Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bisnis Sepekan

6 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pra-CGI Lancar-Lancar Saja

PERTEMUAN Pra-CGI (Consultative Group on Indonesia) yang berlangsung Senin-Selasa pekan lalu berlangsung lancar. Kendati banyak komitmen yang belum dilaksanakan oleh Indonesia sesuai dengan pertemuan CGI di Tokyo pada Oktober tahun lalu, CGI tampaknya tak akan bertindak keras terhadap Indonesia. Mengutip evaluasi yang dilakukan tim CGI, anggota Pokja Pra-CGI, Hariadi Kartodihardjo, mengatakan bahwa Indonesia baru pada tahap melaksanakan kegiatan adiministratif. "Belum ada pelaksanaan di lapangan," katanya kepada I G.G. Maha Adi dari TEMPO. Pertemuan itu antara lain menyoroti masalah kebijakan kehutanan yang berhubungan dengan otonomi daerah, terutama yang berkaitan dengan peranan bupati yang bisa melewati pengambil kebijakan yang lebih tinggi. "Mereka frustrasi melihat kondisi itu," ujarnya.

Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengakui bahwa pelaksanaan komitmen Indonesia di bidang kehutanan banyak yang belum dilaksanakan, di antaranya dalam soal penebangan liar. "Tapi mereka melihat yang penting arahnya sudah tepat," kata Rizal kepada Rommy Fibri dari TEMPO. Komitmen lain yang harus dipenuhi Indonesia adalah reformasi struktural di bawah arahan Dana Moneter Internasional (IMF), percepatan reformasi di bidang hukum dan peradilan, kebijakan di bidang pengentasan penduduk miskin, dan program desentralisasi. Hariadi yakin, meskipun Indonesia banyak melanggar komitmen, hal itu tidak akan mempengaruhi pengucuran pinjaman. Rizal sendiri sudah mengajukan permintaan agar pencairan pinjaman CGI bisa dipercepat. Tahun lalu, Indonesia mendapatkan komitmen pinjaman US$ 5,3 miliar.

India Menampik Tawaran Indonesia

KEDATANGAN Menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Panjaitan dan Menteri Industri Primer Malaysia Lim Keng Yaik ke India pekan lalu ternyata sia-sia. Menteri Keuangan India, Yashwant Sinhanya, di depan parlemen Rabu pekan lalu, menegaskan bahwa pajak impor sebesar 75 persen untuk crude palm oil (CPO) sudah masuk dalam proposal anggaran. Dengan demikian, India telah menolak permintaan Indonesia dan Malaysia yang menghendaki negara pengimpor CPO terbesar di dunia itu menurunkan pajak impornya menjadi 45 persen, sama dengan bea masuk untuk minyak kedelai. "Dengan bea masuk sebesar itu, kita memberikan diskon sampai US$ 80 per ton kepada mereka," kata Yaik seperti dikutip Reuters.

Sebelumnya, Luhut dan Yaik sudah menawarkan sejumlah iming-iming kepada India jika negara itu bersedia menurunkan bea masuknya. Malaysia antara lain menawarkan proyek jalan kereta api senilai US$ 1,8 miliar. "Seharusnya ini melalui tender internasional. Tapi kami ingin menawarkannya kepada India," kata Yaik. Sedangkan Luhut tidak secara spesifik memberikan tawaran. Tapi dia mengatakan bahwa Indonesia akan membangun dua proyek jalan kereta api, masing-masing sepanjang 1.500 kilometer (di Sumatra) dan 1.100 kilometer. Jika India berminat, katanya, Indonesia bisa memberikannya kepada mereka. Selain itu, Luhut memberikan tawaran impor gandum kepada India. Sayangnya, semuanya ditampik. Malaysia dan Indonesia kini sibuk melakukan kampanye agar harga CPO bisa didongkrak menjadi US$ 250 per ton dari sekarang sekitar US$ 180-200.

BCA Dijual Agustus

PENJUALAN 40 persen saham BCA akhirnya dipecah dua. Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Edwin Gerungan mengungkapkan bahwa 20 persen akan dijual kepada investor strategis, sedangkan 20 persen lagi akan dilepas melalui bursa. Keputusan ini agaknya merupakan kompromi dari keinginan IMF yang berbeda dengan DPR. Di satu pihak, IMF lebih ingin BCA dijual kepada investor strategis. Di pihak lain, DPR ingin penjualan saham BCA kembali dilakukan melalui bursa.

Terlepas dari cara mana yang menguntungkan, rendahnya saham yang dilepas ke investor strategis bisa membuat calon investor tak berminat. Dengan hanya 20 persen saham, peluang mereka untuk mengontrol BCA memang lebih kecil. Jika melalui bursa, pemerintah mungkin tidak mendapatkan dana terlalu besar. Pada perdagangan Kamis pekan lalu, harga saham BCA hanya Rp 1.650. Jika 20 persen dilepas melalui bursa, pemerintah mungkin hanya akan mendapatkan sekitar Rp 1 triliun. Sementara itu, jika saham dilepas kepada investor strategis, pemerintah masih mungkin meminta premium sebagai kompensasi atas penguasaan saham terbesar atau bahkan mayoritas. Sejauh ini, GE Capital disebut-sebut sebagai salah satu calon investor yang serius membidik BCA.

Setelah Aria West-Telkom Putus Hubungan

PELANGGAN telepon di Jawa Barat dan pegawai Telkom Divisi Regional (Divre) III kini bisa berlega hati. PT Aria West International sepakat mengucurkan dana Rp 93 miliar selama delapan pekan untuk membiayai operasional Divre III, termasuk untuk membayar gaji pegawai. Janji itu merupakan bagian dari kesepakatan yang telah dicapai oleh Telkom dan Aria West International. Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua Tim Fasilitas Penyelesaian PT Telkom dengan Aria West International, Dipo Alam, keduanya sepakat memutuskan kerja sama operasi (KSO) mereka. Pada tahap berikutnya, perundingan akan difokuskan pada penyelesaian masalah hukum dan politik.

Sebelumnya, pegawai Telkom Jawa Barat sempat resah karena rekening operasional Aria West International di ABN-Amro Jakarta kosong. Hal itu terjadi setelah Aria West tidak bersedia menarik dana dari rekening pembayaran dengan alasan masih dikuasai Telkom. Gaji mereka bulan Mei terancam tidak dibayarkan. Tak hanya pegawai yang resah. Para pelanggan Telkom pun uring-uringan. Dalam jangka sembilan hari sejak perselisihan memuncak, pengaduan yang tak terselesaikan mencapai 3.800 laporan per hari. Padahal, dalam kondisi normal, angka itu tak pernah lebih dari 100.

Hero Saingi Carrefour

PERUSAHAAN eceran Hero Supermarket akhirnya tak tahan juga untuk tidak membangun hypermarket. Rencananya, tahun ini Hero akan membangun sebuah giant hypermarket. Menurut Direktur Utama Hero, Ipung Kurnia, membuka swalayan raksasa memungkinkan perusahaan itu membangun gerai dengan luas sampai 10 ribu meter persegi—jauh lebih luas ketimbang supermarket, yang hanya 1.600-2.000 meter persegi. Selain itu, Hero berencana membangun 12 gerai baru dan dua gerai Star Mart (toko serba ada) baru pada tahun ini. Saat ini, Hero memiliki 71 pasar swalayan dan 26 Star Mart.

Hero belakangan ini memang dikepung dari segala penjuru. Carrefour, yang pertama kali memperkenalkan hypermarket, kini sudah akan membuka gerai kedelapan di Lebakbulus. Jumlah itu setara dengan 40 pasar swalayan biasa. Di sisi lain, Indomaret dan Alfa terus melakukan ekspansi menggencet Hero dari daerah-daerah permukiman. Dua perusahaan yang menggunakan sistem waralaba ini sekarang memiliki 496 dan 24 gerai. Tahun ini, Alfa berencana menambah gerainya menjadi 42 buah. Jika tak ikut masuk ke hypermarket, pasar Hero jangan-jangan akan tergerus.

Penjualan Saham Indocement

AKHIRNYA, penjualan saham Indocement Tunggal Prakasa kepada Kimmeridge, anak perusahaan Heidelberber Zement AG, tuntas. Dari penjualan itu, BPPN memperoleh dana Rp 1,1 triliun (kurs Rp 11.500), masing-masing dari saham BPPN sebanyak 6,38 persen (Rp 354,9 miliar) dan saham milik Holdiko Perkasa 12,83 persen (Rp 250,4 miliar dan US$ 43,8 juta). Namun, dari jumlah itu, hanya Rp 500 miliar yang dibayar tunai. Selebihnya dicicil 12 kali. Indocement juga melaksanakan right issue (hak memesan efek lebih dulu)—hanya Kimmeridge yang akan mengeksekusinya.

Setelah right issue tersebut, Kimmeridge akan menguasai 61,7 persen saham, sementara selebihnya akan dimiliki pemerintah Indonesia (16,9 persen), Mekar Perkasa dan Kaolin Indah Utama (keduanya perusahaan Salim, 13,4 persen), dan masyarakat (8 persen). Kepala BPPN Edwin Gerungan dalam keterangannya Kamis pekan lalu mengatakan bahwa pemerintah punya opsi untuk menjual sahamnya kepada Kimmeridge dua tahun setelah transaksi ini. Selain itu, restrukturisasi lanjutan Indocement ini juga diikuti pergantian manajemen. Sudwikatmono dan Sudono Salim tergeser dari posisinya sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama Indocement. Posisi mereka digantikan oleh Daniel E.A. Lavalle dan Paul Marie Vanfrachem.

BTN Masih Merugi

BANK Tabungan Negara akhir tahun lalu masih mencatat kerugian sampai Rp 1,45 triliun. Bank yang banyak mendanai pembangunan perumahan ini juga masih mengalami kerugian pendapatan bunga bersih Rp 400 miliar. Selain itu, BTN terlihat belum berhasil memperbaiki kualitas asetnya. Meskipun kredit bermasalahnya turun dari 10,5 persen menjadi hanya 3 persen, besar kredit macet BTN pada akhir tahun lalu malah naik menjadi Rp 87,85 miliar, dari Rp 66,19 miliar tahun lalu. Ini jelas bukan prestasi yang menggembirakan di tengah bank-bank lain yang sudah berhasil membukukan laba, termasuk bank pemerintah.

Menurut pengamat perbankan Mirza Adityaswara, penyebab masih meruginya BTN adalah dana rekap sebesar Rp 13,99 triliun baru turun seluruhnya pada November 2000. "Kita baru bisa melihat kinerja BTN pa-ling tidak pertengahan tahun ini," katanya. Kendati demikian, yang mesti diwaspadai oleh BTN adalah jika obligasi rekapnya sebagian besar berbunga tetap. Kalau itu yang terjadi, BTN tetap akan sulit menghindarkan diri dari negative spread ketika bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bunga simpanan terus menanjak. Artinya, BTN masih berpotensi merugi pada tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum