Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pejabat Bank Indonesia (BI) dan polisi diinformasikan diam-diam menyelidiki sejumlah bisnis di Bali pada akhir 2017. Bisnis-bisnis tersebut secara online mengiklankan tawaran layanan pembayaran dengan menggunakan bitcoin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tim penyelidik menemukan dua kafe yang masih menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran, namun 44 bisnis termasuk gerai penyewaan mobil, hotel, perusahaan travel, dan toko perhiasan, yang sebelumnya menawarkan layanan tersebut, kini telah berhenti,” kata Causa Iman Karana, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di Bali, Jumat, 19 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu dari dua kafe yang dimaksud menggunakan bitcoin hanya untuk transaksi senilai lebih dari Rp 243 ribu atau sekitar 0,001 bitcoin.
“Sebuah transaksi tunggal memakan waktu sekitar 1,5 jam untuk diproses dan termasuk biaya sebesar Rp 123 ribu. Jadi hal ini mendorong penggunaan yang lebih luas untuk pembayaran,” ujar Causa.
Meski demikian, dia tidak bersedia menginformasikan nama perusahaan itu karena masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Bank Indonesia di Jakarta.
“Langkah selanjutnya adalah kami akan melarang aktivitas mereka seperti yang diamanatkan undang-undang. Kami meminta mereka untuk tidak menggunakannya lagi. Bersama Direktorat Satuan Reserse Kriminal, kami akan memberlakukan peraturan bahwa semua transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah,” tuturnya menegaskan.
Beberapa penduduk lokal di Bali sebelumnya mengungkapkan bahwa bitcoin telah digunakan terutama oleh orang asing di pulau tersebut.
Causa, pada Sabtu, 13 Januari 2018, di Denpasar menyebutkan, daerah pariwisata dunia seperti Bali diprediksi menarik perhatian oknum tidak bertanggung jawab untuk menjalankan praktik ilegal tersebut. Oleh karena itu ia mengingatkan masyarakat di Bali untuk tidak memanfaatkan mata uang di dunia maya itu sebagai transaksi.
Sebab, kata Causa, karena tidak ada kejelasan yang mengatur mekanisme pembayaran tersebut. "Kami ingatkan kepada masyarakat berhati-hati dengan transaksi menggunakan Bitcoin karena mata uang seperti itu tidak ada otoritas yang mengatur, tidak ada Undang-undangnya dan tidak jelas," ucap Causa.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman, menyebutkan bahaya Bitcoin, di antaranya rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.