Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INGIN beramal sambil berinvestasi? Berilah pinjaman kepada negara. Pada akhir Juli ini pemerintah mulai menawarkan surat utang (obligasi) khusus untuk warga negara. Seperti biasa, hasil penjualan obligasi ini akan digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN. Dengan membeli surat utang tersebut, Anda ikut membantu meringankan beban pemerintah mencari pinjaman.
Berbeda dengan obligasi konvensio-nal yang mengincar investor besar, surat utang ini dirancang khusus untuk pemodal kecil. Caranya, obligasi dibuat dalam pecahan kecil, Rp 1 juta per unit, dengan pembelian minimal lima unit. Itu pun pembeli tak bisa main borong. Pesanan di atas 50 unit akan dijatah dan alokasinya disesuaikan dengan ting-kat permintaan. Karena penjualan-nya bersifat eceran dalam pecahan yang ”re-ceh” pula, surat utang ini diberi nama ORI alias Obligasi Retail Indonesia, de-ngan nomor seri 001.
Langkah pemerintah merangkul pe-modal kecil merupakan keputusan cerdas untuk memperluas basis investor. Selama ini, obligasi pemerintah dikuasai beberapa pemodal kelas kakap, terutama bank, asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan luar negeri. Akibatnya, nilai surat utang negara di pa-sar sekunder gampang dipermainkan. Beberapa kali nilai obligasi pemerintah melorot gara-gara ”diobral” sejumlah investor. Ini mengancam neraca perbankan yang banyak menyimpan aset dalam bentuk surat utang negara.
Hingga sebulan menjelang diterbitkan, tingkat suku bunga ORI belum ju-ga ditetapkan. Namun Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Mulia Nasution menjamin, imbalannya pasti lebih tinggi dari bu-nga deposito. ”Sekitar 12 persen,” kata-nya memberikan ancar-ancar. Itu berarti, ORI dilepas dengan imbalan bunga dua persen di atas deposito. Imingiming yang tinggi memang harus diberikan sebagai kompensasi jangka waktu obli-gasi yang lebih panjang. Berbeda dengan deposito yang bisa dicairkan tiap bulan, ORI seri 001 ini baru jatuh tempo pada 2009.
Selain imbalannya lumayan, obli-gasi pemerintah merupakan wahana investasi superaman. Bahkan, jika dibandingkan dengan tabungan konvensional se-perti deposito, surat utang negara (soverign bond) dijamin le-bih kebal kolaps. Kecil sekali ke-mungkinan Negara Indo-nesia bisa bangkrut sampai-sampai tak mampu membayar utang kepada rakyatnya sendiri. Karena itu, ”Ob-ligasi ini cocok dengan karakter pemodal kita,” kata pengamat pasar modal, Adler H. Manurung.
Daya tarik imbalan dan jaminan keamanan itu pula rupanya yang membetot perhatian publik. Hasil uji pasar De-partemen Keuangan pada awal bulan ini mengindikasikan minat investor mencapai Rp 11 triliun, padahal target penjualan pemerintah hanya Rp 2 tri-liun. Beberapa agen penjual yang telah ditunjuk pemerintah kini mulai kerepotan melayani hujan pertanyaan dari calon pemodal.
Ada kekhawatiran, ORI akan menye-dot nasabah bank dan reksadana. Namun kekhawatiran ini ditepis Mulia Nasution. Pemerintah, katanya, hanya akan melepas ORI paling banyak Rp 10 triliun setiap tahun. Ini bukan jumlah yang ber-arti jika dibandingkan dengan dana pihak ketiga perbankan yang kini mencapai Rp 1.123 triliun. ”Memang sengaja diatur agar tak terjadi kanibalisme,” katanya.
Namun harus dicatat, investasi bukan hanya soal imbal-an dan keamanan. Ada perkara lain yang mesti diperhitungkan: likuiditas (sebera-pa mudah obligasi dijual), rentang waktu, dan tujuan investasi. Jika Anda tak punya simpanan uang menganggur yang bisa tidur selama tiga tahun, niat untuk memborong ORI mungkin harus dikalkulasi ulang.
Sebelum jatuh tempo, obligasi ini bisa saja dicairkan dengan melepasnya di pa-sar sekunder. Tapi menjual obligasi tak semudah menukar uang. Tak seperti saham yang seluruh proses transaksi-nya tercatat secara real time di bursa, perdagangan obligasi terbilang ”primitif”. Yang tampak di bursa hanyalah notasi penawaran, sedangkan transaksi-nya dilakukan dengan tawar-menawar di luar bursa. Ini bukan hanya menghambat proses transaksi tapi juga membuat investor tak mengenal medan di pasar.
Yura Syahrul
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo