Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Center of Economic and Law Studies (Celios) meluncurkan hasil riset terbaru membahas pentingnya investasi dalam mendorong pemulihan lingkungan dan kesetaraan sosial. Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, mengatakan selama ini investasi di Indonesia gagal menciptakan keadilan sosial dan berdampak terhadap kerusakan lingkungan. "Salah satu temuan utama dalam laporan ini adalah bagaimana mendorong pemerintah menetapkan pajak laba mendadak (windfall tax) dan pajak super kaya untuk mewujudkan ekonomi restoratif," kata Askar dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu 27 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, kata Askar, pemerintah juga bisa meningkatkan penerimaan dari perpajakan progresif lainnya seperti pajak karbon dan pajak produksi batu bara. Langkah ini berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 222 hingga Rp 244 triliun per tahun untuk menyediakan dasar keuangan ekonomi restoratif. “Terobosan dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip laporan riset tersebut, tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia terdapat pada kesenjangan investasi dan keterbatasan kebijakan. Padahal dalam satu dekade terakhir terjadi tren meningkatnya kesadaran terhadap ekonomi restoratif yang meminimalisir kerusakan lingkungan.
"Di Indonesia masih kekurangan anggaran khusus untuk inisiatif ekonomi restoratif dan seringkali tertinggal dari upaya keberlanjutan lain seperti penerapan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim dalam penanaman modal dan prioritas pembangunan," tulis riset tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Askar mengatakan pemerintah sejauh ini belum melihatkan upaya serius dalam mewujudkan ekonomi restoratif. Masih banyak kebijakan yang bertolak belakang dengan target net zero emission dan investasi yang berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.
"Padahal Indonesia memerlukan dana sebesar Rp892 triliun hingga tahun 2045 untuk bisa melaksanakan strategi ekonomi di berbagai sektor secara efektif," ujar Askar.
Melalui laporan riset ini, Celios berharap pengambil kebijakan dan investor bisa merumuskan kebijakan fiskal yang adaptif dan tidak merusak lingkungan. "Studi ini bertujuan untuk berkontribusi positif pada pengembangan kerangka tata kelola fiskal yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia, sejalan dengan visi nasional untuk Indonesia pada 2045," kata Askar.