Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bila pejabat humas tak diajak

Humas berbagai departemen & instansi pemerintah sering tak tahu informasi yang dibutuhkan. humas belum dianggap bagian penting. sebenarnya humas harus tanggap. (md)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Indonesia, dalam berbagai departemen dan instansi pemerintah, peranan Hubungan Masyarakat membuat press release dan mengatur perjalanan wartawan ke luar kota. Suatu bukti bahwa Humas belum dianggap bagian penting. Sesungguhnya, menurut G.J.N. Wijnand, Kepala Bagian Penerangan kantor Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) di Asia Tenggara, di pundak Humas terletak tanggung jawab berat -- menjadi penghubung antara kepentingan perusahaan dan khalayak ramai, serta membina citra baik perusahaan atau instansi. Karenanya, demikian Wijnand, Humas harus tangkas dalam menjelaskan setiap kebijaksanaan yang ditelurkan perusahaan atau instansinya. Konsep itu dikemukakan Wijnand dalam Kongres Humas ASEAN II (26-29 Maret) di Hotel Indonesia, Jakarta. Sekitar 350 peserta -- 300 di antaranya merupakan pejabat Humas berbagai perusahaan dan instansi pemerintah di Indonesia --mendengarkannya dengan penuh perhatian. Tapi konsep itu belum separuhnya berjalan di Indonesia. Menurut Wisaksono Noeradi, Ketua Penyelenggara Kongres, pemahaman mengenai profesi kehumasan di Indonesia masih belum baik. Para pejabat Humas, demikian Noeradi, cenderung menyelenggarakan komunikasi satu arah dengan lebih banyak membawakan suara pimpinannya ke masyarakat. "Sebagai petugas Humas mereka tidak pernah memperhatikan apa yang penting buat masyarakat." Kritik tersebut memang tak meleset. Di sejumlah instansi pemerintah, Humas bahkan kadang tidak mengetahui persoalan yang berkaitan dengan instansinya. Ketika terjadi perkembangan terakhir mengenai sengketa Nissan Motors (Jepang) dengan PT Innismo (Indonesia), misalnya, Humas Departemen Perindustrian tidak bisa menjawab pertanyaan wartawan. Humas itu tidak mengetahui bahwa pihak Nissan sudah menawarkan suatu formula jalan keluar kepada Dep. Perindustrian sebagai penengah. Pejabat Humas (Public Relations) perusahaan swasta selalu diajak serta dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dialah kelak yang bertugas menjelaskan kepada publik, lewat media massa, mengenai kebijaksanaan perusahaannya. Di Filipina berbagai instansi pemerintah juga menerapkan cara kerja demikian, menurut Virgilio Q. Pantaleon, Presiden Federasi Organisasi Hums ASEAN. Humas instansi pemerintah di Filipina, katanya, kadang turut juga memberikan suara terhadap suatu keputusan yang akan ditelurkan. Drs. Faisal Tamin, Kepala Humas Departemerr Dalam Negeri RI, kelihatan sangat sibuk. Sebagai juru bicara tunggal, dia memang selalu harus banyak bertanya kepada sesama pejabat. Tapi dia tak diajak serta dalam proses pengambilan keputusan. Laporan siaga yang disampaikan kepada Kapolri biasanya juga diberikan kepada Brigjen (Polisi) Darmawan Soedarsano, Kepala Dinas Penerangan Polri. Peristiwa penyerangan Kosekta 8606 di Cicendo, Bandung, yang terjadi pukul 01.00 tanggal 11 Maret, misalnya, sudah diterimanya satu jam kemudian. Tapi karena hal itu dianggap berkaitan dengan soal rawan, Pusat Penerangan Hankam kemudian mengambil alihnya. Bila sudah demikian, seperti juga pada kasus kerusuhan rasial di Solo dan Semarang, Pangkopkamtib Laksamana Sudomo kemudian bertindak sebagai juru bicara tunggal. Dan arus informasi timbal balik agak terganggu. Tidak Lancar Kenapa harus ada juru bicara tunggal? Jawabannya ialah supaya pendapat pejabat tidak simpang siur. Dengan maksud seperti itu, dr. Syarif Thayeb, Menteri P dan K, pernah mengeluarkan surat edaran (1975) yang melarang pejabat di lingkungan departemennya memberikan wawancara (keterangan) kepada wartawan. Hanya Humas ketika itu yang boleh memberikan keterangan. Akibatnya ialah pers sering terlambat dan tidak lancar memperoleh informasi. Pihak Humas P dan K akhirnya merasa kewalahan menampung pertanyaan wartawan. Secara berangsur aturan main diperlonggar. Wartawan kemudian boleh mewawancarai pejabat eselon I dan II asal didampingi petugas Humas. Dan kini Humas P dan K dinilai paling baik. Seksi Penerangan Daerah Kepolisian (Sipendak) Metro Jaya, empat tahun lalu juga pernah menyeragamkan pelaksanaan kebijaksanaan. Sipendak, misalnya, menyediakan sejumlah press release, sedang wartawan diminta berhubungan dengan Sipendak saja bila hendak memperoleh keterangan. Cara kerja semacam itu ternyata tak menguntungkan, menyebabkan pemberitaan tak seimbang. Jajaran kepolisian di bawah akhirnya diperbolehkan memberikan keterangan. Maka wartawan yang gigih bisa memperkaya lagi bahan berita sumir (press release) itu dengan mewawancarai saksi, korban -- bahkan kalau mungkin pelaku kejahatannya. Pengalaman itu menunjukkan bila dan bagaimana terhambatnya arus informasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus