Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GENDERANG ”perang” itu ditabuh sejak dua pekan lalu: tersiar kabar PT Handjaja Mandala Sampoerna bakal melebarkan ekspansi bisnisnya di industri rokok kretek. ”Kami akan meluncurkan Marlboro kretek pada 3 Juli,” kata Direktur Komunikasi Sampoerna Niken Rachmad, Rabu pekan lalu. Inilah produk baru Marlboro dalam 18 tahun terakhir. Dagangan baru Sampoerna ini akan berhadapan dengan dua raja lama di arena perkretekan Indonesia: Gudang Garam Internasional dan Djarum Super.
Langkah itu cukup mengejutkan lantaran Marlboro selama ini dikenal sebagai penghasil rokok putih. Apalagi pangsa pasar rokok kretek dengan kadar tar dan nikotin tinggi kian ciut—walaupun di kawasan Asia Tenggara, pasar rokok terbesar kelima di dunia, rokok kretek masih merajai.
Itu sebabnya Rezza Zulkasi, analis PT First Investments Indonesia, mendukung langkah Sampoerna. ”Ini strategi unik, mengejutkan, dan jitu,” ujarnya seperti dikutip kantor berita Bloomberg. ”Orang tentu ingin punya rokok bermerek internasional tapi bercita rasa lokal.”
Sumber Tempo di Sampoerna sedikit membuka rahasia. Menurut dia, pangsa pasar sigaret kretek mesin (SKM) reguler—berkadar nikotin tinggi, seperti Marlboro kretek—masih gendut: sekitar 34 persen. Margin keuntungan yang bisa dicaplok pun tidak kecil. Karena itulah, ”Kami akan memperkuat segmen clove-flavored,” katanya. Produk baru Marlboro itu rencananya akan dibanderol Rp 7.000-an per bungkus dengan isi 12 batang. Tar dan nikotin yang dikandungnya 30 miligram dan 1,8 miligram.
Menurut analis pasar modal, Hendra Bujang, Sampoerna, yang lebih unggul di produk SKM nonreguler berkadar nikotin rendah alias rokok mild, tampaknya ingin menyusup ke pasar SKM reguler yang selama ini dikawal Gudang Garam dan Djarum. Namun, agar tak terjadi kanibalisme, Sampoerna membidik segmen menengah-bawah—sehingga berbeda dengan pasar Dji Sam Soe, produk sigaret kretek tangan andalan Sampoerna di kelas premium.
Buat PT Gudang Garam dan Grup Djarum, kehadiran Marlboro kretek jelas ancaman serius. Sebab, porsi Sampoerna di pangsa pasar rokok kretek nasional, yang mencapai sekitar Rp 90 triliun, diperkirakan bakal melebar.
Padahal, sejak tahun lalu, Sampoerna telah menggusur Gudang Garam, yang sebelumnya selalu nangkring di urutan teratas. Nilai penjualannya mencapai Rp 29,5 triliun, sedangkan Gudang Garam hanya Rp 26,3 triliun. Laba bersihnya bahkan 3,5 kali lebih tinggi ketimbang Gudang Garam, yang cuma Rp 1 triliun.
Sampoerna kini tercatat sebagai produsen rokok terbesar di Indonesia. Kepemilikan perusahaan ini pada 2005 berpindah tangan dari keluarga Sampoerna dan publik setelah PT Philip Morris Indonesia, unit Altria Group Inc. (Amerika Serikat), produsen rokok terbesar di dunia, membelinya seharga US$ 5 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.
Tak mau kecolongan, Gudang Garam, Senin pekan lalu, lebih dulu meluncurkan produk barunya. Yang disasar adalah pasar SKM berkadar nikotin rendah, yang dirajai Sampoerna. Dalam rapat umum pemegang saham di Kediri, Jawa Timur, direksi Gudang Garam mengumumkan ada dua dagangan barunya, yaitu Surya Slims dan Surya Slims Menthol. Inilah produk baru me-reka dalam tiga tahun terakhir.
Slims dimaksudkan untuk memperbaiki Gudang Garam Signature dan Nusantara, yang kurang berhasil sejak dikeluarkan tiga tahun lalu. Berbeda dengan pendahulunya yang bermain di kelas premium, rokok ramping ini lebih ditujukan pada kalangan menengah-bawah, dengan banderol Rp 7.000-7.500 per bungkus.
Di pasar ini, Slims akan bertarung dengan dedengkot rokok mild, yaitu A Mild milik Sampoerna. Juga pemain lain, seperti Star Mild (Bentoel) dan Clas Mild (Nojorono). ”Mudah-mudahan memenuhi kebutuhan rokok bergaya muda, modern, dan kosmopolitan,” kata Kepala Divisi Umum Gudang Garam Slamet Budiono.
Menurut Hendra, dengan produk-produk baru ini, pertarungan dua raksasa rokok itu bakal kian sengit. ”Kedua kekuatan ini saling mengintip dan berebut pasar,” ujarnya.
MD, Muchamad Nafi, Dwijo Maksum (Kediri)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo