Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

12 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembangunan 1.000 Menara Rumah Susun

PROYEK pembangunan seribu menara rumah susun untuk kalangan menengahbawah perkotaan rencananya akan dimulai Maret mendatang. Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asy'ari mengatakan proyek yang setara dengan pembangunan 600 ribu unit rumah ini akan mengambil lokasi di Kemayoran, Pulo Gebang, Kali Malang, Pulogadung, Marunda, dan Jababeka.

Rencana ini telah dimatangkan dalam rapat koordinasi di Kantor Kementerian Negara Perumahan Rakyat pekan lalu, yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Seusai rapat, Presiden mengatakan proyek pembangunan seribu tower rumah susun dengan hak kepemilikan ini akan memakan waktu lima tahun.

Proyek ini merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Percepatan Pembangunan Rumah Susun pada 9 Desember lalu. Pemerintah telah menunjuk Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional untuk menggarap proyek perdana 51 menara, yang berisi 22.695 unit rumah, di Kemayoran, Jakarta Utara, dan Pulo Gebang, Jakarta Timur.

Lima Perusahaan Asing Hengkang

LIMA perusahaan penanaman modal asing hengkang dari kawasan industri Batam dan Bintan, Riau. Mereka adalah PT Singacom, PT Singatec, PT Bulkafindo, PT Sekupang, dan PT Livatec. Menurut Manajer Kawasan Industri Batamindo, Batam, Jhon Sulistiawan, tidak semua perusahaan melapor secara resmi tentang penghentian kegiatan usahanya. Namun kepergian mereka tidak lepas dari kerugian yang diderita sehingga tidak mampu lagi melanjutkan kontrak. Mereka kesulitan lantaran biaya operasionalnya terlalu tinggi. "Batam dinilai tak lagi istimewa," ujarnya, Kamis pekan lalu.

Ketua Himpunan Kawasan Industri Provinsi Kepulauan Riau Johanes Kennedy mengaku menerima keluhan serupa. Biaya tinggi telah menyebabkan pengusaha menekan ongkos produksinya. Namun, akibatnya, kualitas produksi menjadi rendah, sehingga keluhan pun membanjir dari konsumen di luar negeri.

Obligasi Dolar RI Laris

PEMERINTAH kebanjiran order pembelian obligasi negara bermata uang dolar Amerika, yang baru diluncurkan di bursa Singapura, Rabu pekan lalu. Total permintaan yang masuk mencapai US$ 5,5 miliar, tapi yang dilepas pemerintah cuma US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun

Surat utang berjangka waktu 30 tahun ini baru jatuh tempo pada 2037. Pemerintah menunjuk Citigroup, Deutsche Bank Securities, dan UBS Investment Bank untuk menangani penjualannya, yang didistribusikan ke pasar Asia (38 persen), Amerika Serikat (37 persen), dan Eropa (25 persen).

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan membaiknya peringkat Indonesia di mata tiga lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor's, Fitch, dan Moody's, membuat kepercayaan internasional terhadap Indonesia semakin tinggi. Ini tecermin pula pada rendahnya tingkat imbal hasil (yield) obligasi yang disepakati, yaitu 6,75 persen, dan tingkat suku bunga (kupon) 6,625 persen.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2007, ditargetkan penerimaan pemerintah dari penerbitan surat utang mencapai Rp 40,6 triliun. Tahun lalu, dua seri obligasi dolar (jatuh tempo pada 2017 dan 2035) juga telah diluncurkan pada 9 Maret sebesar US$ 2 miliar.

Penurunan BI Rate Melambat

TINGGINYA inflasi Januari lalu, yang mencapai 1,04 persen, di luar perkiraan Bank Indonesia. Bank sentral khawatir inflasi sepanjang tahun ini akan mendekati ambang batas target inflasi 2007 sebesar enam plusminus satu persen. "Karena itu, ruang gerak penurunan suku bunga menjadi sangat sempit," kata Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Massa BI Budi Mulya pekan lalu.

Melihat kondisi itu, rapat Dewan Gubernur BI memutuskan hanya bisa menurunkan suku bunga acuan bank sentral (BI Rate) sebesar 25 basis point (0,25 persen) menjadi 9,25 persen. Laju penurunan ini lebih lambat ketimbang tahun lalu. Sepanjang 2006, BI Rate diturunkan 50 basis point sebanyak tujuh kali.

Terjadinya banjir di Jakarta sepanjang pekan lalu tampaknya juga akan membuat ruang gerak penurunan suku bunga semakin sempit. Bencana ini diperkirakan akan mendongkrak laju inflasi Februari. Meski begitu, Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan tidak terlalu khawatir. "Yang penting, pasokan bahan pokok terjamin," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus