Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Damai Atau Ramai Di Bali

Dengan adanya permusuhan antara Iran dan Irak, di khawatirkan sidang OPEC mendatang (di Bali) akan menjadi forum politik.(eb)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH bisa dipastikan ke-13 anggota OPEC akan bertemu dalam sidang reguler yang ke 59 di Kuta, Bali, 15 Desember ini. "Semua anggota termasuk Irak dan Iran, - telah mengirim pernyataan akan hadir," kata Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, Senin kemarin di Lanuma Halim Perdanakusuma. Menyandang jas hujan di sore yang mendung itu, Subroto yang baru kembali dari Paris, tampak puas. Di Hotel Athens, Paris ia bertemu dengan Menteri Perminyakan Aljazair Belkacem Nabi, kini Presiden OPEC, Menteri Pertambangan Venezuela Humberto Calderon Berti dan Sekjen OPEC G. Rene Ortiz. Subroto, setelah berbincang-bincang di hari Minggu, tak menutup kemungkinan bahwa soal harga akan dikemukakan dalam sidang di Bali. Tapi yang lebih penting, menurut Subroto, adalah bahwa OPEC ternyata bisa menjaga "kesatuan", di saat seperti sekarang. Itu pula yang dikemukakan Menteri Berti. Ketua delegasi Venezuela itu menerangkan kepada pers di Paris, yang paling penting sekarang adalah, "memecahkan masalah jangka pendek seperti persatuan, konsolidasi dan solidaritas di antara OPEC." Soal harga, kata Berti, "adalah soal kedua". Hadiah natal Menteri Perminyakan Arab Saudi Sheik Zaki Yamani kurang lebih berpendapat sama. Dia diberitakan menganjurkan agar sidang di Bali itu "membekukan" harga minyak. Dengan kata lain, Zaki Yamani tak melihat manfaatnya pasal harga itu diperdebatkan di saat seperti sekarang. Menerima Menteri Subroto dan Menteri Perminyakan Kuwait, Ali Khalifa Al-Sabah di rumahnya di Jeddah, Kamis lalu, Sheik Zaki Yamani berpendapat, adalah sulit di masa perang Irak-Iran ini untuk mencapai kata sepakat tentang suatu harga minyak yang terpadu. Sehari sebelumnya Menteri Subroto singgah sebentar di Kuwait, dan berangkat bersama Ali Khalifa ke Jeddah. Dari sana Subroto terbang ke Paris. Sewaktu bertemu dengan Zaki Yamani dalam kunjungan Subroto yang terdahulu, di minggu ketiga November, Menteri Perminyakan Arab Saudi itu memang sudah bertekad untuk pergi ke Bali. "Kita tak akan memberikan hadiah Natal buat dunia Barat," demikian Subroto mengutip Yamani. Senin kemarin itu juga ke-9 negara minyak Arab yang tergabung dalam OAPEC berkumpul di Kuwait, setelah absen sejak pecahnya perang Iran-Irak, September 1980. Tak kurang dari tiga pertemuan OPEC -- di London, Baghdad (KTT) dan di Wina -- dibatalkan gara-gara perang yang berhasil mengurangi produksi. minyak OPEC dengan 2 juta barrel sehari. Seperti diketahui Arab Saudi dan Kuwait telah menambah produksi minyak mereka untuk mengisi vakum akibat perang Irak-lran itu, sebanyak 1,5 juta barrel sehari. Tapi sampai kapan itu bisa mereka pertahankan Menteri Subroto sendiri, dalam suatu keterangan kepada TEM PO sebelum bertolak ke Paris, memperkirakan perang itu tak akan bisa berlangsung lebih lama dari tahun 1981. Seperti kata beberapa pengamat, "kedua pihak bagaimana pun akan kehabisan napas satu waktu." Bagaimana kalau Iran dan Irak -yang dalam sidang-sidang OPEC biasa duduk berdampingan--akan saling tuding di Bali? Menteri Subroto, yangakan tampil sebagai Presiden OPEC dalam pertemuan di Bali, mengatakan akan berusaha menggiring sidang agar berbicara soal-soal yang menyangkut minyak. Tapi diakuinya, sidang tak bisa mencegah masalah-masalah yang di luar minyak akan dibicarakan di Bali. Seperti diketahui, Iran, yang berjanji akan datang ke Bali, menyatakan akan membicarakan masalah Menteri Perminvakan mereka yang kini ditawan oleh Irak. Juga Iran akan menggunakan forum OPEC untuk memprotes invasi pasukan Irak ke dalam wilayah Iran. Bagi Iran yang kini praktis tak memproduksi minyak, kesempatan untuk menuding Irak pasti tak akan mereka sia-siakan. Kalau soal itu nanti menjadi ramai di Bali, dikhawatirkan Aljazair dan Lybia yang pro Iran akan ikut mengambil sikap. Antara Lybia dan Arab Saudi yang belum lama ini memutuskan hubungan diplomatik, juga belum kelihatan tanda-tanda untuk berpelukan lagi. Yang agaknya pasti, beberapa negara yang tergolong 'sayap keras' seperti Aljazair kelihatannya kurang setuju kalau konperensi di Bali tak mencapai kesepakatan untuk menaikkan harga minyak . Melihat gerakan harga di pasaran spot yang sudah mencapai US$43 per barrel, memang sulit diharapkan harga patokan Arabian Light Crude yang US$32 bisa dipertahankan lebih lama lagi. Seperti kata Subroto, kalau toh OPEC akhirnya setuju untuk mengubah harga, maka suatu kenaikan antara 10 sampai 12% dari US$ 32 per barrel diperlukan untuk mengimbangi laju inflasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus