalkan Kadin. Maka, dalam pidato pembukaan musyawarah nasional khusus, Jumat malam tiga pekan lalu, Hidayat minta disiapkan aturan untuk mengundurkan diri sebagai ketua. ”Saudara-saudara yang punya hak menetapkan mekanisme, saya akan mengikuti,” katanya.

Menurut pejabat sementara Ketua Umum Kadin Adi Putra Tahir, ada aturan pergantian antarwaktu bila ketua umum berhalangan, yakni menunjuk salah satu wakil ketua umum sebagai pengganti. Persoalannya, masa tugas Hidayat masih tersisa lebih dari separuh periode hingga 2014. Itulah sebabnya, Kadin sepakat membuat mekanisme pengunduran diri dan percepatan musyawarah nasional untuk memilih ketua umum baru. Dalam tempo sebulan Hidayat harus menunjuk ketua penggantian antarwaktu. Ketua transisi inilah yang bertugas menyiapkan musyawarah nasional percepatan.

Nah, dalam persiapan menuju musyawarah nasional, terjadi kericuhan. Satu kubu berkeras bahwa persiapan itu membutuhkan waktu sekitar setahun. Alasannya, AD/ART baru mesti disahkan melalui keputusan presiden, seperti yang selama ini terjadi.

Kubu lain berpendapat, persiapan musyawarah nasional cukup satu bulan. Pengesahan AD/ART oleh pemerintah pun bukan keharusan. Justru, hal itu menunjukkan bahwa Kadin tidak mandiri. ”Banyak kepentingan berseliweran di sini,” kata sumber Tempo. Peserta yang menginginka segera digelar musyawarah nasional diduga khawatir tidak kecipratan ”rezeki” pemilu Kadin. Bila kelamaan, daerah keburu melaksanakan musyawarah daerah. ”Kalau yang bersangkutan tidak terpilih lagi menjadi Ketua Kadin daerah, enggak bisa ikut pesta dia,” kata si sumber.

Perundingan tertutup pun digelar. Tim perumus membahas waktu musyawarah nasional dan perubahan AD/ART. ”Sidang memang alot,” kata sumber Tempo. Ketegangan memuncak. Seorang peserta dari Sulawesi Selatan nekat masuk ruangan. Suasana rapat berubah gaduh dan kisruh. Ada peserta yang naik ke meja. ”Beberapa anggota tim perumus walk out, keluar dari ruangan,” kata sumber yang menyaksikan kejadian itu.

Walhasil, pertemuan yang dijadwalkan dua hari pun molor menjadi tiga hari. Para peserta kemudian sepakat bahwa musyawarah nasional percepatan digeber empat bulan lagi, yakni Agustus 2010.

l l l

BELUM lagi hawa panas dari musyawarah nasional khusus itu mereda, bursa calon Ketua Umum Kadin telah ramai. Ada tujuh nama yang kerap disebut: Suryo Bambang Sulisto, Rachmat Gobel, Sharif Cicip Sutardjo, Chris Kanter, Sandiaga Salahuddin Uno, Hariyadi B. Sukamdani, dan Wisnu Wardhana. Lima nama terakhir adalah kader Hipmi. Suryo dan Cicip sebelumnya maju dalam munas Kadin pada Desember 2008, tapi kalah bersaing dengan Hidayat.

Kursi Ketua Umum Kadin selalu jadi incaran. ”Harga Kadin sekarang sudah tinggi,” kata Adi Putra. Dua ketua umum organisasi ini diangkat sebagai menteri, yakni Aburizal Bakrie dan Hidayat. Namun, Adi menambahkan, pemilihan keduanya juga didukung faktor personal. Bukan semata urusan institusi. ”Keduanya memang bisa memainkan peran,” kata Adi Putra.

Dari ketujuh kandidat, cuma Suryo dan Chris yang terang-terangan berniat mencalonkan diri. ”Sebagai kandidat paling senior, jam terbang saya cukup,” kata Suryo. Berbagai departemen di Kadin pernah dia pimpin, dari departemen investasi, pertambangan, luar negeri, promosi, perdagangan, hingga pariwisata. Dia juga pernah menjadi duta besar keliling pada era Presiden Habibie. ”Saya merasa cukup mantap,” kata Suryo, yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia ini.

Chris Kanter tak mau kalah. ”Saya sudah 16 tahun menjadi wakil ketua umum, periode Aburizal Bakrie dan Hidayat,” ujarnya. Masalahnya, hak suara ada di Kadin daerah dan asosiasi.

Kabarnya, Gembong—panggilan akrab Suryo—paling aktif bergerilya ke berbagai daerah dan asosiasi. Ia rajin mengundang makan perwakilan Kadin daerah di Epicentrum, kawasan eksklusif milik PT Bakrieland Development di Rasuna Said, Jakarta. ”Boleh-boleh saja, kan? Namanya juga lobi menjelang suksesi, sah-sah saja,” katanya. Dia optimistis, dukungan bakal mengalir dari Indonesia timur, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Kadin Sulawesi Selatan termasuk yang memberi dukungan kepada Suryo. ”Pak Suryo sosok yang ideal,” kata Ketua Kadin Sulawesi Selatan Zulkarnain Arif. Suryo dianggap mampu membawa aspirasi pengusaha lokal.

Menurut Zulkarnain, dukungan ini tidak ada kaitannya dengan arahan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. ”Kadin itu independen, itu gosip murahan,” katanya.

Suryo kabarnya didukung Aburizal ”Ical” Bakrie. Berbagai sumber menyebutkan, Ical bahkan merilis instruksi khusus: kader Golkar yang menjadi pengurus Kadin daerah mesti turut menyukseskan Suryo menjadi Kadin-1. Suryo, dikenal sebagai orang kepercayaan Ical, tak menampik kabar itu.

Aksi dukungan partai politik itulah yang mengusik Hipmi dan menggiring pentolannya untuk merapat. Konon, pertemuan Bimasena itu manjur. Para kandidat dari kubu Hipmi menahan diri, menunggu kesepakatan satu suara tercapai. Cicip, Hariyadi, Sandi, dan Wisnu urung mendeklarasikan pencalonan mereka. Cicip, yang sebelumnya terbuka menantang Suryo, tiba-tiba berubah. ”Saya belum menyatakan maju, masih mikir,” kata mantan anggota MPR ini.

Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa menegaskan, organisasinya memang akan mengusung satu nama. Mereka akan menggelar konvensi dalam waktu dekat. Kader Hipmi di daerah diminta memberikan masukan. Dan nama-nama yang terjaring akan diputuskan oleh badan pengurus pusat, yang berkonsultasi dengan dewan pembina dan dewan kehormatan. ”Yang pasti, kami memilih kader yang memiliki track record yang jelas, terukur, dan kredibel,” kata Erwin.

Retno Sulistyowati, Nieke Indrietta (Jakarta), Rohman Taufiq (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus