Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

BI Mau Cuci Tangan?

Prinsip dan kriteria penyelesaian kasus BLBI sangat menguntungkan Bank Indonesia. Mengapa pemerintah cenderung mengalah?

22 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA kabar dari Senayan, khusus tentang bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Disebutkan bahwa DPR menyetujui beberapa langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk segera menyelesaikan kasus BLBI, di antaranya pembentukan sebuah tim yang akan mencari jalan keluar bagi masalah penyaluran BLBI senilai Rp 144 triliun. Tim yang beranggotakan Departemen Keuangan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan BI ini harus sudah menyelesaikan pekerjaannya 9 November mendatang.

Timbul pertanyaan, mengapa waktunya begitu singkat. Apakah akan ada hasilnya? Soalnya, dalam berbagai rapat tim penyelesaian BLBI terungkap bahwa pemerintah terlalu banyak mengalah dan sebaliknya BI begitu dominan—misalnya menyangkut seberapa besar beban yang harus ditanggung BI, BPPN, dan pemerintah.

Sumber TEMPO yang ikut dalam rapat tim tersebut Jumat pekan lalu mengungkapkan, BI mengusulkan agar bank sentral itu hanya menanggung 15 persen (Rp 26 triliun) dari total BLBI sebesar Rp 173 triliun—Rp 29 triliun di antaranya belum ditukarkan ke pemerintah dengan obligasi. "Alasannya, jika lebih dari 15 persen, BI harus direkap karena saldo BI akan langsung negatif," katanya. Ada gelagat, pemerintah akan menerima usul tersebut. Sebab, dalam kesepakatan yang dibuat dua pekan silam, disebutkan bahwa BI memang tidak akan direkap.

"Pagi-pagi kok sudah bicara BI tidak direkap, wong hitung-hitungannya saja belum selesai," kata Rizal Djalil, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Reformasi. Dia juga mempertanyakan sikap pemerintah, yang tampaknya bersedia menanggung BLBI padahal kesalahan terletak pada BI.

Audit BLBI yang dilakukan BPK memang menunjukkan sejumlah kesalahan BI dalam mengawasi bisnis perbankan, termasuk kasus saldo debet atau fasilitas peminjaman oleh BI kepada bank. Dalam laporan BPK, terungkap banyak bank yang masih mendapatkan kucuran BLBI, meskipun punya saldo debet selama lebih dari 120 hari. Padahal BI sendiri menetapkan, jika saldo debet bertahan dalam kurun 120 hari saja, bank tersebut harus ditutup.

Tidak mengherankan jika banyak BLBI yang diselewengkan. Dalam catatan BPK, Rp 84,5 triliun dari BLBI senilai Rp 144,5 triliun dianggap tak layak disalurkan. Dan parahnya, BLBI itu tidak dijamin dengan aset yang cukup. Audit BPK menemukan fakta bahwa nilai jaminan yang diserahkan bank penerima hanya Rp 24 triliun, bukan Rp 91,5 triliun seperti disebutkan BI.

Namun, BI masih bisa memperoleh keuntungan material. Seperti diketahui, dari BLBI senilai Rp 144,5 triliun, Rp 34 triliun di antaranya adalah bunga dan denda berbagai fasilitas BLBI tersebut. Setelah BLBI diganti dengan obligasi pemerintah, negaralah yang harus membayar bunganya kepada BI. Ini berarti BI yang salah mengawasi bank, tapi rakyatlah yang membayar bunga obligasi kepada BI melalui APBN.

Entah mengapa, pemerintah tampak tak serius menangani kasus ini. Lihat saja pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid, yang menunda penuntutan atas Sjamsul Nursalim. Padahal, sebagai pemilik BDNI, Sjamsul terkait dengan penyaluran BLBI ini. Audit BPK menunjukkan bahwa BDNI tidak layak menerima BLBI senilai Rp 24,4 triliun.

Karena itu, DPR tak boleh lengah dalam menguji hasil keputusan tim penyelesaian BLBI ini. Sebab, DPR-lah yang berada dalam posisi menentukan apakah kasus penyelewengan BLBI akan diselesaikan seadil-adilnya atau tidak. Gus Dur sudah berani memberi konsesi, BI tampaknya akan cuci tangan. Kalau sudah begitu, apakah DPR juga akan membiarkan?

M. Taufiqurohman, Leanika T, Wenseslaus. M

Daftar Penyimpangan BLBI (Rp juta)

Jenis PenyimpanganJumlahBank BLBI PelanggarNilai
Digunakan untuk membayar/melunasi modal pinjaman/pinjaman subordinasi46.088Bank Utama
Bank BNN
Bank Uppindo
Bank Ficorinfest
25
7
7
6
Dipakai untuk membayar/melunasi kewajiban pembayaran bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya113.812Bank Hokindo
Bank Dwipa S
Bank Surya
Bank Subentra
40
20
20
18
Digunakan untuk membayar kewajiban kepada pihak terkait20.367.458Bank BCA
Bank BIRA
Bank Utama
Bank Umum Majapahit Jaya
10.513
3.098
1.589
891
Dipakai untuk transaksi surat berharga136.902Bank Danamon
Bank BNN
Bank Uppindo
Bank Intan
118
16
2
Digunakan untuk membayar dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan4.472.831Bank PSP
Bank BNN
Bank ASPAC
Bank Uppindo
1.662
907
603
412
Digunakan untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kontrak derivatif lama yang jatuh tempo/cut loss22.463.004Bank Danamon
Bank BDNI
Bank BCA
Bank PDFCI
9.364
9.240
1.596
869
Dipakai untuk membiayai penempatan baru di pasar uang antarbank9.822.383Bank BDNI
Bank Danamon
Bank BUN
Bank Tiara Asia
4.485
1.477
1.399
1.147
Digunakan untuk membiayai ekspansi kredit atau merealisasikan kelonggaran tarik dari komitmen yang sudah ada16.814.646Bank BDNI
Bank BCA
Bank Pascific
Bank Danamon
8.584
2.580
2.115
1.867
Dipakai membiayai investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru, rekrutmen baru, peluncuran produk baru, dan pergantian sistem baru456.357Bank Danamon
Bank Centris
Bank BUN
Bank BDNI
381
30
24
3
Digunakan untuk biaya kantor bank umum87.144Bank PDFCI
Bank Intan
Bank Uppindo
Bank Subentra
31
16
6
4
Dipakai untuk membiayai lain-lain di luar 10 butir di atas10.061.537Bank BUN
Bank BDNI
Bank Central Dagang
Bank Danamon
3.152
1.909
1.204

593
Sumber: BPK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus