Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI santer dikabarkan bakal turun dari kursi menteri, hingga Sabtu malam tiga pekan lalu Sugiharto masih bersibuk di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Bukannya ”berkemas”, ia justru ditemani sejumlah staf biro hukum, siap ”melahap” sekitar 60 surat keputusan pengangkatan direksi dan komisaris di 22 BUMN. Sejurus kemudian, puluhan dokumen penting itu ia tanda tangani.
Jurus kilat inilah yang kini mengundang desas-desus. Langkah Sugiharto pada akhir masa jabatan itu, menurut Arif Poyuono, mengesankan ”ada udang di balik batu”. Apalagi belakangan diketahui Sugiharto telah mengetahui pemberhentiannya sebagai menteri sehari sebelum dia menandatangani surat-surat itu. ”Dia ingin menempatkan orang-orangnya setelah tidak menjadi Menteri BUMN,” kata Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu.
Menurut sumber Tempo di Kementerian BUMN, dalam daftar pejabat baru itu memang terselip sejumlah nama yang dikenal dekat dengan sang menteri. Helmi Lubis dan Aries Mufti, misalnya. Helmi disebut-sebut didapuk untuk menempati pucuk pimpinan PT Taspen. Kabar lainnya, ia diproyeksikan mendapat posisi penting di PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). ”Saya sudah lama dicalonkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk Taspen,” kata Helmi. ”Kalau di RNI, saya tidak tahu.”
Lagi pula, Helmi menambahkan, ia sudah menjalani proses uji kelayakan sejak tahun lalu. Sedangkan Aries mengaku tak tahu soal pencalonannya. ”Waktu itu saya sedang ke luar kota,” katanya. Aries merupakan staf khusus di Kementerian BUMN, sedangkan Helmi kolega lama sang menteri, sejak Sugiharto menjabat Direktur Keuangan PT Medco Energi Internasional Tbk.
Kepada Tempo, ia mengaku sempat mengundang Dataran Mantin (Malaysia) untuk membeli saham PT Perusahaan Gas Negara. Ia juga disebut-sebut memediatori perusahaan telekomunikasi Rusia, Altimo, untuk mendanai pemerintah dalam pembelian balik saham PT Indosat dari Singapore Technologies Telemedia. Namun Helmi membantah.
Tudingan miring juga dialamatkan kepada Ticke Soekrani, yang bakal diangkat menjadi Direktur Pengembangan Informasi Teknologi Bulog. Mantan Vice President PT Danareksa ini kebetulan suami Nelly, sekretaris Sugiharto. Ticke membenarkan rencana pengangkatannya. Namun, katanya, sesungguhnya pengangkatan sudah akan dilakukan ketika Direktur Utama Bulog yang baru dilantik pada 21 Maret lalu. ”Tapi saya minta diundur karena masih ada pekerjaan,” ujarnya. Ia pun sudah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjalani saringan Tim Penilai Akhir.
Sugiharto menegaskan, semua surat pengangkatan telah melewati proses panjang. Para calon pun telah melewati uji kelayakan. ”Tidak layak semua urusan saya limpahkan ke menteri baru,” katanya. Lagi pula, Sugiharto menambahkan, nota dinas pengangkatan telah disiapkan bawahannya sejak empat bulan lalu. Dalam hal ini, tanggung jawab teknis berada di pundak Sekretaris Menteri BUMN Said Didu. ”Dalam dua-tiga minggu terakhir, sekretaris baru menyerahkan keputusan-keputusan yang harus diambil,” ujarnya.
Versi lain menyebutkan, Said tidak pernah menyerahkan berkas itu. Tindakan mantan bosnya bahkan dianggap menyalahi peraturan, karena proses uji kelayakan belum rampung. Itu sebabnya, ketika terbetik kabar bakal segera dilakukan pelantikan, buku agenda dan penomoran surat ”diamankan”.
Alhasil, banyak surat keputusan tak bisa diselesaikan. Acara pelantikan yang dijadwalkan pada Selasa, 8 Mei—sehari setelah Presiden mengumumkan perombakan kabinet—berantakan jadinya. Kendati sudah ”berbatik ria”, para calon terpaksa kecewa. Menjelang tengah malam, mereka akhirnya undur diri.
Said mengaku tak hadir di acara itu, karena sedang sakit. Namun, ia menegaskan, pada masa transisi, setiap keputusan penting dikoordinasikan dengan menteri baru dan lama. ”Proses pengangkatan harus melalui uji kelayakan, sesuai dengan prinsip good corporate governance,” ujarnya.
Menteri BUMN baru, Sofyan Djalil, berpendapat bahwa pengangkatan direksi dan komisaris menjelang pergantian menteri memang tidak etis. Karena itulah, di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dipimpinnya, tak ada pergantian jabatan begitu isu reshuffle bergulir. ”Saya tidak mau menteri berikutnya merasa di-fait accompli,” ujarnya.
MD, Muchamad Nafi, Heri Susanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo