Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakrta - Berawal dari resep turun-temurun keluarga, Bambang Tri Mulyono meracik bakmi godok. Dimulai sejak 2009, ia menjajakan bakmi godok dan bakmi goreng di daerah Mantrijeron, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun bertahun-tahun berkutat di bidang kuliner ini, secara ekonomi pendapatannya masih biasa saja, bahkan cenderung kurang. Baru pada 2017, Bambang berinovasi. Masakan yang ia buat dikemas dalam bentuk kaleng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya ingin bakmi godok dan lainnya bisa dinikmati orang di seluruh dunia," kata Bambang, Kamis, 10 November 2022.
Bakmi godok itu kini sudah tersebar seantero Indonesia. Bahkan, produk ini menembus pasar ekspor ke Malaysia, Hong Kong, Singapura, dan beberapa negara lainnya.
Tak hanya bakmi godok, Bambang mengemas banyak produk dalam bentuk kaleng. Ada bakmi goreng, tongseng domba, rica ayam kampung, sarden tuna, tengkleng domba, sate goreng domba, dan domba lada hitam. Masakan dalam kemasan kaleng ini pun bisa bertahan hingga satu tahun.
Sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), ia merasakan perlu adanya suntikan modal untuk pembiayaan inovasi masakannya itu. Salah satunya, ia menjadi mitra usaha PT Pertamina (Persero).
Mengikuti Program Kemitraan Pertamina, Bambang mengatakan pelatihan itu bermanfaat bagi kalangan pengusaha UMKM. Sebab, ia akhirnya dapat membuka usaha di Jalan Tino Sidin, Kasihan, Kabupaten Bantul. Sekarang, bahkan, ia mempunyai tujuh karyawan yang seluruhnya perempuan.
Bambang mengakui, sejak adanya bimbingan dari Pertamina, dia bisa meningkatkan kapabilitas bisnis, pemasaran, serta mengatur keuangan. Dia juga sering difasilitasi untuk menggelar pameran produk militernya di banyak kota. Nama produknya itu diberi label Bakmi Jawa Mbah Hardjo. Dia pun pernah ikut pameran hingga ke Arab Saudi, tepatnya di Kota Jeddah.
Pada saat pandemi Covid-19, ia mengaku omzetnya menurun. Namun, sekarang, penurunan itu sudah berangsur pulih. Ia mengaku sudah mengantongi omzet Rp 50 juta per bulan.
Bambang menyadari, Yogyakarta merupakan kota tujuan wisata yang sangat potensial. Karena itu, menyediakan kebutuhan wisatawan untuk menikmati kuliner khas Yogyakarta, tidak hanya di lokasi penjualan. Namun, juga di rumah masing-masing agar mereka bisa menikmati bakmi dan masakan lain racikannya.
"Dimulai dari resto bakmi Jawa biasa. Lambat laun tercipta inovasi produk bakmi Jawa kemasan kaleng yang mungkin menjadi yang pertama dan masih satu-satunya hingga saat ini. Sekarang ini sudah ada 14 jenis makanan kaleng yang saya buat,” kata pria 44 tahun itu.
Untuk memasarkan produknya, Bambang mengaku memanfaatkan sistem penjualan daring dan mengundang reseller. Dia mematok harga per kaleng Rp 35-40 ribu. Strategi ini dianggap manjur untuk meningkatkan omzetnya. Harapannya, masakan tradisional resep keluarga itu bisa dinikmati orang seantero dunia.
Brasto Galih Nugroho, Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, menyatakan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, ada 589 usaha mikro dan kecil (UMK) mendapatkan penyaluran pinjaman modal dan pembiayaan syariah. Pinjaman diberikan melalui Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PPUMK) yang dijalankan Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga. Angka tersebut belum termasuk PPUMK yang dijalankan Refinery Unit Cilacap PT Kilang Pertamina Internasional.
"Selain bantuan permodalan, kami juga mendorong pelaku usaha yang kami bina untuk naik kelas, di antaranya menjadi Go Modern, Go Digital, Go Online, dan Go Global," kata Brasto.
UMKM itu didorong meningkatkan akses pasarnya melalui pameran, pelatihan, kursus, hingga go digital. "Tujuan dari program pembinaan yang kami jalankan adalah agar mewujudkan UMK yang tangguh dan mandiri. Sehingga sebagai multiplier effect akan meningkatkan perekonomian Indonesia," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.