Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Atap marunda

Pusat industri kayu di marunda, jakarta, akan dikelola di bawah 1 atap, yaitu pt marunda. masih ada pertentangan diantara instansi-instansi pemegang saham. itb menawarkan pembuatan break water dari ferosemen.(eb)

27 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUSAT industri kayu pertama yang hendak dibangun di Marunda, Jakarta, akhirnya akan dikelola di bawah satu atap. Akta perusahaan tersebut, PT Marunda hendak dibuat di depan notaris, Senin pekan depan. Semula, proyek tersebut hendak dikelola oleh beberapa departemen, karena menyangkut pengelolaan jalan (Departemen PU), industri (Perindustrian), perkantoran niaga (Perdagangan), pelabuhan (Perhubungan), terminal kayu (Kehutanan), dan pemerintah DKI sebagai yang ketempatan proyek. Proyek serupa direncanakan pula di Mororedjo (Semarang), Kanci (Cirebon) Surabaya, Muara Sabak, Telok Aer, Banjarmasin, dan Sampit. Pusat perkayuan Marunda akan meliputi 410 hektar. Fasilitas yang hendak dibangun di situ terdiri dari pelabuhan, pendaratan kayu, tempat penimbunan, terminal angkutan, pengolahan, perumahan karyawan, perkantoran, jalan, jalur hijau, dan taman. Biaya pembangunannya yang disediakan, menurut ketua seluruh proyek di Indonesia dari Departemen Kehutanan, Gani Abu, sekitar Rp 56 milyar - padahal konsultan memperhitungkan minimum Rp 68 milyar. Kendati proyek sudah ditentukan akan ditangani oleh satu PT, rupanya masih ada pertentangan kepentingan masing-masing dl antara instansi yang memegang saham PT Marunda itu. Satu hal yang menonjol dalam perdebatan yakni mengenai pembuatan penahan gelombang di pelabuhan kayu tersebut. Semula, direncanakan konstruksi konvensional, yang terbuat dari baja. Pemecah gelombang sepanjang 2.000 m, bila memakai sistem itu, ditaksir surveyor akan makan biaya Rp 6 Juta per meter. Usul itu ternyata ditolak pemilik proyek dengan alasan terlalu mahal. Sebuah tim ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) kemudian mengajukan usul pembuatan break water yang terbuat dari ferosemen. Bentuknya seperti tembok, terbuat dari campuran pasir halus, semen, dan air dengan menggunakan kerangka baja ditambah jala yang disusun rapat. Ketebalannya cukup 3 cm, sehingga tak terlalu berat dan pondasinya pun tak harus sekukuh pondasi pelat beton yang lazimnya setebal 20 cm. PT Bina Insan Mandiri pimpinan Dr. Ir. Poernomosidi, yang bertindak sebagai konsultan, menilai alternatif itu memang kuat, ringan, fleksibel dalam menahan gelombang, dan biayanya memang cuma dua pertiga dari biaya alternatif pertama. Kelebihan lain sistem itu, menurut Ir. I Gde Widiadnyana Merati, dosen ITB yang ikut merencanakan pemecah gelombang itu hampir semua bahan baku bisa dibeli di dalam negeri. Semen, pasir, kawat kandang ayam, besi beton sudah ada. Hanya tiang pancang (sheet pile) yang masih perlu diimpor. Model yang diajukan Widiadnyana ini berbentuk kapal (caisson) lengkap dengan sekat-sekatnya yang akan mencegah kebocoran. Pemakaian sistem pemecah gelombang dengan ferosemen itu, di sini, memang rencananya baru pertama kali akan dicoba di Marunda - di luar negeri sudah biasa. Namun, sistem ferosemen itu sendiri sudah cukup luas dipakai masyarakat, misalnya untuk bangunan di depan Kebun Binatang Ragunan, monumen perjuangan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta), pintu air otomatis di rawa-rawa Sumatera Selatan, dan atap cor rumah penduduk. Tidak heran kalau beberapa pihak ingin memenangkan tender penahan gelombang ferosemen percontohan di Marunda itu. Kendati usul pemakaian ferosemen untuk proyek Marunda itu datang dari ITB, pemerintah DKI rupanya mempunyai ahlinya juga, dan mendesak agar tender diserahkan kepada ahli di DKI. Masalahnya, harga yang ditawarkan DKI itu, konon, lebih mahal dari tawaran ITB. "Pemecahan masalah konstruksi ferosemen itu termasuk pokok acara 29 April bersama penandatanganan akta notaris itu," kata Gani Abu, direktur Tertib Pengedaran Hasil Hutan yang membawahkan proyek Marunda itu. Max Wangkar Laporan Adyan Soeseno (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus