Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Berita Meja Hijau

Ketua dewan kehormatan PWI Sujarwo Tjondronegoro menegur koran Berita Yudha dan Kompas karena berita proses pengadilan di koran tersebut dianggap kurang hormat. Agar lebih memperhatikan kode etik.

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP hari kerdja, Pengadilan Negeri Istimewa Djakarta penuh orang ada jang dituduh maling, atau memang maling, atau anti-maling dan tidak sedikit mereka jang mau memberitakan soal pengadilan permalingan. Jang terachir ini setjara umum disebut wartawan, dan setjara chusus disebut wartawan pengadilan. Melihat bahwa berita pengadilan dalam koran harian atau koran minggu tjukup mendapat ruangan, peranan wartawan pengadilanpun tjukup diakui oleh para pemimpin redaksi. Tapi nampaknja tidak semua mereka punja mutu jang harus diakui. Dua minggu jang lalu Dewan Kehormatan PWI, jang diketuai Sudjarwo Tjondronegoro SH dan bersekretaris H. Mahbub Djunaidi menundjukkan sekali lagi aktivitasnja dalam menegur suratkabar jang agak kurang terhormat penulisan beritanja. Mulanja begini. Seorang bernama Jan Moenirhan menulis surat pembatja diharian Berita Yudha dan Kompas pertengahan Djuni dan awal Djuli jang lalu. Dia diadili karena suatu tuduhan, dan koranpun memberitakannja. Tapi rupanja pemberitaan itu kurang rapi, hingga Jan Moe namun jang belum tentu bersalah, dan ter-njata memang oleh hakim dibebaskan merasa divonnis oleh pers sebagai orang berdosa. Maka Dewan kehormatan PWI pun bertindak. Dikeluarkanlah pernjataan: "Dewan Kehormatan PWI mengkonstatir memang masih terdapat pemberitaan pers-jang tidak bidjaksana terhadap diri seseorang jang dimuat dalam proses pengadilan, sehingga bisa mengakibatkan tertjemar namanja dimuka umum, padahal orang tersebut belum tentu bersalah". Karena itu, Dewan "menjerukan kepada penerbitan pers, agar lebih memperhatikan bunji fasal 3 ajat 4 Kode Ethik Djurnalistik" Apa bunjinja? "Pemberitaan tentang djalannja pemeriksaan pengadilan bersifat informatif dan jang berkenaan dengan seseorang jang tersangkut dalam sesuatu perkara tapi belum dinjatakan bersalah oleh Pengadilan dilaksanakan dengan penuh bidjaksana, terutama mengenai nama dan identitas jang bersangkutan". Chusus mengenai nasib Jan Moenirhan, Dewan Kehormatan "mewadjibkan untuk memuat djuga keputusan Pengadilan jang membebaskan Sdr. Jan Moenirhan". Foto. Dari peringatan Dewan Kehormatan PWI itu tampaklah bahwa pemberitaan proses pengadilan dipers Indonesia masih agak brengsek. "Sifat informatif -- dan tidak dibumbui sikap memihak si terdakwa atau djaksa -- kadang-kadang dilupakan. Dalam perkara diadilinja pengatjara Yap Thian Elien ditahun 1968, misalnja tatkala Yap berhadapan dengan beberapa pedjabat tinggi kepolisian dan kedjaksaan, pemberitaan pers Pemerintah terasa diwarnai sikap anti-Yap. Dalam perkara pengadilan Hafas djuga nampak ada tendensi begitu, meskipun kurang kentara. Ini sudah tentu bisa mempengaruhi keputusan hakim, walaupun tentu sadja hakim seharus-nja bebas dari tekanan apapun. Jang lebih gawat lagi ialah bahwa reportase jang gegabah bisa mendjatuhkan nama baik seseorang jang tertuduh, tapi belum divonnis. Di Inggeris hal sematjam itu bisa dianggap menghina pengadilan, dan bahkan konon kabarnja di Skotlandia ada undang-undang jang sama sekali melarang proses pengadilan diberitakan dikoran. Di Amerika Serikat memotret dalam sidang pengadilan dilarang -- satu hal jang tidak berlaku di Indonesia dimana fotograf-fotograf dengan bebas, bahkan kalau perlu dari belakang hakim, memotret tertuduh. Dari kalangan pengadilan djuga ada warta bisik-bisik lain tentang wartawan. Kata jang empunja bisik, beberapa wartawan -- tidak semuanja tertjatat sebagai wartawan tetap suatu penerbitan -- ada jang memanfaatkan keadaan untuk kantong. Chususnja dalam pembe-ritaan peristiwa tjek kosong. Seorang pedagang jang terlibat perkara tjek kosong didatangi wartawan-wartawan, atau mendatangi wartawan, dan terdjadilah penjogokan. Si wartawan terima duwit dan si pedagang tjek-kosong minta agar namanja tidak dimuat, supaja usaha dan bonafiditas palsunja tidak rontok. Dalam hal demikian kehendak untuk tidak "merugikan nama baik" tentu sadja tidak tjotjok dengan Kode Ethik, sebab soalnja disini jang djadi motif ialah menguntungkan dompet. Inisial. Jang masih djadi problim buat wartawan pengadilan ialah: haruskah nama lengkap tertuduh ditjantumkan dalam berita, ataukah tjuma inisialnja sadja? Adat-istiadat memakai inisial ini seka-rang praktis punah, dan hampir tak mungkin apabila jang diadili ialah orang-orang terkenal. Djuga djadi problim sampai berapa akurat reportase pengadilan dibikin para wartawan jang djarang sekali memakai pita rekaman -- sementara mereka sedikit jang bisa pakai huruf-huruf bengkok steno dan sementara ada pengadilan didaerah jang tak mengidjinkan pita rekaman dipakai? Bukan rahasia lagi bahwa banjak wartawan ketahuan kurang punja kemampuan untuk melaporkan setiap pertjakapan setjara akurat. Kadang-kadang mereka mengambil perumusan sendiri apa jang dikatakan oleh seorang. Menurut pengalaman sudah tentu hal itu disebabkan oleh kekurangan wartawan djuga. Tapi dilain flhak harus ditjatat bahwa banjak orang Indonesia, meskipun ia seorang sardjana hukum, kurang bisa merumuskan fikirannja dengan bahasa jang teratur dan djelas. "Di Amerika Serikat", kata seorang redaktur, "dimana sedjak ketjil peladjar dan mahasiswa dilatih pidato dan debat dan mengekspresikan diri setjara djelas, bahkan menarik, para reporter tidak banjak mengalami kesulitan. Tapi di Indonesia dari hakim sampai Menteri Peneranganpun sering sulit difahami apa maksud omongannja jang pandjanglebar dan menjimpang kesana kemari. Bagaimana akan membikin reportase jang baik?" Ja, bagaimana, ja?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus