Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesan itu diterima seorang bekas pejabat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam berbagai kesempatan. Salah satunya pada suatu hari pada Juli tahun lalu. Si pembawa pesan adalah Gatot Mudiantoro Suwondo, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, yang juga adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Gatot meminta kepada bekas pejabat itu agar BP Migas merekomendasikan PT Mandiri Panca Usaha (Mandiri Oil) dalam tender yang sedang digelar PT ExxonMobil Indonesia. Dalam satu kesempatan, Gatot mengatakan ia ingin Mandiri Oil seperti Medco Energi, yang berhasil menjadi perusahaan lokal yang mendunia lewat bisnis minyak dan gas. Di lain waktu, ia mengatakan minta bantuan bagi Mandiri Oil dengan alasan tak lama lagi akan pensiun dan memerlukan bisnis itu.
Tender yang dimaksud Gatot adalah rencana pelepasan aset ExxonMobil yang berada di Arun, Aceh. Sejak Agustus 2011, perusahaan yang berbasis di Dallas, Texas, Amerika Serikat, itu berencana menjual tiga aset mereka di Mobil Exploration Indonesia Inc, ExxonMobil Oil Indonesia Inc, dan Mobil LNG Indonesia Inc. Masing-masing yang akan dilepas adalah sebesar 100 persen saham di Blok B Arun dan Lapangan gas North Sumatera Offshore serta 30 persen saham di PT Arun NGL.
Bagi perusahaan sekelas ExxonMobil, sumur-sumur gas di Arun itu tak lagi menarik. Pada 2010, rata-rata produksi gas dari aset-aset tersebut sekitar 215 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dan kondensat. "Sekarang produksi dari aset di sana sekitar 350 MMSCFD," kata Vice President ÂPublic and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto awal Januari lalu.
Tapi, bagi perusahaan yang lebih kecil, angka produksi sebanyak itu masih sangat menggiurkan. Karena itu, begitu tender dibuka, tak kurang dari 27 perusahaan menyatakan minat membeli aset yang ditaksir bernilai hampir Rp 10 triliun tersebut. "Bisa jadi menguntungkan. Standar keekonomiannya kan berbeda," kata Hadi Prasetyo, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (lembaga pengganti BP Migas).
Karena itulah banyak orang terkejut ketika tiba-tiba ExxonMobil membatalkan tender yang sudah hampir rampung. "Setelah mempertimbangkan segala aspek, kami memutuskan tetap mengelola aset-aset tersebut," ujar Erwin Maryoto.
Keputusan itu berbuntut panjang. Bukan hanya para peserta tender yang kecewa, SKK Migas juga meradang. Lembaga yang kepemimpinannya sempat dirangkap oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik itu dibuat kesal dengan maju-mundurnya rencana Exxon. "Setelah banyak perusahaan nasional yang mau, dibatalkan pelepasan asetnya. Exxon ingin mengoperasikannya sendiri. Pemerintah jadi mempertanyakan bagaimana komitmen Exxon. Kok, seperti ini?" kata Hadi.
Buntut pembatalan tender juga berimbas pada Presiden Direktur ExxonMobil Indonesia Richard J. Owen. Awal Januari lalu, SKK Migas mengumumkan bahwa mereka tak lagi memperpanjang izin kerja Owen di Indonesia. Memang setiap pemimpin dan karyawan asing di perusahaan pemegang kontrak kerja sama minyak dan gas di Indonesia harus meminta izin kerja kepada pemerintah melalui lembaga itu. Setiap tahun, izin itu harus diperpanjang.
Owen, yang mulai bertugas sejak Januari 2012, dinilai tak kooperatif dengan pemerintah Indonesia. "Banyak sekali evaluasinya, sehingga pengajuan perpanjangan tidak diberikan," ucap Jero Wacik.
Menteri Energi membantah tudingan bahwa urusan Arun menjadi penyebab utama tak diperpanjangnya izin kerja Owen. "Tidak kooperatif itu bisa diartikan bermacam-macam. Dari kinerjanya yang tidak berhasil meningkatkan produksi minyak di Blok Cepu hingga divestasi lapangan migas di Arun yang maju-mundur dan akhirnya tidak jadi."
Tidak diperpanjangnya kontrak pegawai asing di dunia migas, menurut Jero, merupakan hal biasa. "Ini kok jadi bela orang asing? Giliran pemerintah melakukan apa-apa buat asing dibilang pro-asing. Sekarang pro-dalam negeri, salah juga," ujarnya.
Penjelasan yang disampaikan Jero berbeda dengan keterangan yang disampaikan sumber Tempo, yang sejak awal mengikuti proses tender ExxonMobil. Ia memastikan tindakan SKK Migas terhadap Owen adalah pesan keras pemerintah kepada perusahaan Amerika itu terkait dengan divestasi Blok Arun. "Itu jelas sekali," katanya.
Cerita sumber itu cocok dengan keterangan bekas Kepala BP Migas Raden Priyono tentang izin kerja Owen. Seingat Priyono, permintaan perpanjangan izin kerja itu sudah diajukan saat ia masih memimpin BP Migas. Sampai kemudian ia dilengserkan bersamaan dengan pembubaran BP Migas pada pertengahan November tahun lalu, evaluasi atas Owen sudah dilakukan.
"Seingat saya, tidak ada pelanggaran kontrak PSA (production sharing agreement) yang terjadi. Semestinya itu yang jadi alasan jika izin seseorang diputuskan tak dilanjutkan," ujar Priyono. "Kalau tak salah, saya bahkan sudah menandatangani perpanjangan itu."
Sumber Tempo, yang ditemui sehari sebelumnya, menjelaskan bagaimana proses tender itu berjalan sejak awal. Tak lama setelah tender diumumkan pada Agustus 2011, ada 27 perusahaan menyatakan hendak mengajukan penawaran. Tapi, melalui proses verifikasi, tinggal 12 perusahaan yang dianggap mampu melanjutkan di putaran kedua. Mereka yang lolos antara lain Medco Energi, Pertamina (Persero), Energi Mega Persada, Konsorsium Intera Arun-Ratu Prabu, dan Mandiri Oil.
Rata-rata penawaran yang direken dalam tender itu, masih menurut sumber Tempo, berkisar di angka US$ 600 juta. Tapi, dalam proses berikutnya, beberapa perusahaan menarik diri dari arena persaingan. Kemudian, melalui pemberitahuan tertutup, pada akhir Mei 2012, hanya tinggal tiga penawar yang dipertimbangkan oleh ExxonMobil sebagai calon pembeli aset mereka. Ketiganya adalah Energi Mega Persada, Mandiri Oil, dan Konsorsium Intera Arun-Ratu Prabu.
Energi Mega dipertimbangkan karena memberi tawaran tinggi, selain karena anak usaha Grup Bakrie ini dianggap cukup punya pengalaman di bisnis migas. Adapun Konsorsium Intera Arun-Ratu Prabu berisi sekitar 50 pensiunan karyawan ExxonMobil, yang berkongsi dengan perusahaan milik Burhanuddin Bur Maras. Selain sebagai mantan anggota Komisi Energi di Dewan Perwakilan Rakyat, Bur Maras dikenal luas sebagai pemain lama di sektor tersebut.
"Saya sendiri tak tahu siapa itu Mandiri Oil," ujar Priyono. Dia menilai perusahaan milik Yanuar Arsad itu terhitung pemain baru. "Saya takut nama Presiden cuma dibawa-bawa."
Mungkin karena itu pula tak mudah bagi Gatot meyakinkan pihak-pihak yang dimintanya membantu Mandiri Oil. Dan yang paling tak mudah diyakinkan adalah ExxonMobil. Kepada BP Migas, perusahaan itu berkali-kali mengatakan hanya akan melepas asetnya ke perusahaan yang sudah mereka kenal.
Tapi ExxonMobil tak berbisnis di ruang hampa. Pada Mei 2012 itu, Richard Owen dan anak buahnya mulai sering dipanggil oleh Jero Wacik. Sumber Tempo itu memberi tahu, sejak mula Mandiri Oil sangat yakin akan menang dalam tender Arun. "Mereka bilang punya akses langsung ke ,sana,," katanya. Pihak "sana" yang ia maksud adalah Menteri Energi dan Presiden, melalui Gatot dan Susilo Siswoutomo, staf khusus Jero, yang kini menjadi Wakil Menteri Energi. "Yanuar dekat dengan Pak Susilo."
Ketika dimintai konfirmasi, Gatot Suwondo mengatakan tak mengenal ExxonMobil. Dia malah sibuk bertanya tentang sumber Tempo saat ditanya soal lobi yang ia lakukan untuk Mandiri Oil. "Kata siapa?" ujarnya berkali-kali.
Adapun Susilo mengakui kenal Yanuar Arsad. "Tidak ada yang melarang saya untuk kenal," ucapnya. Namun ia menyangkal bila dianggap menekan ExxonMobil untuk memenangkan Mandiri Oil. "Untuk apa urusan kayak gini dihubungkan dengan Presiden? Tidak ada hubungannya. Tidak ada tekanan."
Sebaliknya, sumber Tempo meyakinkan, pesan yang disampaikan kepada ExxonMobil saat dipanggil Kementerian Energi itu jelas: mereka diminta memberi peluang bagi Mandiri Oil untuk bisa mengelola Arun. Cukup manjur, ExxonMobil sempat memberi kesempatan kedua kepada Mandiri untuk memasukkan tawarannya pada awal Agustus tahun lalu. "Padahal saat itu ExxonMobil sudah memberi tahu Intera Arun-Ratu Prabu sebagai preferred winner," ujar si sumber.
Di tengah jalan, Mandiri Oil tak melanjutkan proses negosiasi terkait dengan perincian pasal-pasal perjanjian jual-beli. Juru bicara Mandiri Oil, Tommy Kesowo, tak memberi tanggapan tentang bantuan lobi Gatot dan Susilo dalam tender Arun. "Saat ini ExxonMobil tidak jadi menjual, jadi sulit untuk kami memberikan komentar. Hal tersebut telah berjalan satu tahun yang lalu," katanya Jumat pekan lalu.
Pada akhirnya, praktis hanya Intera Arun-Ratu Prabu yang melaju, bahkan sampai tahap uji tuntas oleh ExxonMobil. Hingga pertengahan September lalu, konsorsium ini masih merasa akan keluar sebagai juara tender.
Situasi berbalik pada 26 September. Ketika itu, Robert McClure, Manajer Komersial Internasional yang diutus ExxonMobil Producing Company dari kantor pusat mereka di Dallas, datang ke Jakarta. Setelah bertemu dengan Owen, orang kedua yang ia temui adalah Konsorsium Intera Arun-Ratu Prabu, yang diwakili Maman Budiman, pensiunan petinggi ExxonMobil.
Kepada Maman, ia mengatakan pimpinan perusahaannya di Dallas memutuskan tak jadi melepas Arun. Informasi itu diberikan tanpa memberi alasan pembatalan, karena sejak awal proses ExxonMobil menyatakan bisa menghentikan tender kapan saja. "Saya tidak bisa memberi komentar apa pun soal ini," ujar Maman saat dimintai konfirmasi.
Setelah menemui Maman, McClure datang melapor ke BP Migas dan Menteri Energi. Belakangan pembatalan itu mereka sampaikan lagi secara resmi menjelang akhir tahun lalu. Sumber Tempo mengatakan pembatalan pada September itu dilakukan ExxonMobil bersamaan dengan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Amerika Serikat. "Di sana salah satu menteri kembali menekankan permintaannya ke pimpinan ExxonMobil," kata si sumber.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang mendampingi Presiden dalam kunjungan itu, memastikan tak ada pertemuan khusus antara delegasi Indonesia dan ExxonMobil. "Yang ada pertemuan dengan para pengusaha di New York. Itu ramai-ramai," ujar Hatta, Rabu malam pekan lalu. "Tapi saya tidak tahu juga kalau di pinggir-pinggir ada pertemuan tidak resmi. Yang pasti, bukan dengan Presiden."
Y. Tomi Aryanto, Retno Sulistyowati, Sorta Tobing, Bernadette C., Gustidha B.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo