TERBAKARNYA rig pengeboran minyak milik Zapatta Enterprise, di lepas - pantai Madura, tak akan menyulitkan kontraktor Kodeco Energy Co. untuk melanjutkan pengeborannya. Sumber dari Pertamina mengatakan, sekarang ini rig mudah dicari. Dari sekitar 70 anjungan yang disewakan oleh beberapa perusahaan seperti Zapatta di Indonesia, banyak yang menganggur. Padahal, tarif sewa yang mereka tawarkan cukup murah dibandingkan 3-4 tahun silam. Rig Zapatta Enterprise tersebut disewa Kodeco US$ 16.000 per hari, padahal sewaktu terjadi ledakan pasaran minyak 1980-1981 tarifnya mencapai US$ 40.000 per hari untuk satu anjungan lepas pantai. Sedangkan tarif sewa pengeboran darat, kalau dulu pernah mencapai US$ 10.000 per hari, kini sekitar US$ 7.000 per hari. Tarif itu ternyata sudah sangat mencemaskan pengusaha penyewaan. "Tarif sekian itu kadang-kadang habis hanya untuk biaya operasi. Biaya pemeliharaan saja, misalnya, minimal senbu dolar per hari," kata Arifm Panigoro, presiden direktur PT Meta Epsi Drilling Co. (MEDCo), pemilik rig darat terbesar di Indonesia. Risiko terbakar sudah lumrah, sehingga - dengan sendirinya perusahaan harus mengasuransikannya. Rig-rig MEDCo diasuransikan dengan nilai US$ 5,5 juta, sedangkan premi yang dibayarnya setiap tahun US$ 40.000. Kekhawatiran Arifin cukup beralasan. Usia pakai rig darat hanya 8-10 tahun, sehingga bila pasaran belum membaik sekitar lima tahun lagi, berarti peralatan tersebut akan menjadi besi tua sebelum memberi untung. Dari ketujuh rig MEDCo, tiga belum lunas pembayarannya. Persaingan paling ketat terjadi di kalangan pengusaha rig lepas pantai karena banyak perusahaan asing yang beroperasi di sini, dan berani main banting tarif. Kebanyakan perusahaan tersebut diundang Pertamina. Padahal, mereka datang umumnya ketika pasaran sudah lesu di seluruh dunia. PT Bosara MuIya, yang berpatungan dengan Riding and Battes, AS, juga harus bersaing. Riding and Battes sendiri kini menyewakan anjungan darat dan lepas pantai di seluruh dunia. PASARAN rig sewaan, sekarang ini, menurut Basuki S. Hardjosoekatmo, presiden direktur PT Bosara Mulya, sebenarnya sudah mulai membaik. Tahun 1982, tarif sewa anjungan lepas pantai sempat turun sampai US$ 12.000 per hari. Tahun lalu Bosara ikut juga menawarkan tender pada kontraktor Kodeco dengan harga US$ 14.000 per hari. Tapi, ternyata, yang dipilih tawaran Zapatta Enterprise, dengan tarif US$ 16.000. "Untung saja, bukan kami yang menang," tutur Basuki. Enam rig lepas pantai milik Bosara Mulya kini dipakai kontraktor Arco, Conoco, dan Union. Tarifnya? "Sekarang ini asal bisa dapat uang tunai saja," kata Basuki. Kendati tarif lepas pantai itu masih dua kali tarif darat, tapi rig-rig yang setiap hari digigit air garam dan diterpa ombak itu tentu membutuhkan biaya pemeliharaan lebih mahal. Basuki mengaku bahwa perusahaannya masih belum menguasai penuh teknik pemeliharaan. Berbagai komponen harus senantiasa diganti untuk menjaga ketahanan produksinya. Sebab, rig lepas pantai, yang kini berharga sekitar US$ 40 juta itu, menurut Arifin, bisa produktif hingga usia 40 tahun. Mengingat panjangnya masa produktif itu, rendahnya tarif sewa sekarang ini belum terlampau dicemaskan Basuki. Kontraktor asing di Pertamina baru-baru ini, menurut Basuki, sudah mulai menaikkan tarif mereka karena yakin kegiatan eksplorasi dan pengeboran akan membaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini