Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Tarif PPN Bakal Naik jadi 12 Persen, Indef Wanti-wanti Dampaknya ke Pertumbuhan Ekonomi hingga Daya Beli

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengingatkan rencana kenaikan tarif PPN ini datang di tengah kondisi ekonomi RI yang sedang melambat.

19 November 2024 | 11.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyatakan pemerintah bakal menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengingatkan rencana kenaikan tarif PPN ini datang di tengah kondisi ekonomi RI yang sedang melambat. Dengan naiknya harga sebagian besar barang akibat PPN, maka hal ini dinilai akan menggerus daya konsumsi masyarakat sehingga memperlambat ekonomi.

“Kalau situasi perlambatan ekonomi terjadi, kemudian ditambah lagi dengan upaya dari pemerintah untuk menaikkan PPN, ya, otomatis secara umum nanti akan menggerus pada konsumsi,” kata Eko dalam diskusi publik yang berlangsung secara daring pada Senin, 18 November 2024.
 
Lebih lanjut, peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menjelaskan kenaikan tarif PPN tidak hanya berdampak pada daya beli masyarakat, namun juga kenaikan biaya produksi. Alurnya dimulai dari sektor industri yang membeli bahan baku untuk diolah menjadi bahan setengah jadi, kemudian bahan setengah jadi itu kembali dibeli oleh industri dengan PPN.
 
“Itu mereka terkena PPN juga. Kemudian kita beli barang di pasar atau di mana pun, kena PPN. Sehingga akan menaikkan biaya produksi dan biaya konsumsi, dan ini akan melemahkan daya beli,” tuturnya.
 
Imbas dari daya beli lemah, kata dia, akan berujung pada penjualan yang tidak optimal lantaran permintaan melambat. Misal sebuah toko mempekerjakan lima orang, namun karena utilisasinya tidak maksimal maka akan dikurangi faktor produksi termasuk penggunaan tenaga kerja. Entah para pekerja dikurangi jam kerjanya, atau jumlah tenaga kerja dipangkas.
 
“Pendapatan menurun, dan tentu saja konsumsi menurun, sehingga ini akan menghambat pencapaian target pertumbuhan,” ujar Heri.
 
Menurut hitungan Indef, kenaikan tarif PPN dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun 0,17 persen dari biasanya. Konsumsi rumah tangga juga akan merosot sebanyak 0,26 persen. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen selama masa kepemimpinannya.
 
Sebelumnya, kepastian rencana kenaikan tarif PPN disampaikan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat pada Kamis, 14 November lalu. Menkeu menjelaskan hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
 
“Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok,” kata dia, seperti dikutip dari Antara.
 
Dia mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis. 
 
“Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus