Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah Amerika Serikat membekukan program yang didanai USAID.
Program konservasi lingkungan hingga kesehatan terancam mandek.
Negara Timur Tengah bisa menjadi opsi sumber dana hibah.
PENYUSUNAN rencana aksi nasional konservasi penyu untuk periode 2025-2029 memasuki babak akhir. Pada 23-24 Januari 2025, Direktorat Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar rapat di Bogor, Jawa Barat, yang melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk perwakilan Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Development/USAID).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
USAID adalah penyandang sebagian dana program konservasi penyu di Indonesia. Hasil pertemuan yang juga dihadiri beberapa akademikus, wakil Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta utusan organisasi nonprofit itu sedianya akan ditindaklanjuti dengan konsultasi publik atas naskah rencana aksi nasional konservasi penyu 2025-2029. Rencana aksi ini akan disahkan dalam bentuk keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi pertemuan itu rupanya menjadi kehadiran terakhir USAID. Beberapa hari seusai rapat di Bogor, Presiden Amerika Serikat Donald Trump membekukan bantuan asing negaranya, termasuk yang disalurkan melalui USAID. Sesuai dengan slogan “America First” yang didengungkan Trump, pemerintah Amerika mendahulukan kepentingan dalam negeri. Negeri Abang Sam akan mengevaluasi bantuan untuk negara lain dalam 90 hari.
Masalahnya, penyusunan dokumen rencana aksi nasional konservasi penyu tak bisa menunggu 90 hari. Sebab, menurut Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan Kementerian Kelautan Muhammad Firdaus Agung, masa berlaku dokumen rencana aksi periode 2022-2024 telah habis. “Perlu dokumen baru sebagai acuan,” katanya pada Rabu, 12 Februari 2025.
Seorang anak memperlihatkan tukik atau anak penyu lekang (Lepidochelys olivacea) yang akan dilepasliarkan di pantai wisata Landi, Mamuju, Sulawesi Barat, 2 Juni 2024. Antara/Akbar Tado
Dokumen baru yang dimaksud Firdaus adalah rencana aksi nasional konservasi penyu 2025-2029. Dokumen ini tidak hanya menjadi panduan bagi unit kerja di Kementerian Kelautan, tapi juga bagi kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan pihak-pihak yang terlibat dalam konservasi penyu.
Rencana aksi ini penting mengingat Indonesia termasuk pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Enam dari tujuh jenis penyu dunia ada di sini. Kementerian Kelautan mengincar lokasi prioritas sebagai kawasan konservasi, seperti Simeulue di Aceh, Mentawai dan Pieh di Sumatera Barat, serta Tambelan dan Anambas di Kepulauan Riau.
Dalam program bernama USAID Konservasi Laut Efektif atau USAID Kolektif, Indonesia mendapat hibah US$ 15 juta atau sekitar Rp 243 miliar. Keberlanjutan bantuan ini menjadi pertanyaan karena USAID Indonesia menyetop program tersebut sampai ada keputusan baru dari pemerintah Amerika Serikat.
Program lain yang juga terhenti adalah USAID Bersama Kelola Ikan. Hibah senilai US$ 2,3 juta atau sekitar Rp 37 miliar dari program itu disalurkan ke pengelolaan perikanan berkelanjutan di delapan provinsi, yakni Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
•••
PARA pemimpin Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggelar pertemuan dengan USAID pada Rabu, 5 Februari 2025. Menurut pejabat yang mengetahui pertemuan itu, USAID menyampaikan kabar penghentian kerja sama selama 90 hari untuk evaluasi semua proyek.
Berdasarkan catatan USAID Indonesia, sebanyak 38 kontrak atau perjanjian kerja sama aktif akan terkena dampak kebijakan di Amerika Serikat. Selain itu, ada 60 kontrak dengan Millennium Challenge Corporation, lembaga bantuan luar negeri pemerintah Amerika Serikat. MCC diawasi oleh Inspektorat Jenderal USAID atau USAID Office of Inspector General.
Tempo berusaha meminta konfirmasi kepada Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dan beberapa pejabat di bawahnya ihwal informasi ini. Namun, sampai tulisan ini terbit, belum ada respons. Upaya mendapatkan konfirmasi dari USAID dilakukan melalui Swiny Andina, Outreach and Communications Lead USAID Indonesia, serta surat elektronik ke layanan media USAID. Setali tiga uang, tak ada jawaban dari lembaga itu.
Yang jelas, pembekuan bantuan luar negeri Amerika Serikat berdampak pada berbagai program pemerintah Indonesia. Sebagai contoh, di sektor kesehatan ada bantuan untuk mendukung pemberantasan penyakit HIV, tuberkulosis, dan malaria yang ditargetkan tercapai pada 2030. The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria pada Januari 2024 telah menyepakati hibah US$ 309 juta atau sekitar Rp 4,6 triliun untuk periode anggaran 2024-2026 di Indonesia.
Dokter menunjukkan hasil rontgen thorax seorang anak saat layanan keliling deteksi Tuberkulosis atau TBC di Kelurahan Karundang, Kota Serang, Banten, 3 Februari 2025. Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Aji Muhawarman mengatakan masih mengkaji dampak penghentian bantuan ini terhadap program di lembaganya. “Sambil menunggu informasi dari jalur diplomatik melalui Kementerian Luar Negeri,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, meski terkena dampak kebijakan Donald Trump, Indonesia masih mengandalkan dana hibah dari berbagai negara lain. Pemerintah juga bekerja sama dengan negara sahabat seperti Arab Saudi dan India untuk memastikan ketersediaan tenaga kesehatan serta obat-obatan penyakit jantung. “Kita beruntung bahwa sumber hibah sudah beragam,” ucapnya di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Selain itu, ada kerja sama dengan badan usaha milik negara seperti PT Pertamina (Persero). Kerja sama ini terjalin dalam program USAID Sustainable Energy for Indonesia’s Advancing Resilience yang diluncurkan pada awal 2021 dan berjalan sampai 2026. Program ini mendukung transisi energi.
Kolaborasi ini juga meliputi pendampingan untuk penyusunan taksonomi keberlanjutan dan penandaan anggaran, penajaman peta jalan tata kelola sosial dan lingkungan, serta implementasi program kesetaraan gender. Kini program-program tersebut mandek. “Ditahan dulu,” tutur juru bicara Pertamina, Fadjar Santoso.
Menurut Asra Virgianita, akademikus hubungan internasional Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pembekuan bantuan luar negeri dari Amerika Serikat tak sampai menimbulkan kepanikan. Sebab, dia menerangkan, ada alternatif bantuan dari negara lain. Cina, misalnya, menjadi donor bilateral Indonesia, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Laos. Sedangkan Korea Selatan menjadi andalan bagi Vietnam dan Filipina. Adapun Timor Leste lebih banyak bergantung pada Australia. “Negara-negara Timur Tengah juga bisa menjadi opsi,” katanya dalam sebuah diskusi pada Jumat, 14 Februari 2025. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Pampat Dana Negeri Abang Sam