Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hashim Djojohadikusumo mengatakan sektor perumahan jadi andalan mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Sebanyak 185 usaha akan ikut menggeliat ketika angka permintaan perumahan meningkat.
Sejumlah pihak mempertanyakan kemampuan pemerintah menyediakan 3 juta unit rumah tiap tahun.
PEMERINTAH menyakini program 3 juta rumah bakal membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Setelah pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5 persen selama sepuluh tahun terakhir, Presiden Prabowo Subianto menargetkan ekonomi bisa terdongkrak hingga 8 persen.
Menurut Ketua Satuan Tugas Perumahan Hashim Djojohadikusumo, sektor perumahan bisa menyumbang hingga 1,5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. "Dari perumahan kami sudah hitung bisa tambah 1,1-1,5 persen," ujarnya saat berbicara dalam Dialog Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Hashim mengatakan kontribusi sebesar itu antara lain datang dari luasnya dampak sektor perumahan. Saat pemerintah berfokus menggenjot sektor ini, terdapat 185 sektor usaha lain yang akan ikut bergeliat tumbuh, seperti furnitur, semen, keramik, cat, dan jasa konstruksi.
Kontribusi sektor perumahan kembali digaungkan pemerintah lewat Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait. Menurut dia, dukungan terhadap ekonomi bakal ditopang konsumsi para pelaku industrinya. "Jutaan orang yang terlibat, baik itu developer, kontraktor, maupun agen properti. Kalau mereka bertumbuh, ekonomi juga akan bertumbuh," ujarnya pada 19 November 2024 lewat keterangan tertulis.
Ekonomi Indonesia masih bergantung pada konsumsi rumah tangga. Kontribusinya mencapai 53,08 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per kuartal III 2024.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto menjelaskan sektor properti berkontribusi hingga 14 persen terhadap PDB nasional. Dia menuturkan efek pengembangan usaha ini berkali-kali lipat karena melibatkan hingga 185 jenis usaha. Total terdapat 14-17 juta tenaga kerja yang bergelut di sektor properti. "Sektor ini berperan menurunkan angka kemiskinan sebesar 8 persen," katanya.
Itu sebabnya dia optimistis dukungan terhadap industri ini bisa membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Joko memberikan gambaran, dari program 3 juta rumah, sekitar 2 juta unit bakal didirikan di perdesaan. Dia menyatakan REI tengah menyiapkan tenaga konstruksi dari masyarakat sekitar perdesaan untuk membangun rumah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan asumsi terdapat 25 rumah di satu desa dengan nilai Rp 100 juta, bakal terjadi perputaran uang sebesar Rp 2,5 juta miliar. "Kalau diasumsikan ada untung 20 persen, akan ada Rp 200 juta uang yang bisa jadi modal baru," tuturnya.
Sementara itu, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) pernah melakukan pengkajian bersama DTS Indonesia untuk menghitung efek ekonomi sektor perumahan. Hasilnya menunjukkan tiap investasi senilai Rp 1 triliun di sektor perumahan, pertumbuhan domestik bruto bakal meningkat Rp 1,9 triliun. Efek lainnya adalah pengurangan angka kemiskinan hingga 6.107 orang.
Direktur Utama Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyogo menyatakan dampaknya juga terasa pada 185 sektor lain. "Termasuk sektor pendidikan dan kesehatan, dua sektor penting dalam peningkatan kualitas SDM dan penanganan stunting," ujarnya dalam forum diskusi pada 25 Agustus 2024.
SMF juga mensimulasi dampak ekonomi dan sosial dari sektor perumahan dalam lima tahun ke depan. Ananta menyatakan sektor ini berkontribusi meningkatkan PDB hingga Rp 1.628 triliun serta mengurangi angka kemiskinan sebanyak 5,23 juta orang. Dengan catatan, Ekosistem Pembiayaan Perumahan melakukan tindakan seperti membuat perencanaan perumahan yang melibatkan semua pihak, dari pemerintah, swasta, badan usaha milik negara dan daerah, hingga masyarakat.
Selain itu, perlu ada optimalisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta pendanaan yang bersumber dari pasar modal, hibah, ataupun sumber pendanaan lain untuk mengatasi hambatan di sektor perumahan.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto pun yakin program 3 juta rumah bakal berdampak signifikan terhadap ekonomi jika terlaksana. Sebab, membangun rumah bisa melibatkan banyak jenis usaha sehingga efek ekonomi yang terasa bakal berlipat ganda.
Lagi pula selama ini belum pernah ada tambahan suplai sebanyak itu. Di Jakarta saja saat ini hanya ada sekitar 250 ribu unit apartemen. Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan jumlahnya tak terpaut jauh. Pada 2022 terdapat 220 ribu unit apartemen dan naik menjadi 239 ribu unit pada 2023. Sementara itu, tahun depan, pemerintah berencana menambah hingga 1 juta unit apartemen.
"Tapi masalah perumahan di Indonesia bukan cuma dari sisi suplai, tapi juga demand," ucap Ferry. Dia mempertanyakan kemampuan pemerintah merealisasi pembangunan 3 juta rumah di tengah daya beli masyarakat yang tertekan seperti sekarang. Meskipun kebutuhan terhadap rumah tinggi, terlihat dari data backlog perumahan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023 sebesar 9,9 juta unit, sejumlah unit rumah yang dibangun tak terserap. Dia mencontohkan serapan unit apartemen yang stagnan sejak 2020 akibat harga properti yang melambung tinggi.
Pengamat properti dari AS Property Advisory, Anton Sitorus, menyuarakan hal serupa. Dia yakin pembangunan perumahan hingga 3 juta unit per tahun bakal mendorong perekonomian. "Sektor properti dan perumahan kan punya turunan sektor bisnis yang banyak," katanya.
Namun dia mempertanyakan kemampuan pemerintah mewujudkan target tersebut. Untuk memasok 3 juta unit rumah dalam satu tahun, dia menyebutkan perlu ada pembangunan sekitar 8.000 unit per hari. Sementara itu, di dalam negeri, pembangunan satu menara apartemen umumnya membutuhkan waktu hingga dua tahun.
Dia juga menyoroti harga rumah yang bakal ditawarkan pemerintah. Pasalnya faktor ini sangat menentukan daya serap suplai yang tersedia nanti. Permintaan inilah yang akan menentukan keberhasilan program 3 juta rumah. "Apartemen yang sekarang dibangun perusahaan swasta banyak yang mangkrak juga karena harganya tidak terjangkau," tuturnya. Selain itu, ada faktor lain seperti budaya masyarakat Indonesia yang belum terbiasa tinggal di rumah susun serta tingginya biaya tambahan ketika tinggal di lokasi tersebut dibanding di rumah tapak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Rizki Yusrial dan Oyuki Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini