Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kalangan importir dan distributor daging, Basuki Hariman kerap menjadi buah bibir. Namanya dikenal sebagai importir daging kerbau India, sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menangkapnya pada Rabu dua pekan lalu. Tumpukan daging beku asal India itu bahkan terekam dalam sejumlah foto.
Seorang direktur utama perusahaan pelat merah menunjukkan beberapa gambar daging kerbau asal India, yang diduga milik Basuki, dikemas dalam dus putih. Sebagian lain dibungkus kemasan warna cokelat. "Semuanya tanpa merek," kata direktur itu, Rabu pekan lalu.
Keberadaan daging yang dibungkus kemasan polos tanpa merek tersebut pernah terendus anggota presidium Dewan Ternak Nasional, Edy Wijayanto. Masuk secara ilegal, daging beku tak berizin itu merembes ke sejumlah pasar tradisional dari Jakarta hingga Jambi. Pemilik PT Rita Jaya Beef, Agus Kholik, membenarkan banjirnya daging kerbau ilegal asal India. Rita Jaya adalah usaha pemotongan hewan sekaligus distributor daging beku.
Sejumlah importir, distributor, dan pejabat tinggi perusahaan pelat merah yang ditemui Tempo menyebut Basuki sebagai pemilik daging kerbau ilegal. Praktek lancung yang terjadi sejak lima tahun lalu ini sempat membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono geram. Ia memerintahkan Kementerian Pertanian menggelar investigasi pada Agustus 2012. Perintah itu menguap di tengah jalan.
Basuki akhirnya kena batunya. Rabu dua pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap pebisnis daging ini karena diduga menyuap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, senilai US$ 30 ribu. Duit itu diserahkan kepada Kamaludin secara bertahap, US$ 10 ribu dan US$ 20 ribu. Kamaludin tak lain orang dekat Patrialis. Keduanya berkawan lebih dari sepuluh tahun.
Aliran uang ini diduga untuk mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ketentuan baru ini memungkinkan impor daging dari negara yang belum sepenuhnya bebas dari penyakit mulut dan kuku, asalkan daging tidak berasal dari zona atau provinsi yang terjangkit penyakit. "Saya ingin perkara itu menang," ucap Basuki setelah menjalani pemeriksaan, Kamis dua pekan lalu.
Bila permohonan itu dikabulkan, regulasi yang membuka keran impor daging kerbau India otomatis batal. Ketentuan yang dimaksud Basuki tak lain Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 tentang importasi daging dari negara atau zona dalam keadaan tertentu. Melalui aturan ini, pemerintah memberikan izin kepada Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) mengimpor daging kerbau asal India sebanyak 70 ribu ton pada semester kedua tahun lalu. Daging beku asal India ini mulai berdatangan pada November 2016. Satu bulan kemudian, Bulog mengikat kerja sama distribusi dengan sejumlah asosiasi distributor dan pedagang daging.
Daging beku legal inilah yang mengganggu ceruk bisnis Basuki. Sejak daging kerbau milik Bulog membanjiri pasar, daging kerbau milik Basuki kurang laku. Harga beli daging kerbau India Rp 45 ribu per kilogram. Bulog menjual daging itu ke distributor sekitar Rp 56 ribu, dengan margin Rp 11 ribu. Sebaliknya, Basuki menjual daging ke distributor dengan margin Rp 18 ribu. Daging milik Basuki yang lebih mahal membuat sejumlah distributor berpaling ke Bulog. Akibatnya, bisnis Basuki merosot.
Seorang importir yang pernah bermitra dengan Basuki mengatakan besarnya margin yang diambil Basuki karena pengusaha ini mesti menyuap sejumlah petugas di Badan Karantina Kementerian Pertanian serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Akibatnya, ongkos operasional Basuki menjadi mahal.
Kekuatan jaringan Basuki di pabean terindikasi dari banyaknya perusahaan miliknya yang berstatus jalur hijau. Status ini membuat importir tidak perlu melakukan pengecekan langsung di pelabuhan karena pemeriksaan bisa dilakukan belakangan. KPK menyebut Basuki memiliki 20 perusahaan. Di antaranya CV Sumber Laut Perkasa, PT Aman Abadi Nusa Makmur, PT Cahaya Sakti Utama, dan PT Impexindo Pratama. Seorang pegawai Bea dan Cukai mengatakan pemberitahuan jenis barang milik Basuki berbeda dengan isi sebenarnya.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Robert Leonard Marbun menegaskan, lembaganya menerapkan aturan ketat untuk memverifikasi perusahaan yang berstatus jalur hijau. Ia enggan menyebutkan status perusahaan milik Basuki. Adapun Kepala Badan Karantina Pusat Banun Harpini tidak merespons pertanyaan Tempo.
Sejumlah importir dan distributor mengatakan Basuki kerap menggunakan tiga perusahaan sebagai bagian dari rantai distribusi daging kerbau ilegal miliknya. Tiga perusahaan itu adalah PT Dua Putra Perkasa, PT Rita Jaya Beef, dan seorang distributor yang dikenal dengan panggilan Koh Acong. Seorang direktur perusahaan milik negara membenarkan hal itu. Dari ketiga distributor tadi, Acong yang paling setia kepada Basuki. Adapun Rita Jaya dan Dua Putra mulai pecah kongsi dengan Basuki.
Suhardjito, pemilik Dua Putra, membantah pernah bekerja sama dengan Basuki. Ia mengaku hanya berfokus menjual daging Australia. Ditemui terpisah, Agus Kholik juga menepis tudingan pernah mengambil produk dari Basuki. Agus menengarai orang yang menuduhnya bekerja sama dengan Basuki karena iri. Adapun Acong membenarkan mengenal Basuki. "Tapi tidak pernah membeli daging darinya," ujar Acong.
l l l
SEBELUM mengimpor daging kerbau ilegal, Basuki Hariman sudah malang-melintang di bisnis bahan baku pakan ternak. Seorang pebisnis pakan ternak mengatakan Basuki menikmati perlakuan khusus di era Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Selama beberapa tahun Basuki menjadi importir tunggal bahan pakan ternak (meat and bone meal/MBM) atau tepung tulang dari Amerika Serikat.
Total volume impor tepung tulang itu mencapai 350 ribu ton per tahun. Anton membenarkan pernah membuka impor MBM Amerika. Alasannya, harga bahan baku asal Australia dan Selandia Baru melambung tinggi mencapai US$ 400 per ton. Sebelum impor Amerika dibuka, pasokan tepung tulang ini berasal dari Australia dan Selandia Baru.
Khawatir importir asal Australia memainkan harga, pemerintah membuka keran impor dari Negeri Abang Sam. Basuki lalu mengikat kerja sama dengan Baker Commodities Inc. Perusahaan asal Amerika Serikat ini satu-satunya perusahaan yang bisa mengekspor MBM ke Indonesia.
Anton membenarkan pemerintah menunjuk satu importir MBM. Tapi kebijakan itu hanya berlangsung enam bulan. "Untuk masa uji coba," katanya. Anton tidak tahu siapa importir yang ditunjuk pemerintah. "Yang mengetahui sampai level dirjen saja," katanya.
Kemudahan yang diterima Basuki membuat importir lain meradang. Impor MBM asal Amerika Serikat akhirnya dibuka bebas. Sulit mendominasi impor asal Amerika, Basuki memilih jalur ilegal. Modusnya mendatangkan komoditas dengan cara meminjam perusahaan lain di Surabaya dan Jakarta. Petugas Karantina Kementerian Pertanian mengendus modus ini.
Tak cuma berbisnis pakan ternak, Basuki juga bertarung memperebutkan ribuan ton kuota impor daging sapi beku Australia dan Selandia Baru. Ia bersaing dengan PT Indoguna Utama. Persaingan keduanya meruapkan aroma suap. Permainan kotor terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mencokok Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan Direktur Utama Indoguna Maria Elizabeth Liman pada 2013. Luthfi dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dan Elizabeth 4 tahun 6 bulan. Sedangkan Basuki lolos dari jerat hukum.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif menduga Basuki melakukan kartel. Indikasinya, komisi antirasuah menyita 28 stempel kementerian dan lembaga yang ditemukan di salah satu kantor perusahaan, yaitu Sumber Laut Perkasa.
Basuki membantah temuan KPK. Ia mengatakan impor komoditas dari berbagai negara telah mengantongi izin dari Kementerian Pertanian dan Perdagangan. "Kami memiliki kuota dan izin resmi," ujarnya seusai pemeriksaan di KPK pada Senin pekan lalu.
AKBAR TRI KURNIAWAN | AYU PRIMA SANDI | MAYA AYU PUSPITASARI
Bulog menjual daging itu ke distributor sekitar Rp 56 ribu, dengan margin Rp 11 ribu. Sebaliknya, Basuki menjual daging ke distributor dengan margin Rp 18 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo