Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Beijing - Cina menjamin Indonesia tidak akan rugi terlibat dalam China One Belt and Road Initiative. “Investasi besar kami ini akan sangat menguntungkan kedua negara. Proyek kami bakal bisa mengatasi kemacetan di Jakarta,” kata Kepala Pakar Ekonomi China Center for International Economic Exchanges di Beijing, Rabu, 22 Agustus 2018, Chen Wenling.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait kekhawatiran sebagian masyarakat Indonesia yang menyatakan proyek kerja sama ini bakal menggerus banyak dana dan menambah utang Indonesia, Wenling mengaku bisa memahaminya. “Setiap pinjaman itu berisiko,” ujarnya. Pernyataan Wenling merujuk Cina memenangkan tender proyek pembangunan kapal cepat Jakarta- Bandung pada Oktober 2015 lalu.
Tak hanya itu, kata Wenling, banyak negara terpengaruh dengan Amerika Serikat yang menuding Cina memiliki agenda ingin menguasai negara-negara di dunia. “Padahal Amerika tidak punya hak menyalahkan Cina. Kami tidak punya keinginan memimpin dunia.”
Menurut Wenling, Cina mempunyai investasi infrastruktur misalnya di India, Indonesia, Jepang, Filipina, Rusia, Kazakhstan, dan Pakistan. “Sudah ada 65 negara yang menyatakan bergabung sejak Belt and Road Initiative ini dilontarkan Presiden Cina, Xi Jinping saat berkunjung ke Indonesia pada 2013,” kata dia.
Wenling menyatakan, negaranya banyak menggunakan pendekatan dialog dalam membangun kerja sama Belt and Road Initiative ini. “Kami ingin semua gembira dengan perjanjian ini.”
Sebelumnya diberitakan krisis mata uang Turki diperkirakan bakal berimbas pada masalah keuangan negara-negara berkembang di Asia. Khususnya bagi negara yang telah mengambil pinjaman besar untuk proyek-proyek infrastruktur di bawah jalur sutera modern yang diinisiasi Cina, One Belt and Road Initiative.
Pasalnya, krisis mata uang Lira memaksa negara-negara Asia untuk mempertimbangkan kenaikan suku bunga untuk menopang mata uang mereka, tak terkecuali di Indonesia. "Krisis ini juga menambah biaya pembayaran utang yang melemahkan stabilitas keuangan," seperti dilansir dari laporan The Center for Global Development yang dikutip oleh Nikkei Asian Review, Selasa, 21 Agustus 2018.
The Center for Global Development, yang merupakan lembaga think tank Amerika Serikat, menyebutkan pinjaman dari Cina, menurut laporan itu, membantu negara-negara berkembang untuk perbaikan dan peningkatan infrastruktur yang mereka butuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Namun biaya pembayaran utang yang berat mengancam dan merusak stabilitas keuangan negara berkembang tersebut.
KARTIKA ANGGRAENI