SUDAH bisa dipastikan ke-13 anggota OPEC akan bertemu dalam
sidang reguler yang ke 59 di Kuta, Bali, 15 Desember ini. "Semua
anggota termasuk Irak dan Iran, - telah mengirim pernyataan
akan hadir," kata Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, Senin
kemarin di Lanuma Halim Perdanakusuma. Menyandang jas hujan di
sore yang mendung itu, Subroto yang baru kembali dari Paris,
tampak puas.
Di Hotel Athens, Paris ia bertemu dengan Menteri
Perminyakan Aljazair Belkacem Nabi, kini Presiden OPEC, Menteri
Pertambangan Venezuela Humberto Calderon Berti dan Sekjen OPEC
G. Rene Ortiz. Subroto, setelah berbincang-bincang di hari
Minggu, tak menutup kemungkinan bahwa soal harga akan
dikemukakan dalam sidang di Bali. Tapi yang lebih penting,
menurut Subroto, adalah bahwa OPEC ternyata bisa menjaga
"kesatuan", di saat seperti sekarang. Itu pula yang dikemukakan
Menteri Berti. Ketua delegasi Venezuela itu menerangkan kepada
pers di Paris, yang paling penting sekarang adalah, "memecahkan
masalah jangka pendek seperti persatuan, konsolidasi dan
solidaritas di antara OPEC." Soal harga, kata Berti, "adalah
soal kedua".
Hadiah natal
Menteri Perminyakan Arab Saudi Sheik Zaki Yamani kurang
lebih berpendapat sama. Dia diberitakan menganjurkan agar sidang
di Bali itu "membekukan" harga minyak. Dengan kata lain, Zaki
Yamani tak melihat manfaatnya pasal harga itu diperdebatkan di
saat seperti sekarang. Menerima Menteri Subroto dan Menteri
Perminyakan Kuwait, Ali Khalifa Al-Sabah di rumahnya di Jeddah,
Kamis lalu, Sheik Zaki Yamani berpendapat, adalah sulit di masa
perang Irak-Iran ini untuk mencapai kata sepakat tentang suatu
harga minyak yang terpadu.
Sehari sebelumnya Menteri Subroto singgah sebentar di
Kuwait, dan berangkat bersama Ali Khalifa ke Jeddah. Dari sana
Subroto terbang ke Paris.
Sewaktu bertemu dengan Zaki Yamani dalam kunjungan Subroto
yang terdahulu, di minggu ketiga November, Menteri Perminyakan
Arab Saudi itu memang sudah bertekad untuk pergi ke Bali. "Kita
tak akan memberikan hadiah Natal buat dunia Barat," demikian
Subroto mengutip Yamani.
Senin kemarin itu juga ke-9 negara minyak Arab yang
tergabung dalam OAPEC berkumpul di Kuwait, setelah absen sejak
pecahnya perang Iran-Irak, September 1980. Tak kurang dari tiga
pertemuan OPEC -- di London, Baghdad (KTT) dan di Wina --
dibatalkan gara-gara perang yang berhasil mengurangi produksi.
minyak OPEC dengan 2 juta barrel sehari.
Seperti diketahui Arab Saudi dan Kuwait telah menambah
produksi minyak mereka untuk mengisi vakum akibat perang
Irak-lran itu, sebanyak 1,5 juta barrel sehari. Tapi sampai
kapan itu bisa mereka pertahankan Menteri Subroto sendiri, dalam
suatu keterangan kepada TEM PO sebelum bertolak ke Paris,
memperkirakan perang itu tak akan bisa berlangsung lebih lama
dari tahun 1981. Seperti kata beberapa pengamat, "kedua pihak
bagaimana pun akan kehabisan napas satu waktu."
Bagaimana kalau Iran dan Irak -yang dalam sidang-sidang
OPEC biasa duduk berdampingan--akan saling tuding di Bali?
Menteri Subroto, yangakan tampil sebagai Presiden OPEC dalam
pertemuan di Bali, mengatakan akan berusaha menggiring sidang
agar berbicara soal-soal yang menyangkut minyak. Tapi diakuinya,
sidang tak bisa mencegah masalah-masalah yang di luar minyak
akan dibicarakan di Bali.
Seperti diketahui, Iran, yang berjanji akan datang ke Bali,
menyatakan akan membicarakan masalah Menteri Perminvakan mereka
yang kini ditawan oleh Irak. Juga Iran akan menggunakan forum
OPEC untuk memprotes invasi pasukan Irak ke dalam wilayah Iran.
Bagi Iran yang kini praktis tak memproduksi minyak,
kesempatan untuk menuding Irak pasti tak akan mereka sia-siakan.
Kalau soal itu nanti menjadi ramai di Bali, dikhawatirkan
Aljazair dan Lybia yang pro Iran akan ikut mengambil sikap.
Antara Lybia dan Arab Saudi yang belum lama ini memutuskan
hubungan diplomatik, juga belum kelihatan tanda-tanda untuk
berpelukan lagi.
Yang agaknya pasti, beberapa negara yang tergolong 'sayap
keras' seperti Aljazair kelihatannya kurang setuju kalau
konperensi di Bali tak mencapai kesepakatan untuk menaikkan
harga minyak .
Melihat gerakan harga di pasaran spot yang sudah mencapai
US$43 per barrel, memang sulit diharapkan harga patokan Arabian
Light Crude yang US$32 bisa dipertahankan lebih lama lagi.
Seperti kata Subroto, kalau toh OPEC akhirnya setuju untuk
mengubah harga, maka suatu kenaikan antara 10 sampai 12% dari
US$ 32 per barrel diperlukan untuk mengimbangi laju inflasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini