Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Danantara dan Peta Jalan Holding BUMN

Rancangan superholding BUMN ada sejak era Orde Baru. Kementerian BUMN bakal lenyap, berganti dengan korporasi raksasa.

10 November 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tanri Abeng sudah merancang konsep superholding di era terakhir Orde Baru.

  • Superholding akan mengelola BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan.

  • Dengan superholding, pemerintah bisa memanfaatkan BUMN untuk mencari pendanaan.

DANANTARA—akronim Daya Anagata Nusantara—menjadi salah satu cara Presiden Prabowo Subianto untuk menata ekonomi Indonesia di masa depan. Ini tecermin dari penggunaan kata "Anagata" yang berarti kekuatan masa depan dalam bahasa Sanskerta. Dalam situs web Danantara, pemerintah menyatakan lembaga ini menjadi kekuatan kolektif untuk menghadapi tantangan global, menciptakan peluang, serta menempatkan Indonesia di posisi setara dengan negara lain dalam perekonomian dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan Danantara nantinya menjadi superholding BUMN. Gagasan itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara yang telah dibahas sepanjang dua tahun terakhir. “Memang road map BUMN ke arah sana,” katanya di Kemang, Jakarta Selatan, pada Kamis, 7 November 2024. Sedangkan Kepala Danantara Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan lembaganya akan berada di bawah kendali presiden yang salah satu tugasnya mengelola aset-aset negara di kementerian. “Pengelolaan investasi yang terpencar-pencar dikonsolidasikan, di-leverage,” ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 22 Oktober 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Toh, ide membentuk lembaga pengelola aset negara, termasuk BUMN, sebenarnya telah lama muncul, tepatnya di era Orde Baru. Adalah Tanri Abeng yang menggagas ide ini ketika menjabat Menteri Negara Pendayagunaan BUMN dalam Kabinet Pembangunan VII atau kabinet terakhir pemerintahan Presiden Soeharto serta dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Saat itu Tanri merancang peta jalan kementerian yang ia pimpin sepanjang 16 Maret 1998-20 Oktober 1999 tersebut.

Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara di Jakarta, Kamis 7 November 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Dalam sebuah diskusi daring pada 28 September 2020, Tanri menceritakan konsep pengembangan BUMN. Ia menyusun peta jalan Kementerian BUMN yang akan beroperasi hingga 2010. "Jadi hanya 10 tahun sebagai kementerian," ujar Tanri. Selanjutnya, peran kementerian digantikan oleh badan pengelola BUMN. Tanri memperkirakan diperlukan waktu setidaknya lima tahun untuk menyiapkan lembaga yang mirip dengan konsep superholding BUMN ini.

Jika semua berjalan sesuai dengan peta jalan yang dirancang Tanri, pada 2015 semestinya tidak ada lagi Kementerian BUMN dan badan pengelola BUMN. “Yang ada seharusnya direktur utama national holding company,” tuturnya. Namun Tanri dalam diskusi itu mengatakan tidak melihat sinyal dari kepala negara untuk membentuk induk perusahaan nasional. Padahal, untuk menjalankan konsep itu, dibutuhkan persiapan selama tiga-empat tahun. “Tidak bisa disulap.” 

Menurut Tanri, dalam jangka panjang, Indonesia sebaiknya menuju ke arah superholding. Jika pilihan politik telah menuju ke sana, dia menjelaskan, sinyal ini harus segera disampaikan oleh presiden jauh-jauh hari. Dengan begitu, ada waktu yang cukup bagi menteri atau pejabat pelaksana untuk menyiapkan perangkat yang diperlukan, dari aturan hingga susunan kelembagaannya. Tanri wafat pada 23 Juni 2024 saat berusia 82 tahun.

Ekonom Yanuar Rizki mengaku pernah berdiskusi dengan Tanri mengenai cita-cita membangun Superholding BUMN seperti Temasek Holdings Ltd, perusahaan investasi global milik pemerintah Singapura. Yanuar bercerita, suatu saat, Tanri dipanggil Presiden Soeharto yang meminta pendapat tentang cara Indonesia membiayai pembangunan secara lebih mandiri dan independen. Pada saat itu kondisi keuangan negara sangat cekak dan Indonesia bergantung pada lembaga donor atau forum internasional yang mengkoordinasikan dana bantuan multilateral. 

Menurut Yanuar, saat itu Tanri melempar gagasan mengejar pendanaan dengan memanfaatkan neraca perusahaan negara yang bisa dipakai sebagai modal untuk mencari dana pembangunan. Namun BUMN harus diarahkan sebagai korporasi, antara lain dengan memisahkan asetnya dari kekayaan negara. Apabila konsolidasi aset BUMN ini sukses, Yanuar menambahkan, nilainya akan sangat besar sebagai modal mendirikan superholding. Karena itu, Tanri ditunjuk menjadi Menteri Pendayagunaan BUMN dengan tugas awal memindahkan pengelolaan perusahaan negara yang saat itu berada di bawah Kementerian Keuangan. “Wacana superholding ini sudah lama," kata Yanuar.

Setelah bertahun-tahun masuk peti, rencana pembentukan superholding BUMN mengemuka dalam debat terbuka kelima pemilihan presiden 2019. Dalam debat pada 13 April 2019, Joko Widodo yang saat itu menjadi kandidat inkumben menyinggung rencana pembentukan superholding BUMN. Jokowi mengatakan pemerintah akan terus membentuk induk-induk perusahaan atau holding BUMN di berbagai sektor, seperti minyak dan gas bumi, tambang, konstruksi, agrobisnis, dan perdagangan. "Holding-holding itu di atasnya akan ada superholding,” tutur Jokowi.

Rencana ini kemudian diperinci oleh Rini Soemarno yang ketika itu menjabat Menteri BUMN. Menurut dia, apabila superholding terbentuk, Kementerian BUMN akan bertransformasi menjadi superinduk BUMN. "Kementerian BUMN akan hilang," ucapnya ketika meluncurkan Kontak Investasi Kolektif Dana Investasi Infrastruktur di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 15 April 2019.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno memberikan keterangan pers terkait pembentukan holding BUMN pertambangan yang ditargetkan terbentuk tahun ini di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016. TEMPO/Tony Hartawan

Rini mengatakan Kementerian BUMN telah menyusun peta jalan BUMN yang di antaranya berisi rencana pembentukan holding. Superholding adalah gabungan induk-induk BUMN yang akan berada di bawah kendali presiden. Konsep ini mirip dengan Khazanah Berhad di Malaysia atau Temasek di Singapura yang berada di bawah kendali perdana menteri meski tidak beroperasi seperti lembaga pemerintah. "Yang mengawasi harus orang-orang profesional, bukan orang-orang birokrasi," ujar Rini. Meski begitu, Rini meyakinkan bahwa pemerintah tidak akan kehilangan peran karena masih menjadi pemegang saham. 

Pada 2018, pemerintah membentuk induk atau holding BUMN di sektor minyak dan gas. PT Pertamina (Persero) ditetapkan sebagai perusahaan holding yang membawahkan PT Pertamina Gas atau Pertagas dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN. Di tahun yang sama, pemerintah membentuk holding BUMN sektor pertambangan. Yang didapuk sebagai induk adalah PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum. Pemerintah kemudian membentuk MIND ID sebagai holding dengan anggota Inalum, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk.

Pada 2017, pemerintah membentuk holding dengan menggabungkan BUMN produsen semen. Pemerintah menetapkan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sebagai induk bagi PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa. Dengan bergabung, para produsen semen ini tak perlu lagi membangun pabrik sendiri-sendiri. Adapun sebelumnya, pada 2014, pemerintah mendirikan holding BUMN sektor perkebunan yang menyatukan 13 perusahaan, dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sampai PTPN XIV, dengan induk PTPN III. 

Sedangkan holding BUMN kehutanan dipimpin Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau Perum Perhutani dengan anak usaha PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) I sampai PT Inhutani V. Holding di sektor pupuk dipimpin PT Pupuk Indonesia (Persero), beranggotakan PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kaltim, PT Rekayasa Industri, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Mega Eltra, PT Pupuk Indonesia Logistik, PT Pupuk Indonesia Energi, dan PT Pupuk Indonesia Pangan. 

Di sektor farmasi, PT Bio Farma ditunjuk sebagai induk, membawahkan PT Indofarma Tbk dan PT Kimia Farma Tbk. Di sektor pangan, pemerintah menetapkan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food sebagai induk yang beranggotakan lima perusahaan, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Sang Hyang Seri, PT Perikanan Indonesia, PT Berdikari, dan PT Garam, serta 11 anak perusahaan. 

Yang belakangan berdiri adalah holding BUMN sektor aviasi dan pariwisata dengan nama Indonesian Journey atau InJourney. Holding ini beranggotakan PT Angkasa Pura I; PT Angkasa Pura II; PT Hotel Indonesia Natour; PT Pengembangan Pariwisata Indonesia; PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko; serta PT Sarinah. Pada perkembangannya, bukan tak mungkin sederet holding BUMN ini bernaung di bawah Danantara.

***

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Panjang Induk Perusahaan Negara"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus