AKHIRNYA Bendungan Sempor jadi juga. Membentang sepanjang 220 m
di kaki pegunungan Serayu yang hijau, ia menampung air sungai
Sempor di Jawa Tengah. Agaknya tak ada bendungan yang dikerjakan
begitu lama dan banyak makan korban seperti bendungan ini.
Didisain dan mulai dikerjakan 1958, bendungan ini jebol pada 27
Nopember 1967, mengakibatkan 127 orang di sekitarnya tewas,
1.100 rumah dan sebuah mesjid hanyut. Rusak pula 800 m jalan
kereta-api dan ribuan ternak binasa karenanya.
Dana yang kurang paa masa pemerintahan orde lama mengakibatkan
pembangunannya tersendat-sendat. Sedang ia harus dibangun
sekaligus, tak boleh dicicil. Inilah yang membuat bendungan itu
rapuh dan rubuh 10 tahun yang lampau. Rusak pula ia karena
kelalaian manusia. Ketika turun hujan selama 4 hari 4 malam, si
petugas tak kunjung tiba untuk membuka pintu bendungan.
Untuk membangun Sempor kembali, 1969 dilaksanakan pengkajian
oleh Nippon Koei Co, Ltd. Perusahaan Jepang tersebut lantas
membuat disain bendungannya tahun 1972, sedangkan Agrar Und
Hydrotechnik GmbH dari Jerman Barat mengerjakan disain irigasi
dan drainase. Kemudian diadakan beberapa perubahan. Antara lain
dibuatnya saluran pelimpah dan dipotongnya sebuah bukit di mana
sebagian kaki bendungan itu berdiri.
Semula, proyek Sempr ini semata-mata untuk irigasi. Tapi
setelah pembicaraan yang berkepanjangan di Bappenas, menurut ir
Oehadijono, kepala pelaksana proyek ini, akhirnya dia menjadi
bendungan serba-guna untuk pengairan, pembangkit tenaga listrik,
pengendali banjir, perikanan dan pariwisata untuk daerah Kedu
Selatan.
Ketika diresmikan Presiden Soeharto (1 Maret), pembangkit tenaga
listriknya yang berkekuatan 1,1 MW belum selesai. Diharapkan ia
selesai tahun depan. Pembangkit listrik itu menelan US$
3.640.300 yang diperoleh sebagian dari kredit Energoinvest
(Yugoslavia). Tenaga yang dihasilkannya hanya akan mampu
menerangi kota Gombong yang terletak 7 km dari bendungan itu.
Jika selesai seluruhnya, bendungan Sempor akan menelan Rp 20
milyar lebih. Biaya tersebut datang dari: Anggaran Pembangunan
Rp 15 milyar, pinjaman ADB US$9,2 juta, kredit Yugoslavia US$3,6
juta dan Bantuan Pangan Dunia (WFP-UNO) US$1,3 juta. Bahan
pangannya dihabiskan untuk masyarakat yang ikut bergotong royong
membangun saluran tertier, kwartier dan drainase. Dengan
latar-belakang ini Martin Aleida dari TEMPO kembali dari sana.
Ia melaporkan selanjutnya:
Oehadijono dalam memimpin pembangunan bendungan itu memadukan
ketrampilan tehnisnya dengan kepercayaan yang hidup di
masyarakat sekitarnya. Insinyur lulusan ITB, anak asli Gombong
itu, misalnya mengikuti berbagai tuntutan masyarakat yang berbau
mistik. Antara lain diadakannya ziarah ke pekuburan kramat yang
terletak tak jauh dari bendungan. "Saya lakukan semuanya agar
bendungan ini selamat," katanya. Di pinggir bendungan
didirikannya pula patung Hanoman, tokoh wayang pembebas Dewi
Shinta yang merupakan titisan Dewi Sri, lambang kemakmuran
pertanian itu.
Dengan berfungsinya bendungan ini, tertampung 90 juta m3 di
dalamnya yang akan dapat mengairi 17.800 hasawah. Maka dalam
setahun daerah Kedu Selatan diharapkan akan dapat panen padi 2
kali dan palawija sekali.
Sejak beberapa waktu lalu pihak PUTL melaksanakan pertanian
percontohan pada areal seluas 200 ha di sebuah desa antara
Karanganyar dan Gombong. Ini "untuk melatih petani bagaimana
mempergunakan pintu air. Kebiasaan saling rebutan saluran air
supaya berakhir," ujar seorang petugas dari Sempor.
Beberapa daerah, terutama yang minus air selama ini, sudah
bersiap-siap menyambut datangnya air dari Sempor. "Kelurahan
sudah membentuk perkumpulan Darma Tirta, untuk bertanggungjawab
supaya pembagian air merata. Dan saya ketuanya," cetus Hadi
Pawiro, seorang pensiunan pelda.
Apakah mereka akan dikenakan biaya? "Saya belum tahu. Dulu-dulu
tak ada pungutan kalau panen. Tapi kalau Sempor sudah jalan
mungkin ada potongan," sambut Wagirin, seorang petani tua di
desa Petanahan. Memang berapa biaya yang dikenakan kepada mereka
yang menggunakan air Sempor belum diketahui. "Untuk beberapa
lama pengelolaan bendungan ini masih berada di tangah Proyek
Sempor, baru kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah," kata
ir Oehadijono pula.
Perikanan diharapkan pula berkembang. Presiden Soeharto
menaburkan bibit pada upacara peresmiannya. Dari sebuah aquarium
Presiden menangkap bibit ikan mas, memasukkannya ke sebuah bak
yang diikatkan pada ujung crane. Alat kerek inilah yang kemudian
menaburkan bibit itu ke waduk.
Pariwisata dulu sepi di situ, tapi kini paling cepat bergairah.
Saban minggu sedikitnya 2000 orang bersantai ke sana dan
mengarungi waduknya dengan perahu pesiar. Rombongan yang datang
dengan bus dikenakan pungutan Rp 100. Motor Rp 50 dan sepeda Rp
25.
Menteri PUTL ir Sutami menempatkan Sempor dalam urutan ketiga
setelah Jatiluhur dan Karangkates. Sesudah itu, Riam Kanan di
Kalimantan Selatan. Untuk menjaga jangan sampai terjadi
pendangkalan, Menten Sutami menganjurkan penghijauan. Menurut
catatan, dari 43.000 ha di hulu bendungan Sempor, baru 12.000 ha
yang sudah dihijaukan dengan pinus dan jati.
ladi masalah sekarang bagaimana menghijaukan yang 30.000 ha
lagi, karena daerah itu justeru padat penduduk. Dalam musim
kemarau ramai oran menebang hutan dan kayunya disuplai ke
pabrik-pabrik genteng sebagai bahan bakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini