Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Soal suasana dan gaji

Pemerintah tidak punya aturan yang melarang non- pribumi untuk duduk sebagai manajer di bumn. ham- batan manajer swasta kerja di bumn adalah soal ga- ji dan suasana kerja.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak ada aturan yang melarang nonpribumi untuk duduk sebagai direktur BUMN, tapi siapa yang mau? BADAN Usaha Milik Negara, alias BUMN, kini kembali menjadi pergunjingan yang hangat di kalangan pengusaha. Pemicunya justru bukan seminar di Jakarta yang bertemakan "Peranan BUMN dalam Era Tahun 2000-an", ucapan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Sarwono Kusumaatmadja, yang dilontarkan di Pulau Bangka, dua pekan lalu. Di situ Sarwono mengatakan bahwa Pemerintah tidak menutup kemungkinan bagi manajer swasta untuk duduk sebagai manajer di BUMN. Siapa pun dia, termasuk swasta nonpri. Pernyataan itu dipertegas, Sabtu malam pekan lalu. Melalui telepon, kepada wartawan TEMPO, Sarwono mengungkapkan bahwa hal itu sangat mungkin diwujudkan karena tak ada aturan-aturan yang membatasinya. Hanya saja diingatkannya, titik berat persoalan bukanlah pada manajer pribumi dan nonpribumi. "Jangan terlalu membesar-besarkan soal itu. Mau keturunan Cina, Arab, ataupun India, tidak jadi soal. Yang penting dia mampu," katanya. Apalagi, perkara nonpribumi di kalangan pemerintah bukan lagi soal baru. "Sekarang ini, di tingkat eselon I juga banyak yang nonpribumi," ujar Sarwono. Pernyataan senada dikemukakan Fuad Bawazir, Direktur Pengawasan BUMN Departemen Keuangan. Katanya, faktor pribumi dan nonpribumi tidak pernah dijadikan sebagai pertimbangan untuk memilih direktur BUMN. Pemerintah hanya mensyaratkan dua hal bagi manajer yang akan diangkat di perusahaan milik negara, yakni integritas dan profesionalisme. Maksudnya, selain profesional, seorang calon manajer BUMN harus benar-benar bersih dari segala cacat. Jadi, "Tidak ada diskriminasi," katanya. Sekalipun begitu, tetap tidak mudah untuk menjadi direktur BUMN. Dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk proses seleksi. Di Departemen Keuangan, misalnya, seorang calon manajer BUMN harus memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan, Dirjen Moneter, dan Direktur Pengawasan BUMN. Setelah itu, jika BUMN yang akan dipimpinnya berada di luar Departemen Keuangan, si calon manajer juga harus mendapat restu dari menteri, sekjen, dan dirjen yang departemennya membawahkan BUMN yang bersangkutan. Sialnya, kendala mencari manajer profesional yang nonpegawai negeri tidak berhenti sampai di situ. Hambatan berikutnya muncul dalam soal gaji. Maklum, di perusahaan-perusahaan swasta "Mr. Profesional" ini terbiasa memperoleh gaji belasan juta rupiah sebulan. Itu masih harus ditambah dengan bonus setahun sekali, yang jumlahnya bisa di atas Rp 100 juta. Akan halnya di BUMN, pendapatan manajer profesional ditentukan oleh besar-kecilnya laba yang diperoleh perusahaan yang bersangkutan. Akibatnya, kalau dibandingkan dengan pendapatan di perusahaan swasta, jumlahnya selalu jauh lebih kecil. Hambatan dalam soal gaji ini sedikit demi sedikit mulai dipangkas. "Paling tidak, perbedaannya sudah mulai dikurangi," kata Fuad. Memang, pada akhirnya, gajilah yang menentukan sukses tidaknya Pemerintah menarik manajer swasta ke BUMN. "Terus terang saja, kalau gajinya besar, saya juga mau kerja di BUMN," kata Hidajat Tjandradjaja, WNI keturunan Cina yang menjabat sebagai Wakil Presiden Bank Internasional Indonesia. Namun, bukan hanya gaji besar yang diharapkan seorang manajer profesional. Suasana kerja pun ikut menentukan. Menurut Hidajat, banyak WNI keturunan Cina yang enggan masuk ke jajaran BUMN hanya disebabkan suasana yang serba birokratis. Makanya, kalau mau menarik orang swasta (termasuk nonpribumi) ke BUMN, Hidajat menyarankan agar suasananya diubah lebih dahulu. Kini persoalannya terpulang pada Pemerintah. Juga pada BUMN. Mungkinkah perusahaan yang gayanya serba khas ini segera menampilkan gaya swasta? Budi Kusumah, Bambang Aji, dan Liston Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus