Akhirnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) naik kelas juga. Setelah dua tahun berturut-turut laporan keuangan lembaga itu dinyatakan disclaimer (tidak cukup data untuk membuat opini), laporan keuangan terbaru yang berakhir pada 31 Desember 2001 lebih baik: dinyatakan wajar dengan pengecualian. Menurut Managing Partner Ernst & Young, Iman Sarwoko, yang mengaudit BPPN, ada sejumlah perbaikan di BPPN sehingga bisa mendapatkan opini tersebut. Perbaikan itu antara lain menyangkut makin sedikitnya aset perbankan yang ditransfer ke BPPN yang belum teridentifikasi, dari Rp 8,7 triliun tinggal Rp 287 miliar. Surat-surat berharga yang belum teridentifikasi pun hanya Rp 482 miliar, sebelumnya Rp 5,2 triliun.
Sementara itu, yang masih harus dikualifikasi oleh auditor adalah soal saldo penyertaan modal sementara pemerintah di bank senilai Rp 70 triliun, termasuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum dialihkan oleh Bank Indonesia kepada pemerintah senilai Rp 6,47 triliun. Selain itu, penyelesaian utang BLBI senilai Rp 11,8 triliun di 16 bank dalam likuidasi juga mesti dikualifikasi. Perubahan opini ini membuat ketua BPPN Syafruddin Temenggung gembira. "Dogol namanya kalau sampai tiga tahun tidak naik-naik kelas," kata Syafruddin kepada pers di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini