Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Perang Hamas-Israel Bisa Berujung Stagflasi Global

Perang Hamas-Israel membuat ekonomi global bergejolak. Harga minyak akan melambung dan menyebabkan inflasi besar.

15 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi TEMPO/Imam Yunianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perang Israel-Hamas membuat kawasan Timur Tengah bergejolak.

  • Harga minyak dunia melonjak gara-gara perang Israel-Hamas.

  • Inflasi akibat perang akan berdampak buruk pada semua negara termasuk Indonesia.

PROSPEK ekonomi dunia makin redup. Investor kini harus lebih cermat menghitung perkembangan konstelasi konflik geopolitik global yang makin rumit dan susah ditebak. Ketika perang Rusia-Ukraina masih tak jelas juntrungannya dan ketegangan di Selat Taiwan juga belum sepenuhnya mereda, tiba-tiba saja pecah perang Hamas-Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konflik brutal yang sudah memakan korban ribuan nyawa warga ini makin menjerumuskan pasar finansial ke dalam ketidakpastian. Tak ada analis yang berani menebak, sejauh mana konflik ini bakal berkembang. Jika perang tidak meluas, hanya tersekat di Gaza, dampaknya pada pasar keuangan global sepertinya tak akan terlalu signifikan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setidaknya ada dua skenario buruk yang mungkin terjadi. Pertama, konflik berkembang ke wilayah Suriah dan Libanon yang juga menjadi basis Hamas. Skenario lain yang lebih menakutkan: Israel akan berperang dengan Iran yang menjadi pendukung utama Hamas. 

Guncangan karena konflik antarnegara di Timur Tengah sungguh membahayakan ekonomi dunia. Sebab, di kawasan ini bertebaran negara-negara pemasok energi utama dunia. Meletusnya perang di sana sudah pasti akan menerbangkan harga energi tinggi-tinggi. 

Sejarah mencatat, perang Arab-Israel pada 1973 membuat harga minyak naik empat kali lipat. Akibatnya, bertahun-tahun kemudian dunia tenggelam ke dalam stagflasi. Mungkin dampak perang kali ini tak akan seburuk pada 1973. Namun ekonomi dunia tetap akan guncang jika konflik meluas menjadi perang Israel-Iran. 

Tim ekonom kantor berita Bloomberg menghitung, harga minyak dunia bisa terbang melampaui US$ 150 per barel jika perang Israel-Iran terjadi. Saat ini harga minyak Brent yang menjadi patokan pasar masih sekitar US$ 94 per barel. Sedangkan jika perang meluas ke wilayah Suriah dan Libanon, harga minyak diperkirakan naik sekitar US$ 4 per barel.

Harga minyak akan menjadi “kendaraan utama” yang merambatkan dampak perang ini ke seluruh bumi dengan cepat. Melambungnya harga minyak bakal berdampak sangat luas. Yang pertama-tama terkena setrum adalah angka inflasi yang akan melonjak di mana-mana, terutama di Amerika Serikat yang sangat bergantung pada harga minyak. Inflasi tinggi di Amerika akan makin meredupkan harapan The Federal Reserve bisa segera menurunkan suku bunga. 

Yang mungkin terjadi bahkan bisa sebaliknya. Jika ada tambahan inflasi karena naiknya harga minyak, The Fed bisa-bisa makin tersudut tak punya pilihan selain menaikkan suku bunga. Jika bunga tinggi The Fed bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya, pasar keuangan global akan makin terguncang seperti pesawat terbang yang masuk ke turbulensi udara. 

Bunga tinggi di Amerika akan makin memicu kaburnya modal dari banyak negara demi mencari aman. Terjadi capital flight yang sangat masif di seluruh dunia. Sebelum meletus perang Israel-Hamas pun Indonesia sudah menghadapi masalah ini. Investor yang melihat suku bunga The Fed tak menunjukkan gelagat bakal turun memindahkan dana dalam jumlah besar ke luar negeri. 

Sejak awal September hingga 11 Oktober lalu, dana asing yang kabur dari pasar obligasi pemerintah sudah mencapai sekitar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 30,64 triliun. Hal itu tecermin pada penurunan jumlah cadangan devisa yang pada akhir September lalu mencapai US$ 134,9 miliar dari US$ 137,1 miliar sebulan sebelumnya. 

Itu sebabnya kita melihat kurs rupiah terus melemah. Akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah sudah hampir menyentuh 15.700 per dolar Amerika Serikat, merosot 2,14 persen dalam sebulan. Investor kini harus mengantisipasi pelemahan rupiah akan terus berlanjut mengikuti perkembangan konflik. Dan itu bergantung pada seberapa jauh Israel berniat melampiaskan dendam untuk membalas kematian 1.300 warganya. 

Jika semua pihak yang bertikai tak bisa menahan diri, ada kemungkinan sejarah perang 1973 terulang. Perang Hamas-Israel bisa berujung pada stagflasi berkepanjangan yang membawa malapetaka. Ekonomi dunia, yang sebetulnya masih tertatih-tatih dari beban dampak pandemi tiga tahun lalu, bisa jatuh terjerembap lagi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ekonomi Dunia Terseret Dampak Perang"

Yopie Hidayat

Yopie Hidayat

Kontributor Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus