KAMIS pekan lalu, di gedung Bank Dunia Washington, D.C, pemerintah Indonesia yang diwakili Duta Besar A.R. Ramly, menandatangani perjanjian pinjaman dari Bank Dunia (diwakili Acting Vice President Gautam S. Kaji). Ada tiga perjanjian yang ditandatangani hari itu, total bernilai US$ 405 juta. Dari jumlah itu, US$ 100 juta dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara, Tengah, Selatan, dan Tenggara dan penyediaan air bersih di Irian Jaya. Kemudian US$ 275 juta lainnya untuk pengembangan kelistrikan di Jawa dan Bali, termasuk pengembangan jaringan transmisi, gardu induk, dan perlengkapan sambungan industri besar. Jatah paling kecil, US$ 30 juta, adalah proyek Technical Assistance and Private Provision of Infrastructure, yang dikelola Bappenas. Pinjaman itu jatuh tempo setelah 20 tahun, dengan bunga 0,5% setahun. Dua hari sebelumnya, Selasa 6 Agustus, Duta Besar Ramly juga menandatangani pinjaman setengah lunak dari Bank Exim AS dan Private Export Funding Corporation (PEFCO). Nilai pinjaman itu US$ 125.100.000, dengan bunga 3,5% dan jatuh tempo cicilan pertamanya 15 Januari 1999. Ini untuk membiayai proyek-proyek di sektor perhubungan (kecuali pesawat terbang), telekomunikasi, tenaga listrik, dan konstruksi. Eximbank AS juga memberikan kredit US$ 41.745.096 untuk perluasan Semen Gresik, Jawa Timur. Yang ini bunganya 9,2%, dan pembayaran pertamanya jatuh tempo 15 Februari 1994. Barangkali, kalau Pemerintah membuka keran ekspor semen lebar- lebar, Semen Gresik tak akan terlalu terbebani untuk membayar utang komersial tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini