Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putar-Putar Obligasi Negara
Surat utang negara terbukti masih berdaya pikat tinggi di mata para investor. Dalam lelang kedua selama tahun ini, yang berlangsung Selasa kemarin, obligasi berseri FR023 kembali diserbu para pemilik dana. Dari penawaran Rp 2 triliun, total permintaan yang masuk mencapai Rp 5,672 triliun. Meski permintaan membeludak, Menteri Keuangan Boediono memutuskan besar obligasi yang diterbitkan tetap Rp 2 triliun dengan rata-rata tingkat imbal hasil 11,57 persen dan kupon bunga 11 persen dengan jangka waktu delapan tahun.
Hasil penjualan obligasi negara akan digunakan untuk membiayai pembelian surat utang yang terbit sebelumnya. Dalam waktu dekat, pada 25 Maret esok, Departemen Keuangan berencana membeli kembali surat utang negara yang jatuh tempo dari 25 Mei 2004 hingga 15 Desember 2010. Ada 28 seri surat utang pemerintah yang jatuh tempo pada periode itu, dengan tingkat bunga bervariasi dari 7 persen hingga 16,5 persen. Boediono pernah mengungkap bahwa surat utang negara yang akan dibeli kembali dalam lelang pekan depan ditargetkan sekitar Rp 2 triliun.
Berdasarkan data Pusat Manajemen Obligasi Negara, tahun ini dan tahun 2008-2009 merupakan periode penumpukan jumlah surat utang yang jatuh tempo. Dalam Ang- garan Pendapatan dan Belanja Negara 2004, pemerintah telah menetapkan anggaran Rp 21 triliun, yang akan dipakai membeli kembali obligasi negara yang jatuh tempo.
Indeks Rebound
Indeks saham Bursa Jakarta mulai bangkit kembali (rebound). Dalam penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Bursa Jakarta ditutup pada angka 742,914. Posisi ini sudah lebih tinggi dibanding Jumat pekan sebelumnya. Harga saham-saham keping biru (blue chips) di Jakarta yang tergolong murah, serta situasi kampanye yang adem ayem, disebut-sebut sebagai pembangkit selera investor untuk kembali memborong saham. Diperkirakan, indeks akan terus melaju.
Sebelumnya, indeks Bursa Jakarta seperti sedang menuruni jurang terjal. Selama sepekan sejak 6 Maret 2004, indeks terjun bebas hingga 716,17 poin atau turun 64,9 poin (8,8 persen). Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta, Erry Firmansyah, menyebut ledakan bom di Madrid, yang menewaskan 120 orang, menjadi pendorong kekhawatiran mengenai bangkitnya terorisme global. Tak aneh jika indeks di seluruh dunia bertumbangan. "Kampanye partai politik tidak terlalu bermasalah. Mungkin ada pengaruhnya, tetapi kecil," kata Erry.
Mandiri Menerbitkan Right Issue
Rencana PT Bank Mandiri Tbk. menerbitkan saham baru (right issue) tinggal menunggu waktu. Kendati pernah dibantah manajemen Bank Mandiri dan belum ada permintaan resmi ke pemerintah, indikasi akan hal itu makin jelas dengan pernyataan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi, Rabu pekan lalu.
Dalam pernyataannya sebelum mengikuti rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta, Laksamana bahkan sudah menyebutkan besaran dilusi (penyusutan) saham pemerintah di bank terbesar itu jika rencana itu jadi dijalankan. "Sekitar 10 persen. Sekarang kami minta (manajemen) menghitung kebutuhan mereka untuk jangka pendek atau panjangnya berapa. Nanti kita tentukan right issue-nya," katanya.
Saat ini saham pemerintah di bank beraset sekitar Rp 250 triliun itu masih 70 persen, setelah pertengahan tahun lalu pemerintah melepas 20 persen melalui penawaran saham perdana dan 10 persen lagi dijual dua pekan silam. Menurut Laksamana, penerbitan saham baru ini bukan terkait dengan rencana manajemen Bank Mandiri ikut tender penjualan PT Bank Negara Indonesia Tbk., melainkan untuk memperkuat modal sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia. "Dari mana lagi penambahan modal dalam waktu singkat," ujarnya.
Uang Palsu Pemilu
Tak hanya kampanye partai yang marak menjelang pemilihan umum April nanti, tapi juga uang palsu dan cek kosong. Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa indikasi mengenai hal itu terlihat selama Januari-Februari ini. "Jumlahnya melonjak dibanding periode yang sama tahun lalu," katanya seusai berbicara dalam sebuah seminar perbankan di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Maulana Ibrahim, menambahkan bahwa bank sentral sudah mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan mengenali ciri-ciri uang palsu. Untuk masalah cek kosong, kata Maulana, BI sudah mengedarkan daftar hitam pemegang cek yang berisi data perusahaan dan orang yang biasanya mengeluarkan cek kosong. Dari hasil temuan Bank Indonesia, uang palsu yang beredar sepanjang Februari 2004 ini sudah mencapai 4.306 bilyet (lembar) senilai Rp 317 juta, naik dari bulan sebelumnya sebanyak 3.552 bilyet (Rp 221 juta).
Kemiskinan 14 Persen
Pemerintah akan menggelontorkan dana hampir Rp 19 triliun untuk menekan angka kemiskinan menjadi 14 persen (27 juta jiwa). Jumlah ini meningkat dibanding angka tahun lalu yang hanya Rp 12,8 triliun. Menurut Sekretaris Komite Penanggulangan Kemiskinan, Gunawan Sumodiningrat, pada akhir tahun lalu angka kemiskinan di Tanah Air sudah turun menjadi 17 persen (37 juta jiwa). "Kita membuat 99 program, di antaranya subsidi pangan dan penyediaan obat-obatan," kata Gunawan kepada pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis pekan lalu.
Program-program tahun ini tidak lagi bersifat sentralistis. Pemerintah ingin mendorong partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat dengan pembentukan komite penanggulangan kemiskinan provinsi dan kabupaten atau kota. Saat ini sudah terbentuk 30 komite setingkat provinsi dan 265 komite tingkat kabupaten. Komite-komite daerah inilah yang akan melaksanakan program pengentasan dari kemiskinan tersebut.
Giro Wajib Minimum
Bank Indonesia (BI) kini sedang mengkaji kemungkinan pemberian bunga terhadap giro wajib minimum (GWM) sebagai imbalan kepada bank yang menyimpan dananya di bank sentral. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Maman H. Somantri, pihaknya mempertimbangkan hal itu sebagai insentif agar bank tidak keberatan jika nantinya bank sentral harus menaikkan GWM yang harus mereka setor. "Selama ini bank tidak mendapat imbalan apa pun dari GWM mereka," tuturnya di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Maman mengakui bahwa pengenaan bunga tersebut akan meningkatkan beban BI. "Sekarang masih dihitung," tuturnya. Namun, di sisi lain, kata Maman, pihaknya maklum, jika nantinya muncul kebijakan untuk menaikkan GWM, bank juga harus menanggung peningkatan biaya dana yang dipinjamkannya. Padahal, di saat bersamaan, BI menginginkan bank menggunakan kelebihan likuiditas untuk menyalurkan kredit agar bisa menggerakkan sektor riil. "Karena itu, dipikirkan agar bank tidak mengalami ketidakseimbangan dari sisi pendapatan dan biaya bunga," ujarnya.
Maman menjelaskan, kebijakan ini merupakan bagian dari serangkaian upaya menyempurnakan struktur bunga di pasaran dan perbaikan efektivitas kebijakan moneter, yang langkahnya antara lain adalah pengurangan frekuensi lelang SBI, penyempurnaan ketentuan SBI Repo dan fasilitas BI (FASBI), serta merencanakan lelang SBI untuk jangka waktu yang lebih lama. Untuk itu, BI membutuhkan GWM sebagai salah satu instrumen moneter asli bank sentral.
Sjamsul Selangkah Lagi
Sjamsul Nursalim boleh menghela napas lega. Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Rabu pekan lalu menyatakan bahwa pemberian surat keterangan lunas untuk pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itu telah disetujui dengan syarat. Sekretaris KKSK, Lukita D. Tuwo, mengatakan bahwa Sjamsul telah memenuhi semua kewajibannya berdasarkan kajian Badan Penyehatan Perbankan Nasional, KKSK, serta Tim Pengarah Bantuan Hukum BPPN.
Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali BDNI yang ditutup tahun 1998 dengan total utang kepada negara Rp 28,4 triliun. Untuk menyelesaikan utangnya tersebut, pendiri dan pemilik Grup Gadjah Tunggal ini menyerahkan sejumlah aset, yang terbesar di antaranya adalah tambak udang Dipasena Citra Darmaja, GT Petrochem, dan GT Tyre. Dua perusahaan yang terakhir ini sudah dijual dalam program penjualan aset investasi tahap ketiga.
Hasil uji tuntas yang dilakukan kantor akuntan Ernst and Young menyebutkan bahwa aset yang diserahkan Sjamsul kepada BPPN telah memenuhi syarat. Hanya, penyerahan surat lunas untuk Sjamsul terganjal oleh tagihan dari GT Petrochem ke Dipasena, yang besarnya sekitar Rp 1,2 triliun. "Kami minta tagihan GT Petrochem ke Dipasena dihapus," kata Lukita. Penghapusan inilah yang menjadi syarat yang disebutkan Lukita.
Pemberian surat lunas bak antiklimaks dari upaya panjang dan berliku dalam penagihan utang Sjamsul. Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie, pernah menyebut aset yang diserahkan Sjamsul nilainya jauh lebih rendah daripada besar utang. Kwik pernah mengungkapkan bahwa nilai aset Dipasena cuma Rp 2 triliun, sementara nilainya ketika diserahkan disebutkan mencapai Rp 20 triliun. Awal tahun 2003, Komite Pengawas BPPN menyerukan kekhawatiran tingkat pengembalian utang Sjamsul yang super-rendah, di bawah 10 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo