Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siapa yang Terkena Dampak PPN 12 Persen

Sektor otomotif dan properti terkena tarif PPN 12 persen. Pemerintah memberi insentif untuk meminimalkan dampak pungutan baru.

12 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung di stan mobil mewah pada pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di Indonesia Convention Exhibition BSD, Serpong, 18 Juli 2024. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tingkat penjualan kendaraan bermotor makin turun di tengah berlakunya PPN 12 persen.

  • Hanya properti di atas Rp 30 miliar yang terkena pungutan PPN 12 persen.

  • Pertumbuhan pasar otomotif akan terpengaruh kenaikan PPN.

PENGUMUMAN Presiden Prabowo Subianto menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada akhir tahun lalu membuat Rohmat mengurungkan niat membeli mobil baru tahun ini. Laki-laki 54 tahun yang tinggal di Depok, Jawa Barat, itu bahkan menyingkirkan sejumlah brosur dan referensi daftar harga kendaraan roda empat dari berbagai merek yang terkumpul. Rencana Rohmat meremajakan tunggangannya yang telah berusia 15 tahun pun batal. “Terpaksa tidak jadi,” katanya pada Jumat, 10 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mobil adalah satu dari sekian jenis barang yang terkena PPN 12 persen. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur pungutan PPN, tarif 12 persen berlaku pada barang yang menjadi obyek pajak penjualan barang mewah atau PPnBM. Selain berlaku pada mobil, PPN 12 persen menyasar rumah mewah, kondominium, apartemen, hingga rumah bandar (townhouse) dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih. Barang lain adalah balon udara, pesawat terbang, senjata api, juga kapal pesiar, kecuali yang dipakai untuk angkutan umum. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Bob Azam, kenaikan PPN akan berdampak terhadap daya beli dan pasar. Seperti biasa, kelompok barang yang paling sensitif terhadap kenaikan harga dan pajak adalah produk massal alias kelas produk terbawah. Kelompok produk ini, menurut Bob, menguasai lebih dari separuh pangsa pasar industri otomotif Indonesia. Sebaliknya, produk kelas atas yang volume penjualannya relatif kecil tidak akan terlalu terpengaruh kenaikan PPN.

Tapi, Bob melanjutkan, ada kemungkinan tingkat penjualan produk kelas bawah tak menurun karena faktor lain. Misalnya upaya produsen menanggung kenaikan tarif PPN. Artinya, Bob menjelaskan, perusahaan akan mengurangi margin yang diimbangi dengan peningkatan produktivitas, penundaan investasi, atau penerapan efisiensi. “Tidak selamanya beban kenaikan pajak dilempar ke konsumen.” Namun, bila memang tidak ada ruang bagi produsen untuk berkreasi, pilihan terakhir adalah mengalihkan beban kepada konsumen.

Saat ini sektor otomotif sedang berjuang untuk menambah produksi hingga di atas 1 juta unit setahun. Sepuluh tahun terakhir, industri ini jalan di tempat, berbanding terbalik dengan perekonomian nasional yang mencatatkan pertumbuhan 5 persen. Dalam posisi ini, utilisasinya hanya 50 persen dari kapasitas produksi yang sudah meningkat mencapai 2,2 juta unit. Artinya, industri otomotif nasional tidak dalam zona yang efisien. Apalagi sekarang ditambah beban kenaikan tarif pajak sebesar 12 persen. 

Bukan hanya kenaikan tarif PPN yang bisa membuat calon konsumen balik kanan. Faktor lain yang membuat orang berpikir ulang ketika hendak membeli mobil adalah ketentuan opsen pajak. Opsen pajak adalah tambahan pungutan berdasarkan persentase tertentu yang berlaku mulai 5 Januari 2025.

Stan perumahan mewah pada pameran Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Center, 18 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Terdapat tiga jenis opsen pajak, antara lain pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Tarif opsen PKB dan BBNKB naik 66 persen dari pajak terutang. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Kenaikan tarif pajak di tengah kondisi daya beli masyarakat yang melemah dikhawatirkan mengancam pertumbuhan industri otomotif. Pada 2024, jumlah penjualan di dalam negeri tercatat sekitar 850 unit dan ekspor 400 unit. “Penjualan domestik malah drop, karena tahun sebelumnya sekitar 900 unit,” ujar Bob.

Selain otomotif, sektor yang disasar ketentuan kenaikan PPN 12 persen adalah industri properti. Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia Bambang Ekajaya, jumlah hunian seharga Rp 30 miliar ke atas yang menjadi obyek PPnBM sangat terbatas. Di Jakarta, misalnya, rumah seharga itu hanya tersedia di pasar sekunder atau rumah bekas. Di pasar perdana atau rumah baru, “Tidak ada pengembang yang bisa menjual dengan harga di atas Rp 30 miliar,” tutur Bambang. 

Menurut Bambang, ada sejumlah pengembang properti yang bermain di level atas dengan membangun griya tawang (penthouse), yakni apartemen yang menawarkan dua lantai (dupleks) atau tiga lantai (tripleks). Banyak hunian jenis ini yang harganya di atas Rp 30 miliar. Pada properti jenis ini, berlaku pungutan PPN 12 persen ditambah PPnBM.

Saat ini pasar properti didominasi hunian bersubsidi. Pemerintah memberikan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Program FLPP dikelola oleh Kementerian Perumahan. Dengan adanya FLPP, semua transaksi rumah sederhana dikenai pajak nol persen alias bebas pajak. 

Dukungan lain adalah PPN yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang berlaku untuk transaksi pembelian hunian di bawah Rp 5 miliar. Pajak yang berlaku juga nol persen. Pemerintah mengumumkan fasilitas PPN DTP sektor properti yang semula berakhir 2024 diperpanjang hingga 2025 sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan masa berlaku insentif pajak ini diperpanjang khusus untuk masyarakat kelas menengah. Pemerintah akan menanggung semua atau sebagian PPN properti yang dibeli masyarakat dengan harga sampai Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak Rp 2 miliar. “Jadi Rp 2 miliar ditanggung pemerintah, sisanya yang Rp 3 miliar bayar,” ucap Airlangga pada Senin, 16 Desember 2024.

Masalahnya, fasilitas ini hanya berlaku untuk rumah yang siap huni atau unit yang sudah dibangun dan siap diserahterimakan. Menurut Bambang Ekajaya, hanya segelintir pengembang yang mampu menyiapkan unit siap huni. Karena itu, muncul kesan fasilitas PPN DTP hanya bisa dinikmati segelintir pengembang. “Sisanya akan terkena PPN yang sebenarnya,” katanya.

Stimulus juga diberikan ke sektor otomotif, khususnya untuk kendaraan ramah lingkungan. Pemerintah memberikan insentif buat mobil listrik berbasis baterai, baik yang sepenuhnya menggunakan baterai listrik maupun hibrida. Pemerintah menyatakan akan menanggung PPnBM mobil hibrida sebesar 3 persen.

Insentif lain berupa PPN DTP sebesar 10 persen untuk impor mobil listrik completely knocked-down (CKD). Juga PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built-up (CBU) dan CKD sebesar 15 persen. Mobil-mobil listrik CBU juga mendapat pembebasan bea masuk impor.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Terkena Pungutan di Tengah Kesempitan

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus