Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peringkat Surat Utang Indonesia
LEMBAGA pemeringkat internasional Moody's Investor Service memuji kondisi ekonomi makro dan posisi fiskal Indonesia yang kian membaik. Menurut Tom Byrne, Wakil Direktur Moody's untuk Asia, tak tertutup kemungkinan tahun depan peringkat surat utang Indonesia, yang kini masih pada level B1 dengan prospek positif, akan naik ke kategori "Ba".
Berdasarkan pemeringkatan Moody's, B1 masih empat tingkat di bawah peringkat layak investasi Baa3-tingkat terendah di kategori ini Ba. Moodys' menaikkan peringkat surat utang Indonesia dalam mata uang domestik dan luar negeri dari sebelumnya B2 menjadi B1. Lembaga internasional ini pun pada Februari lalu telah mendongkrak prospek surat utang Indonesia dari stabil menjadi positif.
Dalam pernyataannya pada Kamis pekan lalu, Moody's menyatakan peringkat B1 dengan prospek positif merefleksikan kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin stabil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2007 memang bakal membengkak dari semula 1,1 persen (Rp 40,5 triliun) menjadi 1,6 persen (Rp 62 triliun). Meski begitu, kata Byrne, tren penurunan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto akan terus berlanjut. "Kami yakin pemerintah dapat mengelola defisit anggaran," ujarnya.
KPPU Periksa Operator Telekomunikasi
KOMISI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bulan ini akan memeriksa semua operator telekomunikasi. Pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan adanya perjanjian kerja sama antar-operator telekomunikasi yang menyeragamkan tarif layanan. Adanya kesepakatan ini ditengarai membuat tarif jadi mahal sehingga merugikan publik.
Wakil Presiden Pemasaran dan Komunikasi PT Telkom Eddy Kurni mengatakan akan memenuhi panggilan dan memberikan keterangan jika diminta KPPU. "Kami siap diperiksa," katanya kepada Muchamad Nafi dari Tempo, Jumat pekan lalu. "Tapi kami belum menerima surat panggilannya."
Eddy menyangkal adanya upaya penyamaan tarif antar-operator. "Kami tidak bekerja sama seperti yang dimaksud KPPU," katanya. Ia juga menekankan ada tiga hal penting dalam bisnis telekomunikasi, yaitu pelayanan, wilayah cakupan, dan harga. Dengan berpatokan pada tiga hal tadi, kesepakatan penyamaan tarif tidak menguntungkan secara bisnis. Kemiripan tarif terjadi lantaran investasi di sektor ini hampir sama pada setiap operator.
Ketua KPPU M. Iqbal mengungkapkan rencana pemeriksaan itu pada Senin pekan lalu. Menurut dia, perjanjian tersebut bisa dikategorikan sebagai kartel karena ada kesepakatan dari para pelaku industri telekomunikasi. "Bila perjanjian itu tidak diubah, operator terancam denda Rp 25 miliar," ujarnya.
Larangan Maskapai Indonesia ke Eropa
KOMISI Eropa melarang maskapai penerbangan Indonesia masuk ke negara-negara di kawasan Uni Eropa mulai 6 Juli 2007. Larangan yang diumumkan pada Kamis pekan lalu dari Brussel, Belgia, itu direkomendasikan oleh para ahli keselamatan udara Uni Eropa. Alasannya, pesawat Indonesia tidak memenuhi standar keamanan, yang menyebabkan terjadinya sejumlah kecelakaan. Otoritas penerbangan Indonesia juga dianggap gagal memberikan jaminan keamanan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Budhi Mulyawan Suyitno mengatakan keputusan itu sesungguhnya sudah diambil dalam pertemuan Komisi Eropa pada 22 Juni lalu. Indonesia terlambat memaparkan perkembangan penerbangan di Tanah Air. "Makanya kami sedang melobi mereka," kata Budhi kepada Muchamad Nafi dari Tempo akhir pekan lalu.
Satu tim dari Departemen Perhubungan telah diberangkatkan ke Brussel, Jumat pekan lalu. Tugas tim ini memberikan penjelasan tentang berbagai upaya perbaikan yang dilakukan industri penerbangan Indonesia, termasuk soal keamanan penumpang.
Tim itu juga akan melaporkan hasil penilaian pemerintah terhadap maskapai Indonesia berdasarkan standar organisasi penerbangan internasional, Civil Aviation Organization. Dari hasil pemeringkatan terakhir, Garuda Indonesia naik satu kelas ke kategori I-satu-satunya maskapai yang berada di kategori ini. Artinya, Garuda telah memenuhi standar internasional penerbangan sipil.
Direktur Komersial PT Garuda Indonesia Agus Priyanto berharap pemerintah segera berupaya memulihkan citra penerbangan domestik. "Masih ada waktu untuk memperbaikinya," kata Agus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo