Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imagining Argentina
Sutradara: Christopher Hampton
Penulis skrip: Christopher Hampton
Pemain: Antonio Banderas, Emma Thompson
Malam-malam itu, udara di Buenos Aires pada akhir 1970-an, awal 1980-an, seperti menyimpan tangis yang tertahan. Enam bulan terakhir, Ruben dan Clara Mendoza menjalani hidup dengan sebuah ritual monoton: melacak jejak putra, menantu, serta cucu mereka yang hilang pada suatu malam senyap. Pekerjaan yang secara drastis menggantikan kebiasaan-kebiasaan yang telah turun-temurun di keluarga, dengan kebiasaan-kebiasaan baru.
Tatkala cahaya harapan semakin samar, mereka pun memutuskan untuk menjalani hidup ini sebagaimana orang buta. Di rumah, pasangan Ruben dan Clara Mendoza menyusuri koridor-koridor layaknya orang berjalan di lorong: lurus, tidak melirik ke kiri-kanan. Tak ada jaminan bahwa keadaan di depan lebih menyenangkan. Tapi semua terlalu pahit. Hiasan, goresan, bahkan rompal di dinding selalu mengingatkan mereka pada bayangan aneka wajah terkasih: sang menantu ketika pertama kali mengumumkan kehamilan, sang cucu yang baru bisa menyeringai, atau senyum sang putra. Tumpukan memori lebih tajam daripada pecahan kaca.
Imagining Argentina memang sebuah film yang bercerita mengenai keadaan istimewa, orang-orang yang tiba-tiba menguap tanpa bekas, disappeared, atau desaparecido. Dan orang cuma sanggup menangkap "akibat-akibat" desaparecido yang berawal pada 1977 itu: sejumlah wanita perkasa, ibu-ibu yang berhasil mengenyahkan rasa takut, mengenakan bandana putih; seraya mengusung poster, foto-foto profil anggota keluarga yang raib. Di Plaza de Mayo, sebuah lapangan di tengah kota, tak jauh dari istana presiden, mereka bergerak perlahan, sonder banyak berkata-kata.
Tapi inilah Imagining Argentina, karya sutradara sekaligus penulis skrip Christopher Hampton, yang mencoba menangkap peristiwa horor raksasamenewaskan 40 ribu orang kiri, komunisdengan jaring ala kadarnya. Diakui atau tidak, Imagining Argentina terlihat memelas bila didampingkan dengan film sejenis, The House of the Spirits (realisme magis) atau The Pianist (fakta sejarah, Perang Dunia II).
Sutradara Hampton memang memiliki dua kekayaan yang melimpah. Di tangan kanannya, sebuah novel rujukan yang telah menuai banyak pujian, novel dengan judul sama, yang ditulis dengan pendekatan realisme magis, karya pengarang Lawrence Thornton. Di tangan kirinya, pemain-pemain kelas dunia sekaliber Antonio Banderas dan Emma Thompson. Berbekal dua modal itu, sutradara ini menyongsong badai.
Imagining Argentina tidak berhenti pada "akibat", tapi mencoba menggapai "sebab". Seperti diketahui, pada akhir 1970-an itu, manakala junta militer berada di pucuk kekuasaannya, hanya perlawanan tak kasatmata yang sanggup menghadapi para jenderal.
Alkisah, di sebuah rumah asri di Calle Cordova, hidup seorang penulis naskah dan sutradara drama kanak-kanak yang mengalami kejadian luar biasa. Carlos Rueda (Antonio Banderas), begitu namanya, amat terpukul mendapati bahwa tentara telah menciduk istrinya, Cecilia (Emma Thompson), kemudian putrinya, Teresa (Dolera). Ia terguncang hebat. Tapi, tidak disadari, sesuatu ikut bangkit bersama guncangan itu: kemampuannya menundukkan ruang dan waktukemampuan melihat kejadian nun jauh di suatu tempat, baik yang lampau maupun mendatang.
Dengan mata batinnya Carlos menyidik kejadian-kejadian di balik desaparecido, sebuah kata bersahaja, yang kemudian diketahuinya mencakup bermacam kemungkinan: penyiksaan panjang, sel tanpa cahaya, pemerkosaan berkala, dan beragam bentuk teror lain, termasuk pembunuhan massal. Dengan mata batinnya Carlos membantu ibu-ibu yang kehilangan anak, "menyaksikan" kematian putrinya yang tragis, dan akhirnya menemukan kembali istrinya, Cecilia.
Ada Lawrence Thornton (pengarang novel Imagining Argentina), Emma Thompson, dan Antonio Banderas yang istimewa. Tapi ada skrip Christopher Hampton yang bahkan tak sanggup mendekatkan makna judul dengan kerja keras batin Carlos Rueda menyingkap desaparecido. Alhasil, Imagining Argentina hanya mengulang lagu lama sepertiantara lainHarry Potter and the Sorcerer's Stone: kegagalan menuangkan naskah buku ke dalam skrip.
Idrus F. Shahab
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo