Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memilih pengganti Hadi Poernomo sebagai ketua lembaga tersebut dalam waktu dekat. "Pak Hadi akan memasuki masa pensiun pada April mendatang. Mekanisme pemilihan penggantinya akan dibahas dalam sidang badan pimpinan BPK," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, Kamis pekan lalu.
Namun Bahtiar belum bisa memastikan kapan pemilihan akan dilakukan dan mekanisme apa yang digunakan. Ia hanya menjelaskan, sejak 2009, ketua dipilih secara langsung oleh anggota BPK seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Hal ini berbeda dengan sebelumnya, ketika ketua dan wakil ketua lembaga itu diangkat oleh presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Achsanul Qasasi, juga mempersilakan para anggota BPK memilih langsung pengganti Hadi Poernomo, yang pada tahun ini genap berumur 66 tahun. "DPR tidak akan ikut campur," tutur politikus asal Partai Demokrat tersebut.
Ketika ditemui pada Jumat pekan lalu, Hadi Poernomo mengaku tidak tahu-menahu soal masa pensiun tersebut. Ia juga enggan berkomentar ihwal rencananya ke depan setelah tak lagi menjabat Ketua BPK ataupun calon penggantinya. "Kalau itu nanti sajalah. Itu kan pribadi, ya," ucapnya.
Selama tujuh tahun terakhir, tercatat semakin banyak laporan keuangan pemerintah daerah yang naik peringkat menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). Tercatat pada 2011, ada 67 pemerintah daerah yang meraih peringkat WTP, atau melonjak ketimbang pada 2007. Saat itu, hanya empat pemerintah daerah yang mendapat status tersebut.
Sebaliknya, status tidak wajar, yang didapat 59 pemerintah daerah pada 2007, hanya menghampiri delapan pemerintah daerah pada 2011 (lihat tabel). Selama tiga tahun belakangan, juga terdapat temuan yang menyebutkan angka kerugian negara yang terus naik.
Peneliti dari Indonesia Budget Center, Roy Salam, menilai BPK periode 2009-2014, yang dipimpin Hadi Poernomo, belum maksimal dalam mengaudit kinerja lembaga pemerintah. Padahal, audit kinerja lembaga sangat penting sebagai upaya pengawasan keuangan dan pencegahan tindak korupsi.
"BPK mendorong lembaga pemerintah pusat dan daerah agar transparan dalam pengelolaan keuangan, tapi audit masih terbatas pada keuangan, bukan audit kinerja lembaga secara keseluruhan," ujar Roy.
Ia mengusulkan agar audit kinerja dan keuangan dilakukan di seluruh lembaga eksekutif-legislatif, baik pusat maupun daerah, agar hasilnya menjadi panduan dalam evaluasi dan perencanaan anggaran.
Selain itu, Roy melihat program audit elektronik (e-audit) yang diluncurkan BPK hanya sebatas memberikan kemudahan kepada lembaga tersebut untuk mendapatkan data dari subyek yang diaudit. "Tapi transparansi tata kelola anggaran tak terjawab karena publik belum tentu bisa mengakses e-audit itu."
Adapun Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, menilai semakin banyaknya status WTP yang disematkan ke sejumlah lembaga tak bisa dibanggakan karena jumlah tindak pidana korupsi masih banyak. Ia menduga selama ini BPK hanya mengaudit sebanyak 30 persen laporan yang diserahkan. "Sampel itu tidak bisa merepresentasikan audit yang tepat," kata dia.ANGGA SUKMA WIJAYA | MAYA NAWANGWULAN | FAIZ NASRILLAH
Profil
Hadi Poernomo terpilih menjadi Ketua BPK pada 20 Oktober 2009 melalui pemungutan suara sembilan anggota Badan saat itu. Ia lahir di Pamekasan, Madura, 21 April 1947, dan memulai karier sebagai pegawai negeri di Direktorat Jenderal Pajak pada Desember 1965.
Kariernya terus menanjak hingga menjadi pemimpin Direktorat Jenderal Pajak sejak Februari 2001 hingga April 2006. Berikut ini latar belakang pendidikan dan riwayat kerjanya.
Riwayat pendidikan:
Riwayat pekerjaan:
Perkembangan Opini Laporan Keuangan Pemda
2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | |
WTP | 4 | 13 | 15 | 34 | 67 |
WDP | 283 | 323 | 330 | 341 | 349 |
TW | 59 | 31 | 48 | 26 | 8 |
TMP | 123 | 118 | 106 | 115 | 96 |
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan
WTP: Wajar Tanpa Pengecualian
WDP: Wajar Dengan Pengecualian
TW: Tidak Wajar
TMP: Tidak Memberi Pendapat (disclaimer)
Temuan Kerugian Negara *
Jumlah kasus | Nilai | |
2010 | 16.468 | Rp 32,58 triliun dan US$ 156,43 juta |
2011 | 12.612 | Rp 20,25 triliun* |
2012 | 7.966 | Rp 14,75 triliun |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo