Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) masih bermasalah hingga kini. Direktur Jenderal atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyatakan dampak sistem error baru akan terlihat setelah pelaporan pajak di awal tahun ini rampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini kan dampaknya baru kelihatan nanti, karena (penerimaan pajak) yang Januari kan lapornya Februari," ujar Suryo di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 10 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaporan pajak pada Januari akan diampaikan pada tanggal 15 di bulan berikutnya. Sehingga, kata Suryo, dampak pemberlakuan Coretax terhadap semua laporan penerimaan seperti pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) belum terlihat saat ini.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebelumnya sepakat penerapan Coretax dilakukan paralel dengan sistem perpajakan lama. Untuk tahun pajak 2024 dan sebelumnya, pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh Orang Pribadi dan Badan masih menggunakan sistem lama. Namun untuk SPT 2025 yang akan disampaikan pada 2026 menggunakan Coretax, termasuk untuk pelaporan PPN baru dan PPh karyawan.
Menurut Suryo, langkah tersebut menjadi jalan tengah bagi masalah Coretax yang dikeluhkan oleh wajib pajak. Diharapkan dengan berlakunya dua sistem upaya pemerintah mengumpulkan penerimaan negara tak terganggu.
Adapun tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 3.005,1 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan disasar sebesar Rp 2.490,9 triliun.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan ada tantangan cukup berat pada penerimaan perpajakan 2025. Padahal realisasi penerimaan pajak 2024 sudah mengalami short fall atau tak mencapai target.
Akibatnya, untuk mencapai target 2025 butuh kenaikan hingga 11,56 persen dari realisasi 2024. “Dan itu terbilang sangat tinggi. Kuat dugaan, ketika target 2025 ditetapkan telah memperhitungkan kenaikan tarif PPN yang pada akhirnya diberlakukan terbatas,” ucap Awalil.
Di tengah tantangan tersebut, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah memangkas anggaran Kementerian, Lembaga dan Pemerintah daerah. Kepala negara menargetkan kas negara dapat hemat Rp 306 triliun dari instruksi penghematan yang dikelurakan pada 22 Januari 2025.
Namun target itu juga tampaknya bakal direvisi karena Kementerian Keuangan diminta untuk melakukan rekonstruksi efisiensi anggaran pada pekan ini. Rekonstruksi dilakukan setelah muncul surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Surat yang diterbitkan pada 7 Februari 2025 itu meminta pimpinan komisi I hingga XIII menunda pembahasan efisiensi anggaran pada pekan ini.