Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap pada Rabu 26 Juli 2023. Penetapan tersebut dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sehari sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam operasi senyap tersebut KPK turut menetapkan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil. Marilya dan Roni disebut menyerahkan uang senilai Rp 999,7 juta kepada Arif. Uang itu merupakan sebagai bagian dari commitment fee karena PT Intertekno dan PT Kindah menang dalam sejumlah proyek pengadaan barang di Basarnas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akan tetapi, penetapan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap menuai polemik. TNI tidak mengakui penetapan tersangka kedua anggotanya oleh KPK.
TNI tidak mengakui penetapan tersangka dugaan suap terhadap Henri dan Arif oleh KPK pada Jumat, 28 Juli 2023. Menurut Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro, segala tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Belakangan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf atas penetapan dua orang anggota TNI aktif dalam kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. "Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani, bukan KPK," kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Jumat 28 Juli 2023.
Adapun kasus dugaan suap yang menyeret Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto mengingatkan kembali terhadap beberapa personill TNI yang terlibat korupsi. Berikut adalah sejumlah perwira TNI yang terlibat korupsi yang telah dirangkum Tempo.co.
1. Brigjen Teddy Hernayadi
Kasus korupsi pernah menjerat Brigjen Teddy Hernayadi. Teddy yang saat itu masih berpangkat kolonel dan menjabat Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014 terbukti melakukan korupsi anggaran pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) 2010-2014 sebesar US$ 12 juta.
Sejak 2015, sebenarnya Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Ismono Wijayanto sudah mengendus kecurangan yang diduga dilakukan Teddy. Ia mengatakan Teddy diduga menyalahgunakan wewenang yang berakibat merugikan negara.
Ismono mengungkap, modus kecurangan yang dilakukan Teddy adalah menandatangani atau menerbitkan surat tanpa izin dari atasannya, Kepala Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan, bahkan Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran. Hingga akhirnya pada Rabu, 20 November 2016, Pengadilan Militer Jakarta Timur memvonis Brigjen TNI Teddy Hernayadi dengan hukuman seumur hidup.
Selanjutnya: 2. Laksma Bambang Udoyo...
2. Laksma Bambang Udoyo
Kasus korupsi yang menjerat Laksma Bambang Udoyo Ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. Dalam pengembangan, Laksma Bambang sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan alat pemantau satelit di Bakamla, diduga ikut menerima suap.
Saat menggeledah rumah Bambang, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menemukan Sin$ 80 ribu dan US$ 15 ribu. Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan empat tersangka, yaitu Eko Susilo Hadi yang diduga sebagai pihak penerima suap. Selain itu, Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT MTI, yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, yang diduga memberikan suap.
Dalam proyek bernilai Rp 220 miliar, Eko menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran. Suap diberikan dengan maksud agar PT MTI menjadi pemenang tender proyek yang melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tersebut. Sebagai pejabat pembuat komitmen, Laksma Bambang yang melakukan penandatanganan perjanjian pengadaan satelit pemantauan Bakamla itu.
3. Marsma Fachry Adamy
Marsekal Pertama (Marsma) Fachry Adamy juga pernah terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101. Pada saat itu, Fachry menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter tersebut merugikan negara sebesar Rp 738 miliar.
Dalam kasus korupsi pengadaan helikopter, KPK menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway sebagai tersangka. Pasalnya, Irfan disebut menaikkan nilai jual helikopter dari yang awalnya Rp 514 miliar menjadi Rp 738 miliar. Jaksa juga menyebut mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (Kasau), Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna, diduga ikut menerima Rp 17 miliar dari pengadaan itu.
Tak sendirian, perbuatan tersebut ternyata juga dilakukan bersama empat perwira TNI AU yang kini sudah pensiun. Keempat orang itu adalah dua mantan Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara, Heribertus Hendi Haryoko dan Fachry Adamy. Serta Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kasau TNI AU 2015 sampai Februari 2017, Marsekal Muda (Purn) Supriyanto Basuki; dan Kepala Pemegang Kas Markas Besar TNI AU periode 2015 sampai Februari 2017, Wisnu Wicaksono.
4. Marsekal Madya Henri Alfiandi
Terbaru, perwira TNI yang terlibat dugaan kasus korupsi adalah Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.
Henri Alfiandi bersama dan melalui Arif Budi Cahyanto diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | AKHMAD RIYADH | ANTARA | KORAN TEMPO | RIZKI DEWI AYU