Profesi pertamanya hanya sebagai pengasuh bayi. Pernah mendirikan pabrik gelang piston dan pabrik wiski. IA meniti sukses dari anak tangga paling bawah. Bagi Soichiro Honda, tidak ada jenjang yang siap dilangkahi, tidak ada nama besar yang bisa dijadikan jaminan. Namun, ia berhasil mengukir namanya sebagai produsen sekaligus pencipta kendaraan bermotor yang dikagumi dunia. Senin pekan lalu ia meninggal, dalam segala kebesaran seorang industrialis merangkap seorang penemu. Semasa hidupnya, ia berjuang dan sukses mencantumkan nama Honda Motor sebagai satu dari 500 perusahaan terbesar di dunia. Perusahaan ini sempat pula menggegerkan Amerika, ketika Honda muncul sebagai nomor tiga terbesar, setelah General Motors dan Ford. Prestasi ini dicapai hanya dalam 10 tahun -- setelah Honda membangun markas di Marysville-Ohio -- dengan menggeser Chrysler. Seperti disebut dalam awal tulisan ini, Honda berjuang dari bawah. Dilahirkan pada tahun 1906 dalam keluarga tukang bengkel sepeda, ia merintis kariernya sejak berusia 15 tahun. Ketika itu, ia baru lulus SD dan bekerja di Art Shokai, sebuah bengkel mobil yang tidak sementereng namanya. Namun, di sini, Honda -- yang di desa kelahirannya, Komyo, jarang melihat mobil -- tidak langsung bekerja sebagai montir. Juga tidak sebagai asisten montir. Ia diterima untuk magang, tapi tugasnya mengasuh anak majikan. Honda merasa muak dengan pekerjaan itu. Untunglah, "penderitaan" baby sitter ini tak berlangsung lama. Enam bulan kemudian, Honda diizinkan ikut bekerja di bagian reparasi. Pengetahuannya tentang mobil segera bertambah. Kendati siang hari sibuk bekerja di bengkel, malamnya Honda belajar merakit mobil balap. Ini berkat dorongan Yuzo Sakakibara, si pemilik bengkel, yang gemar balap. Pada "proyek" pertamanya, ia memanfaatkan mesin pesawat terbang Curtis Wright, yang sudah tidak dipakai oleh tentara. Kecuali mesin, seluruh komponen mobil dibuat sendiri oleh Honda. Mobil rakitannya ini berhasil keluar sebagai juara di berbagai perlombaan. Bahkan, pernah mencatat rekor yang tak terpecahkan selama 10 tahun setelah Perang Dunia II, dengan kecepatan rata-rata 120 kilometer per jam. Sukses itu tidak segera mengorbitkan Honda ke cakrawala industri otomotif Jepang. Pada tahun 1937, ia sempat mendirikan Tokai Seiki, perusahaan yang membuat gelang piston. Namun, itu tak bertahan lama. Usai PD II, Honda menjual seluruh saham Tokai kepada Toyota Motor dengan harga 450 ribu yen. Anehnya, dengan alasan ingin beristirahat sejenak, ia malah mendirikan pabrik wiski. Selama setahun, Honda -- yang ketika itu berusia 39 tahun -- terkenal sebagai penikmat hidup. Nyaris setiap malam, kerjanya bergadang, minum-minum, sambil mendengarkan petikan kecapi Jepang. Baru pada tahun 1946, Honda mendirikan Lembaga Penelitian Teknik Honda, yang menangani perbaikan mesin-mesin rusak akibat perang. Pada tahun 1948, Honda merombak perusahaannya menjadi Honda Motor. Bersama mitra kerjanya Takeo Fujisawa pada tahun 1949 ia berhasil meluncurkar sepeda motor 98 cc dengan nama Dream Type D. Bisnis sepeda motor ini terus berkembang, seiring dengan berbagai percobaan yang selalu dibuat oleh Honda. Namun baru pada tahun 1962, pabrik ini memulai kiprahnya di industri otomotif dengan meluncurkan truk ukuran ringan T-360, dan mobil sport S-360. Terobosan ini sekaligus membuat Honda Motor diperhitungkan sebagai industri otomotif. Semua itu tentu tidak lepas dari jerih payah Honda, yang dikenal pantang bermalas-malas. Ia, seperti diceritakan oleh Tetsuo Sakiya dalam buku Honda Motor: The Men, The Management, The Machines, selalu menyempatkan diri untuk langsung terjun ke pabrik. Suatu ketika, seorang karyawannya dimaki habis-habisan karena dianggap tah becus memasang baut. Tidak sekadar itu saja. Honda -- yang pada akhir hayatnya hanya menguasai 2,5% saham Honda Motor -- membuktikan bahwa baut yang sudah dikunci oleh pekerja muda itu masih bisa diperkuat dengan dua putaran lagi. Budi Kusumah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini