GENAP satu dasawarsa, PT Maskapai Asuransi Nasuha tampaknya baru merasakan guncangan. Bukan gedung pusatnya yang megah berlantai 12 di bilangan Gatot Subroto, Jakarta, melainkan pemilik sahamnya. Rupanya, terjadi ketidakserasian antara manajemen dan pemilik saham. Karena itulah, sejak awal bulan lalu, grup Lippo menjemput saham nasional di situ sehingga mencapai 51%. "Lippo akan bertambah kuat dalam bisnis asuransi," tutur Mochtar Riady, 57, Presiden Komisaris Lippo, yang juga dikenal sebagai Wakil Presiden Direktur Bank Central Asia. Saham nasional perusahaan asuransi, yang terhitung nomor 9 di Indonesia pada 1982, itu semula dikuasai H.M.N.M. Hasjim Ning, Soedarpo Sastrosatomo, dan Idham Chalid. Pengambilalihan saham itu, menurut Hasjim Ning, karena Soedarpo dan Idham Chalid keluar untuk menumbuhkan perusahaannya sendiri yaitu PT Asuransi Bintang, yang pada 1981 masih menduduki urutan ke-17 di antara perusahaan asuransi di sini. Dengan demikian, grup Lippo kini berarti berpatungan dengan pemodal asing lama di Nasuha, Nationale Nederlanden International B.V. Namun, seperti dikatakan Hasjim Ning, untuk mencarikan mitra baru perusahaan Belanda -- yang punya kekayaan nomor 12 di antara semua perusahaan asuransi di jagat -- itu memakan waktu setahun. Dan, ketika bertemu Mochtar Riady, ternyata, jalannya licin. Pada mulanya, Mochtar memang menolak tawaran Hasjim Ning. Soalnya, grup Lippo sendiri sudah mengandung PT Asuransi Lippo Life dan PT Asuransi Marga Pusaka. Toh akhirnya pemilik grup Lippo itu menerima juga. Sudah barang tentu, setelah Mochtar menilai betapa cerahnya masa depan Nasuha. Langkah pertama, setelah memborong saham nasional itu, manajemen Nasuha diubah. Misalnya, manajer pemasarannya kini dipegang Tahir, yang sebelumnya sudah menjabat sebagai presiden direktur PT Mayapada, dealer mobil. Sedangkan Hasjim Ning menduduki jabatan presiden komisaris -- meskipun ia juga sudah melego sahamnya. Perubahan manajemen itu terjadi karena, menurut Hasjim Ning, selain perubahan pemilik modal, dalam empat tahun berjalan ini manajemen lama dianggap kurang baik. "Juga tidak ada kecocokan antara pemegang saham dan operator bisnisnya," ujarnya. Ia melihat kelemahan manajemen di tahun silam, ketika pusat pertokoan di Glodok Jakarta Barat, kebakaran. Dan untuk itu Nasuha harus mengeluarkan simpanannya, sebagai penanggung asuransi, Rp 800 juta. Padahal, masih kata Hasjim Ning, hal itu bisa dihindari bila manajemen Nasuha mengasuransikannya kembali tanggungannya, sehingga bebannya berkurang. Ia pun menilai bahwa manajemen lama terlampau serakah: ingin menanggung sendiri polis pertanggungannya. "Kalau untung, memang, hasilnya bisa besar. Tapi, jika akhirnya terbakar, ya, habis jadinya," ujarnya. Mochtar Riady menyadari hal itu, sehingga kini pengelolaan Nasuha diserahkan kepada tenaga profesional. Tenaga profesional itu, di antaranya, ada yang didatangkan dari Belanda. Sudah barang tentu, tenaga ini berarti juga memperkuat grup Lippo. Sebab, dengan masuk ke Nasuha, grup Lippo boleh ikut memanfaatkan tenaga ahli. Grup Lippo kini menjadi lebih kukuh -- setidaknya sudah delapan perusahaan yang tergabung di dalamnya. Hanya saja, apakah asuransi Nasuha ini tidak akan bentrok dengan usaha Asuransi Lippo Life dan Asuransi Marga Pusaka? Mochtar Riady menjawab kalem: ladang bisnis asuransi itu amat luas. "Nasuha nantinya akan menjadi komplemen dari perusahaan yang sudah saya miliki, sehingga tidak akan saling menabrak," ujarnya. Suhardjo Hs Laporan Ahmed S (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini