Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menggelar rapat membahas Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat hari ini. Pembahasan tersebut menyepakati bahwa sistem lama masih akan digunakan seiring implementasi Coretax.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semula, dalam rapat DPR sempat meminta implementasi Coretax ditunda. Namun hasil kesepakatan rapat sekitar 4 jam tersebut memutuskan Coretax tetap berlaku bersamaan dengan sistem lama, sehingga ada dua sistem pelaporan pajak. Kesimpulan tersebut diumumkan Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tadi kami menyimpulkan Ditjen Pajak memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” ucap Misbakhun dalam konferensi pers seusai rapat di Gedung DPR, Senin 10 Februari 2025.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal menjamin bahwa sistem IT apapun yang digunakan, tak mempengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. DJP akan menyiapkan roadmap baru implementasi Coretax.
DPR juga meminta DJP tak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang disebabkan gangguan sistem Coretax sepanjang 2025. Selain itu bakal melaporkan secara berkala implementasi kepada Komisi XI. Sementara itu, Suryo Utomo membenarkan ada dua sistem. “Jadi kita menggunakan dua sistem yang sedang berjalan,”ujarnya.
Dia menerangkan untuk tahun pajak 2024 dan sebelumnya pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan masih menggunakan sistem lama. Namun untuk SPT 2025 yang akan disampaikan pada 2026 menggunakan Coretax, termasuk untuk pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru dan PPh karyawan.
Cara ini, menurut Suryo, merupakan jalan tengah mengatasi masalah dan keluhan masayarakat terkait penerapan Coretax. Pemerintah resmi memberlakukan Coretax mulai 1 Januari 2025. Namun, sejak awal diterapkan hingga saat ini banyak warga yang mengeluhkan kesulitan akses sistem. Keluhan banyak datang dari pengusaha khususnya perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) atau yang memproduksi barang dalam jumlah banyak.
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai Coretax memberi dampak positif bagi penerimaan negara, karena membantu pengawasan wajib pajak. Namun, sistem baru ini sangat mengganggu operasional perusahaan, khususnya sisi keuangan.