Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berkorbanlah, Pupuk Kaltim

Berkurangnya produksi gas memaksa pemerintah mengurangi pasokan gas ke Pupuk Kaltim.

22 Maret 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jangan salahkan PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) jika tahun ini pendapatannya berkurang Rp 500 miliar. Produsen pupuk urea terbesar di Indonesia itu tak bisa disalahkan, karena penurunan pendapatan itu bukan disebabkan oleh kebijakan manajemen. Pemerintahlah yang justru membuat perusahaan pupuk yang melayani kebutuhan pupuk di Indonesia bagian timur itu tak bisa memproduksi urea dalam kapasitas optimal. Dalam sidang kabinet Kamis pekan lalu, pemerintah memutuskan akan mengurangi pasokan gas ke Pupuk Kaltim sebanyak 10 persen.

Dengan adanya keputusan itu, pasokan gas dari kilang Bontang ke Pupuk Kaltim akan berkurang dari 285 juta kaki kubik per hari menjadi 252 juta kaki kubik. Pengurangan itulah yang jadi biang penurunan produksi Pupuk Kaltim dari 1,7 juta ton jadi 1,54 juta ton. "Pengurangan ini akan dilakukan dari April sampai Desember 2004," kata Omay K. Wiraatmadja, Direktur Utama Pupuk Kaltim. Meski mengaku pasrah, toh Omay tak bisa menyembunyikan potensi pendapatan yang hilang akibat pengurangan pasokan gas tersebut.

Dalam hitungan Pupuk Kaltim, penurunan pasokan itu akan mengurangi produksi Pupuk Kaltim sampai 135 ribu ton per tiga bulan. Jika kondisi ini berlangsung hingga Desember 2004, produksi yang hilang bakal mencapai lebih dari 400 ribu ton. Kalau harga pupuk di pasar internasional US$ 150 per ton, perusahaan ini bakal kehilangan peluang mendapatkan penghasilan sekitar US$ 61 juta atau berkisar Rp 520 miliar. Jumlah ini setara dengan seperempat pendapatan Pupuk Kaltim selama setahun.

Nasib apes Pupuk Kaltim berawal dari berkurangnya pasokan gas di dalam negeri akibat penurunan produksi kilang Arun, Aceh. Lapangan gas yang dikelola ExxonMobil Oil Indonesia ini ternyata cuma bisa untuk memenuhi kontrak penjualan gas alam cair (LNG) ke Jepang dan Korea Selatan. Padahal ada tiga pabrik pupuk yang menggantungkan nasibnya ke Arun, yakni PT Pupuk Iskandar Muda I dan II, serta Asean Aceh Fertilizer. Simalakama inilah yang akhirnya memaksa pemerintah mengurangi pasokan gas ke Pupuk Kaltim.

Sumber TEMPO mengungkapkan bah- wa, dalam dua kali sidang kabinet yang terakhir, pemerintah sebetulnya memiliki dua opsi untuk mengatasi masalah ini. Opsi pertama, pemerintah membeli gas dari luar negeri seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Tapi opsi ini mahal karena, untuk mengimpor gas satu kargo saja, pemerintah harus mengeluarkan dana US$ 9,4 juta (Rp 80 miliar). Dengan kebutuhan gas tiga pabrik tersebut sekitar 12 kargo pada tahun ini, bisa dibayangkan berapa duit yang mesti dikeluarkan pemerintah.

Opsi kedua, pemerintah mengajukan penjadwalan ulang pengiriman LNG ke Jepang dan Korea Selatan. Menurut sumber yang ikut mengurusi masalah pasokan gas ini, opsi terbaik adalah opsi kedua karena kontrak dengan kedua negara itu pada tahun ini mencapai 130 kargo, sementara kebutuhan tiga pabrik pupuk tersebut hanya 12 kargo. Dan sebetulnya, berdasarkan laporan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, Korean Gas bersedia menjadwal ulang kontrak mulai April, sedangkan pembeli Jepang bagian timur bersedia mulai Juni.

Kendati demikian, kedua opsi itu ternyata tidak dipakai. Pemerintah justru mengambil opsi ketiga. Sebagian gas dari kilang Bontang akan dialirkan ke tiga pabrik pupuk tersebut. Untuk itu, pasokan gas ke Pupuk Kaltim dikurangi 10 persen. Opsi inilah yang akhirnya dipilih dalam sidang kabinet Kamis pekan lalu. "Hampir semua memilih ini," kata sumber itu. Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini M.S. Soewandi, membenarkan keputusan ini. Pilihan itu, kata Rini, diambil karena sebagian produksi Kaltim berbentuk butiran besar (granul) yang cocok untuk ekspor. "Karena produksi Pupuk Iskandar Muda untuk pasar domestik, itu diprioritaskan," katanya.

Dan pemerintah sudah menghitung bahwa pengurangan produksi Kaltim tidak akan mengganggu pasokan urea di dalam negeri. Omay menjelaskan bahwa pengurangan itu akan menurunkan produksi sampai tinggal 1,54 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri yang mesti dipenuhi Pupuk Kaltim hanya 1,4 juta ton. Tapi, bagi Pupuk Kaltim, efeknya bisa berbeda. Penurunan produksi ini jelas akan mengurangi peluang perusahaan ini melempar produknya ke pasar internasional. Dan kehilangan potensi pendapatan sampai Rp 500 miliar jelas bukan jumlah yang kecil. "Itu sudah menjadi keputusan pemerintah," kata Omay.

Sialnya, produksi gas diperkirakan terus menurun. Tahun ini produksi gas diperkirakan hanya 8,15 juta kaki kubik, turun dari sebelumnya 8,2 juta kaki kubik. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya produksi Arun. Sementara sebelum ini lapangan Arun bisa memproduksi enam train, tahun ini diperkirakan cuma empat train dan pada tahun 2006 tinggal dua train. Dengan kondisi seperti itu, bukan tidak mungkin Pupuk Kaltim akan diminta terus berkorban.

M. Syakur Usman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus