Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI-HARI yang rutin telah kembali di Taiwan. Kota Taipei dan Kaohsiung, yang terpisah tiga jam perjalanan dengan kereta cepat, sudah kembali sibuk. Kereta penuh, stasiun dan mal dijubeli penumpang dan pengunjung. Setelah kota-kota menutup diri untuk mencegah penularan virus corona selama masa pandemi Covid-19 pada 2019-2022, penduduk Taiwan bersiap menyambut hari baru di awal 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah dua kota itu hendak memulai kembali bisnis ekshibisi tahun ini yang padam selama masa pandemi. Meet Taiwan, organisasi yang dibentuk Biro Perdagangan Luar Negeri Kementerian Ekonomi, kembali aktif mempromosikan Taiwan yang siap kembali menjadi tuan rumah MICE—sebutan untuk bisnis meeting, incentive, conference, and exhibition. “Pandemi membuat pendapatan sektor MICE turun 45 persen setahun,” kata Jerchin Lee, Direktur Meet Taiwan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum pandemi merebak, Jerchin menjelaskan, pendapatan tahunan dari sektor MICE di Taiwan sebesar 4,5 miliar dolar Taiwan atau Rp 2,2 triliun. Pendapatan turun terutama dari sektor ekshibisi yang sama sekali tanpa pergelaran selama 2020-2023 karena kebijakan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus corona yang dimulai dari daratan Cina pada November 2019.
Saya bertemu dengan Jerchin dalam sebuah perjamuan makan siang di rumah Wali Kota Taipei bersama wartawan lain dari Indonesia, Inggris, Filipina, Hong Kong, Vietnam, Thailand, dan Korea Selatan. Meet Taiwan mengundang para wartawan melihat kesiapan negara ini masuk kembali ke bisnis MICE seusai masa pandemi Covid-19.
Rumah kayu itu dibangun pemerintah Jepang pada 1940, saat Taiwan di bawah koloni Dai Nippon Teikoku (1895-1945). Awalnya, rumah 990 meter persegi di lahan 2.640 meter persegi yang dihiasi taman kecil nan cantik itu dihuni Gubernur Taiwan wakil Kekaisaran Jepang. Setelah okupasi berakhir, rumah itu menjadi tempat tinggal tujuh Wali Kota Taipei. Sejak 1995, Wali Kota Taipei dan keluarganya menempati rumah baru karena rumah Jepang itu diubah menjadi galeri seni yang dibuka untuk publik.
Kini rumah dengan pohon-pohon rimbun dan asri tersebut berisi restoran, ruang pamer benda seni, dan kamar-kamar yang disewakan untuk rapat serta pameran. Menurut Jerchin, para seniman Taiwan dan luar Taiwan biasa memamerkan karya mereka di sini. Ada juga kelas-kelas melukis dan kerajinan keramik. Pengurus rumah ini mengatakan turis atau peserta MICE datang ke restoran untuk mengikuti rapat ataupun beristirahat.
Selama masa pandemi Covid-19, rumah antik itu juga ditutup. Jerchin mengatakan pemerintahnya mempromosikan rumah itu sebagai tempat istirahat para delegasi ekshibisi yang biasanya digelar di Taipei Nangang Exhibition Center (Tainex) di Distrik Nangang. Dari sini ke rumah Wali Kota, waktu tempuhnya sekitar 20 menit berkendara.
Pemerintah Taiwan membangun Tainex 1 pada 2008. Luas gedung delapan lantai setinggi 50 meter itu 45.360 meter persegi atau tiga setengah kali luas lapangan sepak bola. Dengan 21 ruangan konferensi, gedung ini bisa menampung 2.467 gerai dan 3.123 orang. Pada pertengahan 2019, pemerintah Taiwan membuka gedung Tainex 2 yang terhubung dengan Tainex 1 lewat lorong bawah tanah.
Pandemi Covid-19 pada November 2019 membuat pemerintah Taiwan menutup Tainex 2. Menurut Jerchin, Tainex 2 baru dibuka kembali tahun ini dengan pergelaran pameran komputer terbesar di Asia, Computex, pada 30 Mei-2 Juni 2023. “Peserta yang datang sebanyak 60 persen dibanding sebelum masa pandemi,” katanya.
Gedung TaiNEX 1 di Distrik Nangang, Taipei, Taiwan, 1 Juni 2023. Tempo/Bagja Hidayat
Computex, Jerchin menambahkan, merupakan pameran komputer terbesar kedua di dunia setelah Consumer Electronics Show (CES) di Las Vegas, Amerika Serikat. CES adalah pameran teknologi tahunan sejak 1967. Para produsen teknologi biasanya meluncurkan produk baru mereka di CES. CES 2019 dihadiri 182 ribu pengunjung. CES berikutnya akan digelar pada 4 Januari 2024.
Jerchin mengklaim Tainex bisa menjadi seperti Las Vegas Convention Center di Nevada yang menggelar CES karena aksesnya yang mudah. Dari Bandar Udara Taoyuan, Tainex bisa dijangkau hanya dalam setengah jam dan terkoneksi dengan kereta dan bus semua jurusan. Lokasi Tainex 1 dan 2 juga dikelilingi restoran dan hotel. “Selain Computex, ada pameran besar lain di sini, yakni Smart City Summit,” tuturnya.
Kesiapan Taiwan dalam bisnis MICE ditopang dengan pembangunan lokasi-lokasi baru pariwisata. Mereka makin serius menyiapkan wisata halal, terutama untuk membidik turis asal Indonesia. “Setiap tahun ada 50 hotel yang mendapatkan sertifikat halal di seluruh Taipei,” kata Shui Hui Chen, Direktur Informasi Departemen Pariwisata Pemerintah Kota Taipei.
Selain turis, orang Indonesia yang datang ke Taiwan adalah pekerja migran. Menurut catatan Bank Indonesia, jumlah pekerja Indonesia di Taiwan sebanyak 331 ribu pada 2022. Dari 3,44 juta pekerja migran Indonesia pada 2022, Taiwan menjadi negara tujuan pekerja paling banyak keempat setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Hong Kong.
Pada akhir Mei 2023, suasana Bandara Taoyuan seperti saat Lebaran: banyak kelompok pekerja migran yang berbicara dalam bahasa Indonesia. Mereka baru kembali dari kampung halaman. Petugas bandara sampai membuat loket khusus untuk memeriksa paspor mereka. Di Kaohsiung, manajemen stasiun utama sampai menuliskan “senyum” dan “tersenyum” di lantai atriumnya. Dua tulisan itu bisa dilihat siapa saja yang baru turun dari kereta.
Sebelum masa pandemi, jumlah turis Indonesia ke Taiwan sebanyak 230 ribu setahun. Pemerintah Taiwan baru membuka perbatasan setelah pandemi Covid-19 mereda pada Oktober 2022. Baru dua bulan persangga dibuka, turis Indonesia yang datang ke sana sebanyak 27 ribu orang. Tahun ini, pemerintah Taiwan menargetkan menggaet 150 ribu turis Indonesia. “Karena itu, kami serius menyediakan wisata halal, terutama makanan,” ujar Shui Hui Chen.
Kaohsiung menjadi kota di Taiwan selatan yang dipersiapkan serius menjadi lokasi ekshibisi setelah Taipei. Di sini ada Kaohsiung Exhibition Center yang dibuka pada 2014. Menurut Hsing I Chen, Direktur Kaohsiung Meeting and Event Promotion Office KEC, ada 50 pameran di tempat ini pada 2019 seiring dengan dibukanya bandara di Siaogang menjadi terminal penerbangan internasional yang tak hanya melayani penumpang dari Cina. Ini jumlah pameran terbanyak dalam setahun.
Tak hanya menawarkan makanan, Biro Pariwisata juga mempromosikan wisata sejarah. Di Taipei, ada National Palace Museum yang menampung 700 ribu koleksi artefak yang menggambarkan 8.000 tahun sejarah bangsa Cina. Museum di Distrik Shilin ini dibangun pada 1965 dengan koleksi yang diangkut dari daratan Cina seusai okupasi Jepang. “Di Taiwan ada sejarah, makanan yang khas, dan minuman yang unik, yakni teh,” ucap Shui Hui Chen.
Taiwan punya sejarah panjang pengolahan teh. Teh oolong adalah sumbangan bangsa Cina ke dalam kosakata global tentang jenis teh baru selain teh hijau, teh kuning, teh putih, teh hitam, dan teh gelap. Menurut Johnny Tu, Chief Executive Officer Hwa Gung Tea Ltd, jenis-jenis teh dibedakan menurut keasamannya. “Teh oolong paling sulit memprosesnya,” kata Johnny, generasi kelima pengelola perusahaan keluarga yang beroperasi sejak 1903 itu.
Ihwal keamanan, Jerchin Lee menjamin Taiwan merupakan wilayah kepulauan yang aman. Warga setempat, dia mengungkapkan, tak ambil pusing meski kapal-kapal perang Republik Rakyat Cina merapat ke perbatasan Taiwan setelah Presiden Tsai Ing-wen bertemu dengan juru bicara Amerika Serikat, Kevin McCarthy, April lalu. “Ini opini pribadi: tidak mungkin Cina menyerang Taiwan, kecuali Presiden Xi Jinping sudah benar-benar gila,” tuturnya, lalu tertawa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bisnis Ekshibisi Setelah Pandemi"