SUDAH tiba waktunya, udang Indonesia keluar dari balik persembunyian dan tampil secara utuh. Komoditi yang menjadi salah satu primadona ekspor nonmigas ini sekarang tidak melulu bergantung pada Jepang sebagai satu-satunya importir. Si bungkuk bisa meloncat ke Amerika, kapan saja. Indikasinya sudah terlihat sejak pekan lalu. Beberapa perusahaan dari negeri Paman Sam tidak hanya bermaksud akan melakukan kontrak pembelian jangka panjang, tapi juga berminat membangun industri makanan udang di sini. Perusahaan Ika Muda Grup - salah satu eksportir udang terkemuka - telah ditawari kontrak pembelian jangka panjang oleh dua perusahaan Amerika, Damar International di Los Angeles dan sebuah perusahaan lainnya di Harbour City. Selain itu, juga ditawari kerja sama yang menarik, yakni kerja sama teknis aengan Food and Drugs Administration (FDA), semacam Ditjen Pengawasan Obat dan akanan di AS. Bagi pihak Indonesia, ini tentu tantangan yang tak boleh dilewatkan Selama ini si bungkuk lebih banyak dilempar ke Jepang, karena untuk menembus pasar Amerika para eksportir harus bekerja ekstrakeras. Mengapa? Konon, Amerika sangat ketat mendeteksi barang-barang impor yang masuk. Lagi pula, cara ekspor udang kita sudah beberapa kali terbukti curang, karena dicampur potongan paku - supaya timbangannya memberat. Nah, kalau tidak ada aral melintang, jalan bagi Ika Muda ke Amerika terbentang lebar. "Ini berarti salah satu dan yang pertama mendapat sertifikat dari FDA adalah kami," kata H. Soetrisno Bachir, Wakil Dirut Ika Muda. Menurut Trisno, selama ini sekitar 78% udang Indonesia diekspor ke Jepang, ke Amerika hanya 2,5%. Lihat saja volume ekspor periode Januari-Oktober 1987. Ke Jepang, volumenya mencapai hampir 25 ribu ton, dengan nilai US$ 224 juta, sedang ke AS hanya 900 ton, senilai US$ 7,1 juta. Tidak heran, dengan tawaran ini Ika Muda seperti baru terbuka matanya. "Selama ini kita lengah, mengabaikan potensi pasar Amerika," ujar Trisno. Padahal, sebenarnya selama ini Amerika juga menikmati udang Indonesia, yang direekspor oleh Jepang. Kok bisa? Konon, selain udang itu telah diseleksi ulang, FDA juga tidak terlampau rewel kalau perusahaan Jepang yang melakukan ekspor. Apalagi saat ini harga di Amerika sedang lebih bagusketimbang yang ditawarkan Jepang. Perusahaan di Harbour City, misalnya, berani membayar sekitar 11,6 dolar untuk udang beku dengan kepala (head on) ukuran 16/20. Ini artinya lebih tinggi US$ 1 dari harga rata-rata Jepang. Di samping Ika Muda, mungkm ada eksportir udang lainnya yang kelak ikut kecipratan rezeki. Seperti dikemukakan oleh Dirjen Perikanan R. Soeprapto pekan lalu, ada beberapa pengusaha Amerika lainnya yang juga berminat mencicipi udang black tiger dari Indonesia. Cargill Trading di Singapura, misalnya, meminta agar eksportir Indonesia menjual langsung ke kantor pusat mereka di Amerika. Untuk itu, Dirjen sudah menunjuk tiga eksportir yang dianggap paling mampu memenuhi pesanan (karena sudah memiliki processing sendiri), yakni Tirta Raya Mina, Usaha Mina, dan Perikanan Samodera Besar. Yang lebih menarik lagi adalah tawaran yang diajukan oleh Agriquest dari Washington, perusahaan yang bergerak khusus dl bidang perikanan. Mereka tidk hanya menjanjikan akan membeli dalam volume yang besar dan dalam jangka waktu yang panjang, tapi juga bermaksud melakukan investasi dalam industri makanan udang. Konon, makanan yang akan dibuat Agriquest mampu mengembangkan panen udang sampai tiga kali lipat. Untuk proyek ini, dua perusahaan di Tangerang dan satu lagi di Jakarta juga sudah dicadangkan pemerintah sebagai mitra lokal. Semoga sukses, Tiger! B.K., Bachtiar A., Wahyu M., dan Bandelan A.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini