Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RASANYA belum berapa lama, ketika para kontraktor kita ribut karena merasa ladang mereka dicaplok oleh kontraktor asing. Kini, giliran konsultan lokal berteriak bak kucing kejepit ekornya. Menjelang dilaksanakannya Raker Inkindo (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia), dua pekan lalu di Hotel Horison, Jakarta, para konsultan lokal mengeluh karena banyak lahan yang sebenarnya mampu mereka garap dimakan konsultan asing. Siapa lagi yang ditunjuk sebagai penyebab kalau bukan Pemerintah sebagai pemilik proyek. Menurut Ary Mochtar Pedju, Ketua Inkindo, selama ini Pemerintah tidak mempunyai persiapan yang matang untuk menerima pinjaman. Sehingga, sering studi kelayakan atas sebuah proyek dilakukan oleh konsultan dari negara pemberi pinjaman. Dan itu berarti Indonesia tidak bisa memanfaatkan semua dana yang dipinjamnya dengan maksimal. Sebab, dengan digunakannya konsultan dari mereka, jelas adadana yang balik ke negara asalnya sebagai pembayar jasa konsultansi yang tidak sedikit. Memang, bukan hanya PemeAntah Indonesia, yang ditunjuk Pedju sebagai penyebab munculnya situasi seperti itu. Tapi juga negara pemberi kredit. Menurut Dirut PT Encona Engineering Inc. ini, negara donor seperti Jepang termasuk yang agresif dalam memasarkan konsultannya ke negeri berkembang, terutama yang menerima pinjaman dari mereka. Buktinya, antara lain, pembangunan pusat perawatan pesawat Garuda di Bandara Soekarno-Hatta, 1983. Semula, Pemerintah bermaksud menunda proyek mahal ini, sekitar $ 165 juta. Nah, ketika itulah Encona yang dipimpin Pedju diminta mengkaji ulang kelayakan proyek tersebut. Hasilnya lumayan, Pemerintah bisa menghemat sekitar Rp 70 milyar. Akan lebih baik, kalau Indonesia punya undang-undang yang melindungi konsultan lokal, seperti di Malaysia. "Sehingga, pihak luar yang hendak menanam modal, atau memberikan pinjaman, harus taat kepada UU negara penerima pinjaman," ujarnya. Jika tak ada perlindungan hukum, bukan hanya mengakibatkan konsultan lokal ketinggalan. Tapi, ya itu tadi, dana yang kembali ke negeri asalnya pun akan semakin deras. Pedju lalu menunjuk sebuah departemen yang mengeluarkan Rp 517,7 milyar untuk membayar konsultasi bagi proyek-proyeknya. Dari jumlah itu, cuma sebagian kecil masuk kocek konsultan nasional. "Angka itu baru dari satu departemen, lho. Bayangkan, berapa total biaya konsultasi yang dikeluarkan oleh semua departemen," kata Pedju. Itu terlihat dari laporan Bank Duniaselama 1986-1988. Selama itu Bank Dunia mengeluarkan dana tak kurang dari $ 2,61 milyar, hanya untuk membayar jasa konsultan. Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dengan mengantungi hasil ekspor jasa konsultannya sebesar $ 433,3 juta. Menyusul Prancis, dan Inggris, dengan perolehan masing-masing di atas $ 300 juta. Australia, yang terendah di antara delapan negara maju, bisa mengantungi $ 35 juta. Lantas, bagaimana dengan konsultan dari negara lainnya, termasuk negara berkembang? Perolehan mereka kecil sekali, hanya $ 106,2 juta, atau sekitar 4% dari seluruh biaya konsultasi yang dikeluarkan Bank Dunia selama 1986--1988. Biaya per man month yang rata-rata diperoleh seorang konsultan Indonesia terbilang kecil, baru sekitar Rp 900 ribu. Sementara itu, tarif per man month bagi seorang konsultan asing bisa mencapai Rp 19 juta. Makanya, di antara konsultan Indonesia, "Sering terjadi manipulasi," kata Ismid Hadad, direktur pelaksana konsultan PT Redecon. Caranya gampang. Sebuah proyek yang dikerjakan oleh satu orang, misalnya, dilaporkan 10 orang. Sehingga, uang jasa yang diperoleh pun jadi berlipat. Soal mahalnya konsultan asing juga diakui oleh Yves Charpentier, Sekretaris Pertama Bidang Ekonomi Kedubes Prancis. Tapi, "Tarif itu sudah sesuai dengan standar internasional," ujarnya. "Gaji mereka di negeri asalnya juga sudah tinggi." Menurut Charpentier, di Indonesia sekarang ada 15 konsultan Prancis yang bekerja mulai dari proyek irigasi hingga pembangunan Bandara Soekarno-Hatta. Setiap proyek yang terkait dengan bantuan IGGI selalu disertai bantuan teknis berupa konsultan. Pemerintah Indonesialah yang menentukan konsultan mana yang akan dipilihnya. Adapun tentang harga, itu ditetapkan oleh Bappenas, setelah berkonsultasi dengan negara atau lembaga pemberi pinjaman. Kurang lebih 30% dari seluruh bantuan luar negeri berupa bantuan teknis. Dari jumlah itu hanya 1/10-nya masuk porsi konsultan nasional, selebihnya untuk konsultan asing. Maka, sungguh menggembirakan ketika Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Dr. Saleh Afiff akhirnya menyetujui agar porsi untuk konsultan nasional itu dinaikkan dua kali menjadi 1/5.Budi Kusumah, Bachtiar Abdullah, Bambang Aji Setiaji, Tommy Tamtomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo