Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bos Garuda Indonesia Ingin Tiket Pesawat Naik karena Biaya Operasional Mahal, BPKN: Alasan Klasik

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menolak usulan Direktur Utama Garuda Indonesia soal kenaikan harga tiket pesawat

25 Mei 2024 | 16.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setyaputra (kanan) melihat pekerja merapikan fasilitas di pesawat Garuda Indonesia yang akan digunakan untuk armada angkutan haji 1445 H/2024 di hanggar GMF Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu 8 Mei 2024. Garuda Indonesia menyiapkan 14 pesawat berbadan lebar untuk mengangkut 109.072 jamaah calon haji dari sembilan embarkasi yakni Jakarta, Solo, Medan, Padang, Banda Aceh, Makassar, Banjarmasin, Balikpapan, dan Lombok yang akan mulai diberangkatkan pada Minggu (12/5). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok menolak usulan kenaikan harga tiket pesawat. Ia merespons Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra yang meminta harga tiket pesawat naik lantaran biaya operasional mahal. "Biaya operasional mahal adalah alasan klasik untuk mencari cara menaikkan harga tiket pesawat," kata Mufti melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Sabtu, 25 Mei 2024.

Alih-alih menaikkan harga tiket, menurut Mufti, maskapai penerbangan mestinya justru mendesak pemerintah mengurangi pajak-pajak yang memberatkan maskapai. Sebab, kata dia, pada akhirnya konsumen yang menjadi korban dengan beban harga tiket selangit. "Terutama (harga tiket) Garuda," ujarnya.

Lebih lanjut, Mufti tidak setuju jika harga tiket pesawat naik karena menurutnya saat ini harga tiket sudah tinggi, tetapi hak-hak konsumen sering terabaikan. Ia menilai, layanan maskapai penerbangan di tanah air masih kurang prima dibanding layanan maskapai pesawat luar negeri. "Pesawat delay cukup lama masih menjadi hal biasa bagi penerbangan di Indonesia," kata Mufti.

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merevisi kebijakan tarif batas atas atau TBA tiket pesawat. Pasalnya, besarannya belum berubah sejak 2019. "Walaupun kami tahu enggak mudah, tapi akan tetap kami sampaikan kondisi nyatanya saja bahwa semua (harga) naik," ucapnya di Gedung Manajemen Garuda Indonesia, Tangerang, Rabu, 22 Mei 2024.

Irfan menyadari kenaikan tarif batas atas tiket pesawat berpotensi menuai protes dari masyarakat. Namun, ia meminta tidak membandingkan harga tiket penerbangan domestik dengan penerbangan internasional. Terlebih membandingkan pelayanannya, lalu menyimpulkan harga tiket pesawat mahal.

Irfan lantas menjelaskan, pesawat bukan moda transportasi utama, melainkan memang digunakan oleh kalangan tertentu yang terkadang juga memiliki kepentingan tertentu. Ia pun berharap masyarakat dapat memahami jika pesawat membutuhkan ongkos yang mahal. "30 persen dari cost biaya kita tuh avtur, 30 persen sewa 20 sampai 30 persen maintenance. Mau dibikin maintenance 0? bisa," ucapnya.

Menurutnya, perusahaaan perlu memastikan hitungan tersebut. Jika terjadi kerusakan, pesawat tidak akan bisa terbang, sedangkan jadwal penerbangan harus tetap terlaksana.  Ia juga mengatakan pengoperasian pesawat tidak bisa langsung bertanggung jawab dengan hanya mengucap maaf, lalu  menyuruh penumpang untuk mencari jalan lain ke tempat tujuan. "Ini bisnis yang mahal dan ini bisnis yang single digit," ujarnya. 


RIRI RAHAYU | AISYAH AMIRA WAKANG

 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus