Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produsen Mobil Cina Lirik Indonesia
SERBUAN produk Cina bakal datang dari industri otomotif. Sembilan perusahaan mobil asal Ne-geri Tirai Bambu itu menilai Indonesia merupakan lo-kasi strategis pengem-bang-an in-dustri dan pasar me-reka pada masa mendatang. ”Akhir bulan ini mereka akan datang untuk melakukan penjajakan lebih jauh,” kata Direktur Jenderal Alat Transportasi, Elektronik, dan Telematika Departemen Perindustrian, Budhi Dharmadhi, Kamis pekan lalu.
Adapun para pemain besar industri mobil di Cina itu yaitu FAW, SAIC, DongFeng, Vhungon, Beiqi, Guangzhou, Hafei, Cherry, dan Jeely. Saat ini mereka sedang memba-ngun usaha patungan dengan produsen mobil internasional seperti Toyota, VW, Nissan, Ford, dan Honda. Di sini pun, kata Budhi, ”Mereka sedang mencari rekanan.”
Dalam dua tahun terakhir, industri mobil di Cina tumbuh 20 persen, dengan jumlah produksi 4,6 juta unit. Untuk menjaring peluang itulah, Departemen Perindustrian telah membentuk tim khusus agar Indonesia nantinya tak hanya menjadi target pasar mereka. ”Kami ingin mereka berproduksi di sini, terutama untuk kendaraan spesialisi mereka seperti sedan kecil, truk ringan, dan kendaraan serbaguna,” kata Budhi.
Utang IMF Dibayar Separuh
MENDAPAT banyak tentangan, Bank Indonesia tak surut langkah dalam menjalankan rencananya membayar utang pemerintah ke Dana Moneter Internasio-nal (IMF). Separuh dari sisa utang US$ 7,5 miliar (sekitar Rp 70 triliun) ke lembaga kreditor itu akan mulai dibayarkan pekan ini. Gu-bernur BI Burhanuddin Ab-dullah mengatakan, bank sentral telah mengirimkan surat pemberitahuan pembayaran (five days notice) kepada IMF, Rabu pekan lalu.
Surat itu dikirim dua hari setelah Gubernur BI men-dapat kepastian dari Menteri Keuangan tentang persetujuan pemerintah atas per-cepatan pembayaran utang. ”Pembayaran akan d-i-lakukan lima hari setelah s-urat dikirim ke IMF,” kata-nya. Deputi Gubernur BI, Hartadi A. Sarwono, memastikan per-cepatan pembayaran utang tak akan mengganggu nilai tukar r-u-piah. Alasannya, uang itu diambil dari cadangan de-vi-sa. ”Kami tidak mengambil da-ri pasar,” ujarnya.
Posisi cadangan de-visa hing-ga pekan pertama Ju-ni adalah Rp 44,13 miliar. D-engan sisa cadangan setelah pembayaran lebih dari US$ 40 miliar, BI menilai cadang-an devisa masih sangat aman. Jumlah itu cukup untuk membiayai impor hingga 4,7 bulan dan menutup ke-perluan pembayaran utang jangka pendek, termasuk kebutuhan untuk me-nanggulangi kemungkinan terjadi-nya arus keluar modal jang-ka pendek.
Penyelundupan Naik 79 Persen
INI berita buruk: dalam tiga tahun terakhir, impor ilegal di Indonesia mening-kat 79 persen. Akibat aksi ini, Departemen Perindus-tri-an menaksir negara diru-gi-kan US$ 970 juta (sekitar Rp 9,1 triliun). ”Komoditas yang paling banyak diselun-dupkan adalah produk ber-basis baja,” kata Menteri Perindustrian Fahmi Idris di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Selain baja, komoditas lain- yang banyak diselundup-kan adalah tekstil, se-patu, keramik, elektronik, dan mainan. ”Kebanyakan dari Cina,” ujarnya. Indikasi-nya, selisih catatan ekspor-impor antara Indonesia dan Negeri Panda itu melonjak. Keru-gi-an lainnya buat Indone-sia, terjadi penurunan produk-tivitas, daya saing, serta uti-lisasi sarana produksi domestik. ”Utilisasi kita turun dari 80 menjadi 60 persen,” kata Fahmi. ”Ujung-ujungnya rasionalisasi karyawan.”
Direktur Jenderal Bea dan- Cukai Anwar Supriyadi m-engakui, data intelijen yang dimiliki lembaganya tak memadai. Selama ini, katanya, data dari asosiasi pengusaha pun tidak valid, karena saat dilakukan pengecekan ke la-pangan keadaan sudah ber-ubah. ”Misalnya importir-nya sudah gulung tikar,” ujarnya. Anwar menambahkan, kawasan berikat dan pelabuh-an merupakan lokasi paling marak penyelundupan.
Pemerintah Akan Tarik Dana di BI
PEMERINTAH ber-niat me-narik sebagian dana me-nganggur dari rekening-nya di Bank Indonesia. Ini dilakukan untuk menutup defisit 2006 yang naik dua kali lipat dari perkiraan se-mula-—menjadi 1,4 per-sen dari produk domestik br-uto. Langkah itu dianggap le-bih baik ketimbang menerbitkan surat utang negara. ”Ka-rena tanpa beban bunga,” kata Menteri Koordinator Per-ekonomian Boediono.
Hingga Februari lalu, total uang pemerintah di bank sentral mencapai Rp 80 tri-liun—Rp 60 triliun di anta-ranya menganggur. M-eski begitu, Direktur Jenderal Perben-daharaan Negara Departemen Keuangan Mulia Nasution mengatakan, dana yang bisa ditarik kemung-kinan hanya Rp 2 triliun, seperti sudah diperhitungkan dalam APBN.
”Tapi, kalau defisit membesar, kami harus meng-gali berbagai sumber, ter-masuk dari rekening-rekening yang selama ini kurang tertib,” ujar-nya. Terhadap reke-ning itu, pihaknya akan segera melakukan penertiban, dan jika dianggap tak diperlu-kan lagi akan ditutup. Tapi saat ini semuanya, kata Mulia, ”M-asih dalam proses identi-fikasi dan dibahas dengan Badan Pemeriksa Ke-uangan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo