Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Sunarso menjelaskan alasan memilih membuat program holding ultra mikro. Holding ultra mikro merupakan sinergi BRI sebagai induk bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk mewujudkan layanan keuangan yang lengkap, terintegrasi, dan memenuhi kebutuhan pelaku usaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sunarso bercerita bahwa dia sudah bekerja di beberapa Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya pernah di bank yang dari ujung kaki sampai ujung ramput wholesale corporate banking (perbankan korporasi besar), kemudian saya sudah tahu kelemahannya ini itu, ini itu,” ujar dia dalam acara Diskusi Taman BRI yang digelar virtual pada Jumat, 12 Januari 2024.
Selain itu, kata Sunarso, wholesale corporate banking untuk tumbuh juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Dia mencontohkan, ketika bank tersebut memberikan kredit misalnya setahun, itu akan diminta tumbuh Rp 100 triliun, kemudian 3 tahun Rp 300 triliun. “Memangnya ada korporasi yang mampu menyerap kredit secara sehat Rp 300 triliun dalam 3 tahun?”
Sunarso menganalogikan di bank besar itu seperti orang makan duku. Di mana awalnya yang dimakan adalah yang berwarna kuning dan rasanya manis. Kemudian di tahun kedua, diberi target Rp 100 triliun mulai yang berwarna hijau, lalu tahun ketiga yang rasanya kecut, dan tahun keempat tersedak. Namun, tidak dengan segmen mikro dan ultra mikro.
Sunarso mengaku pernah ditugaskan di PT Pegadaian yang fokusnya pada hal yang kecil-kecil atau mikro. Menurut dia, segmen itu potensinya masih sangat besar dan tidak perlu terlalu rigit dengan kriteria risiko seperti yang dilakukan wholesale corporate banking.
Selanjutnya: “Maka saya katakan memasuki ultra mikro sebenarnya...."
“Maka saya katakan memasuki ultra mikro sebenarnya potensinya besar, kita seperti memasuki blue ocean,” ucap Sunarso.
Namun, dia berujar, syaratnya tidak boleh melihat ke belakang atau mundur, tapi harus terus maju. Karena memang potensi di depan masih besar. Kemudian itu juga memunculkan mekanisme proses segala macam yang musti dijalankan dengan baik.
Menurut Sunarso, di segmen mikro dan ultra mikro masih ada sumber pertumbuhan yang melimpah di sana. Kemudian, tantangannya adalah sumber pertumbuhannya melimpah. Karena yang diurusi orang banyak dan berada di tempat yang banyak, maka risiko dan biaya operasionalnya tinggi.
Tetapi, dia menuturkan, hadirlah zaman digital sekarang yang menjadi berkah. Maka dengan digital, semua bisa diselesaikan baik risiko maupun biaya operasional yang tinggi itu. Dengan digitalisasi masuk fokus ke mikro dan ultra mikro, maka bisa meningkatkan kapasitas untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
“Sebanyak mungkin dengan biaya seefisien mungkin itu targetnya,” tutur Sunarso.